Share

7

Kini, aku dalam posisi serba salah. Aku takut jika Widya akan mengancam bunuh diri lagi karena aku merasa bertanggung jawab atas dirinya meskipun aku bisa saja membiarkan dia mati tapi, aku rasa itu bukan pilihan yang baik.

Aku harus segera mencari cara untuk lepas dari Widya bagaimanapun caranya aku harus secepatnya melepaskan dia sebelum dia tahu hubunganku dengan Widya.

Atau bahkan sebelum rumah tanggaku dengan Nia benar-benar hancur karena aku sama sekali tidak ingin kehilangan istri sebaik dia.

_____

Aku peluk tubuh Nia yang masih terlelap, ia bahkan tak menanggapi dan tetap tidur. 

Ketika aku berpura-pura tidur, Nia bangun dan melepaskan pelukanku. Ia menatap wajahku, kemudian bulir bening keluar dari kedua matanya.

Aku semakin tak mengerti, apa ini ada hubungannya dengan sikap diamnya selama ini? 

"Kamu kenapa?" tanyaku yang langsung melebarkan bola mata.

Nia nampak terkejut, ia langsung mengusap air mata yang terus mengalir di pipinya yang merona.

Nia merebahkan diri, kemudian membelakangi ku. Ia tak sedikitpun memberikan penjelasan. Apakah memang ada salahku selama ini yang tak pernah aku sadari selain mendua dengan Widya?

Hati ini terus saja bertanya-tanya, tak mampu rasanya menahan sesak di dada mendengar setiap nafas berat Nia ketika menangis.

"Kalau ada masalah, cerita," rayuku seraya mencium punggungnya.

Nia tetap menangis, tanpa perduli dengan aku yang terus saja mencoba menenangkannya.

Biasanya cara ini ampuh untuk menenangkan Widya di saat ia sedih, aku selalu memeluknya dan mencium punggungnya. Namun, sepertinya Widya dan Nia memang dua wanita yang berbeda.

"Aku minta cerai Mas!" ucapnya.

Aku tersentak, memang selama ini aku menantikan saat ini. Berpisah darinya, tapi entah mengapa sesak rasanya dada ini kala mendengar istriku tiba-tiba meminta cerai.

Aku peluk erat tubuhnya yang terus saja meronta dan menolak pelukanku.

"Gak mau, aku gak mau cerai dari kamu!" rintihku.

Nia terus berontak dan berusaha melepaskan pelukanku. Sejenak aku teringat tentang seseorang yang mungkin mengubah pola pikirnya dan membuatnya menjadi pendiam akhir-akhir ini.

Apakah ini puncak dari hubungan kami berdua? aku benar-benar tak menyangka, dengan mudah Nia mengambil keputusan untuk berpisah.

Aku lepas pelukan secara perlahan, menarik nafas dalam kemudian berusaha untuk tenang.

"Lihat aku!" 

Aku cengkram bahu Nia dengan sekuat tenaga dan memintanya membalikan badan agar kami bisa saling bertatap muka.

"Apa yang membuat kamu tiba-tiba minta cerai? apa seseorang yang kamu mintai tas, baju dan segala yang tidak pernah aku berikan?" 

Kali ini, emosiku tak mampu lagi tertahankan. Aku bagaikan sudah berada di puncak amarah. Mataku menatap lekat wajah Nia yang masih terisak dalam tangis.

Wajah yang selalu aku jumpai setiap kali mata ini terjaga, kini justru membuatku kehilangan rasa iba.

Plaaak!

Satu tamparan mendarat di pipi kananku. Ya, Nia menamparku. Berani sekali ia melakukan hal kurang ajar seperti itu. Apakah ia lupa bahwa aku adalah suaminya. Seseorang yang seharusnya ia hargai dan ia hormati.

"Jaga ucapan kamu Mas!" 

Nia berteriak, ia seakan menjadi wanita paling tersiksa di dunia ini. Tangisnya penuh drama.

"Maksud kamu apa!" bentakku.

Tanpa menjawab, Nia langsung bangkit dari tempat duduknya dan segera membereskan pakaiannya.

"Hey, tunggu!" sentakku.

Nia tak bergeming, ia tetap memasukkan semua pakaian miliknya kedalam koper. Semarah itukah dia? hanya karena aku sering pulang larut malam?

"Kamu marah karena aku sering pulang larut malam? kamu lupa semua itu juga buat kamu!" 

Aku berusaha membela diri dan sebisa mungkin membuat Nia merasa bahwa ia terlalu egois untuk meninggalkan aku dan memperlakukan aku seperti ini.

"Nia!"

Aku rebut koper yang hampir saja ia bawa pergi, dengan emosi yang benar-benar sudah di ubun-ubun aku lempar koper tersebut dan menatap lekat kedua mata istriku.

"Cukup Mas! lepaskan aku, aku mohon!" rintihnya.

Apa maksdunya? tidak bisakah ia mengatakan semua yang ia rasakan? agar aku tak harus bertanya-tanya tentang kesalahanku.

"Kamu lihat foto baju dan tas di galeri ponselku, tapi kamu tidak melihat rekapan penjualan yang aku simpan di catatan ponsel milikku. Kamu sibuk menyalahkan aku, sedangkan kamu sendiri tidak menyadari dimana kesalahan kamu. Kamu menganggap aku selingkuh dan memiliki pria lain. Dengarkan aku Mas, seseorang jahit baju itu pasti yang di ukur badan dia sendiri. Itulah kamu!" 

Nia pergi setelah mengucapkan kalimat yang masih berusaha aku cerna. Ya Tuhan, apa Nia sudah tahu hubunganku dengan Widya? kenapa aku tidak terpikir sampai situ?

"Nia!"

Aku kejar langkahnya, hingga tiba di depan pintu. Seseorang berdiri disana, berhadapan dengan Nia tepat di depan pintu.

"Widya!"

Untuk apa ia datang kemari? gawat, bisa mati aku!

Komen (7)
goodnovel comment avatar
Haney Mors
seru ..kya ng sanggup jd nia
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Mampus kau bob, giliran susah sama nia senangnya perempuan gatel yg sok alim, nikmati aja
goodnovel comment avatar
Atik Murtiningsih
kok dak bisa baca novel lain
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status