" Kalian tak apa-apa? "tanya Ranu
Dewi Ayu menggelengkan kepalanya kedua tangannya memeluk putranya erat.
Ranu kembali berbalik ke arah Bratawati.
"Bukan kah aku pernah memperingatkan mu untuk berhenti menindas Dewi Ayu dan putranya! " menatapnya dingin.
" Ta-tapi tuan. .
' sret ' sesuatu tak kasat mata menambah luka padda wajah cantik Bratawati.
" Jika aku masih melihat kalian masih menindas mereka berdua, ada atau tidak ada aku , akan ku musnahkan semua klan mu, KAU MENGERTI!"
Tubuh Bratawati bergetar setelah mendengar ancaman yang keluar dari dalam mulut Ranu, dia pun bergegas pergi meninggalkan kediaman Dewi Ayu. meninggalkan ke empat pengawalnya yang tergeletak di atas tanah halaman kediaman Dewi Ayu.
Setelah kepergian Bratawati, Juan memapah ibunya masuk kedalam rumah dengan Ranu yang mengikuti dari belakang.
Juan mendudukan ibunya di kursi lalu pergi kedapur meninggalkannya dengan Ranu.
" Apa yang membawamu kembali? "tanya Dewi Ayu.
*
"Sebenarnya apa yang sedang terjadi? mengapa Bratawati masih melecehkan mu? ,bukan kah kasusmu dengan suaminya, telah lama usai? "
Mulut Dewi Ayu bungkam sesaat, dalam relung hatinya yang terdalam, dia masih belum mempercayai Ranu sepenuhnya. Dia selalu menaruh curiga pada pria yang telah di anggapnya sebagai anggota keluarganya.
" Mungkin saja Bratawati masih menyimpan dendam padaku, "
Ranu terdiam menatap wajah Dewi Ayu. " Jika dimasa depan Bratawati masih mengganggumu jangan sungkan untuk memanggilku, " kepala Dewi Ayu mengangguk, " kalau begitu aku pergi, "
Dewi Ayu tersenyum, mengantar kepergiannya, " berhati-hatilah. "
Kepala Ranu pun mengangguk, lalu pergi begitu saja, tak lama kemudian Juan datang dari arah dapur seraya membawa semangkuk air bersih dan kain untuk membersihkan luka pada tangan ibunya.
" Dimana paman Ranu? " tanyanya karena tak mendapati siapa pun kecuali ibunya." Dia sudah pergi, "
Juan membulatkan mulutnya, meletakkan semangkuk air di sampingnya, kedua tangan nya memasukan kain lap pada air, menyingkap pakaian ibunya, matanya terbeliak melihat luka yang lumayan pada tangan mulus ibunya, hatinya merasa sakit.
'Shhhhh' Dewi Ayu meringis kesakitan, Tangan Juan berhenti sejenak melakukan aktifitasnya." Apa Juan terlalu kasar? "
Dewi Ayu tersenyum, tangannya mengusap puncak kepala anaknya dengan lembut seraya memandang lekat anaknya , waktu begitu bergulir lebih cepat, hingga dia tak menyadari bahwa anaknya sudah besar bahkan tingginya sudah mulai melampaui tinggi Dewi Ayu sendiri.
" Juan, boleh kan ibunda bertanya padamu? "
" Tentu ibunda, memangnya apa yang ingin ibunda tanyakan? "
" Sebenarnya apa yang terjadi di hutan tadi? Suma bilang bahwa kamu melecehkannya? "
Kepala Juan menggelang cepat, menyangkal pertanyaan yang di lontarkan ibunya, " semua itu tidak benar ibunda, dia yang melecehkan ku lebih dulu,hingga.. "Juan langsung menutup mulutnya yang sadar hampir keceplosan membongkar rahasia kecilnya dengan Gurunya.
Sebelumnya di dapur
" Hei, bocah siapa pria itu? "tanya Gentala
" Dia adalah paman Ranu, mengapa Guru menanyakan hal itu? " Tanyanya, memasukkan air kedalam mangkuk.
" Lalu apa hubungannya dengan ibumu? "tanya Gentala mengabaikan pertanyaan dari Juan.
" Tentu saja ada, ibumu ini sangat cantik bahkan aku saja tertarik pada ibumu tapi si Ranu ini tak tertarik sama sekali pada ibumu, jika dia adalah aku, aku mungkin sudah menikahi ibumu, pasti ada sesuatu "
Juan tertegun mendengarkan perkataan dari gurunya, jika dipikir kembali, ibunya memang memilki paras yang sangat cantik, bahkan ayah Suma begitu tergila- gila pada ibunya, tapi apa benar? paman Ranu tak pernah menaruh hati pada ibunya'
" Wah Guru, anda sangat pintar, bahkan aku saja baru menyadarinya, "
" Tentu saja. Gurumu ini tak hanya tampan tapi juga pandai dan kau sebagai muridku harus mewarisi kepandaian ku, "
" Tentu saja, aku akan berusaha lebih keras agar bisa sepintar Guru. " ucapnya, " tapi guru mengapa anda selalu memanggilku bocah? bukan kah anda sudah mengetahui nama asli ku. ""
" Hey itu tidak penting, Gurumu ini hanya belum terbiasa saja, dan juga kau jangan ceritakan aku pada siapa pun termasuk ibumu. "
" Mengapa demikian? ibuku bukan lah orang jahat, "
" Aku tahu hanya saja jangan beritahu dia, dan jangan tanyakan kenapa? "
*
Dewi Ayu menatap lekat wajah anaknya, tangannya terulur menyentuh puncak kepalanya. " tak mengapa jika kamu tak ingin memberi tahu ibumu ini, hanya saja mulai hari ini kamu harus lebih berhati-hati. "
" Maaf kan aku ibunda suatu hari aku akan menjelaskannya padamu dan aku berjanji mulai hari ini akan sangat berhati-hati agar tak membuat ibunda merasa khawatir lagi, "
Dewi Ayu tersenyum dan membawanya kepelukannya. " Baguslah, " katanya, " Juan, mungkin sudah waktunya kamu mengetahui tentang ayahmu, "
Kepala Juan mendongkak.
" Ayahanda? "
Dewi Ayu tersenyum lalu mengangguk lembut.
" Jadi seperti apa ayah ku? " tanyanya antusias.
Nmaun Dewi Ayu tak menjawab pertanyaannya, akan tetapi dia membawa langkah kakinya kedalam kamar, membuat Juan sedikit kebingungan namun setia menunggu ibunya kembali.
Tak lama kemudian Dewi Ayu kembali, ditangannya membawa sebuah kotak yang tak pernah Juan lihat sebelumnya, dia memandang ibunya lalu kembali memandang kotak itu secara bergantian.
Dewi Ayu membuka kotak itu, mata Juan terbeliak melihat isi dari kotak itu , kotak itu berisi sebuah gantungan giok berbentuk naga yang melingkar.
'persis seperti Guru' batinnya.
" Bawalah benda ini, "
Juan tertegun menatap giok itu, tangan nya meraih giok itu, lalu memandang takjub pada gantungan giok itu.
" Pergi lah ke akademi Kancah Nangkub, dan kamu akan mengetahui identitas ayah mu, "
" Apa ibunda tak akan menceritakan nya sendiri? "
Kepala Dewi Ayu menggeleng
" Kenapa? "tanya nya penasaran.
" Karena ibunda tak berhak menceritakannya, "
Kepala Juan tertunduk kecewa. Tangan Dewi Ayu mengelus puncak kepala nya lalu memberikan sebuah kertas." Bawalah juga surat ini, saat kamu sudah memasuki Akademi Kancah Nangkub, berikanlah surat ini kepada kepala sekolah , ingat ! Kamu jangan memberitahu apapun tentang giok ini dan juga surat ini? "
" Mengapa ibunda? "
Dewi Ayu kembali tersenyum. " Karena kedua benda inilah yang bisa melindungi mu dari Malapetaka dimasa depan, ingat jangan mempercayai siapapun kecuali dirimu sendiri, "
Juan mengangguk. " Tapi ibunda, jika aku pergi bagaimana dengan ibunda? "
" Kamu tak perlu khawatir, bukan kah ada paman Ranu di samping ibumu ini? "
Juan terdiam sesaat. " Tapi bunda..."
" Sssttt kali ini ibunda mohon padamu, pergilah besok pagi buta,"
" Besok?!, Mengapa besok? Bisakah aku menunggu sampai paman Ranu kembali? "
Dewi Ayu menggeleng ," tak perlu, "
" Bisakah ibunda menceritakan nya padaku sekarang? "
" Kelak di masa depan kamu akan mengerti dengan apa yang ibunda lakukan sekarang, "
" Bagaimana jika aku merindukanmu? "
Dewi Ayu tersenyum ,ia memberikan sebuah kain selendang padanya," Ini adalah kesayangan ibunda, bisakah kamu menjaganya untuk ku? "
Juan mengangguk, memeluk tubuh ibunya seraya menangis
Esokan harinya Juan pun pergi meninggalkan sang ibu walau dengan berat hati dan enggan untuk meninggalkannya. Namun, sebagai anak yang baik, ia harus mengikuti keinginan dari sang ibu. Sebelum melakukan perjalanan. Dewi Ayu mengatakan kalau ia harus melewati dua kota besar, dan satu makam keramat jika ingin pergi ke Akademi Kancah Nangkub. Berbekal tekad dan beberapa bekal makanan dari sang ibu, Juan pun melakukan perjalanannya bersama guru rahasianya. Gentala. Di sela perjalannya. Juan menggunakan waktunya untuk berlatih ilmu bela diri, dan melakukan bertapa setiap malam untuk meningkatkan daya tubuhnya, Namun, Ia tak menyangka kalau gurunya ternyata sangat kejam dalam mengajarinya cara teknik bela diri. Setiap hari ia harus berlatih sepuluh jam lamanya dengan menggunakan beberapa beban di tubuhnya, dan setelah selesai berlatih ia harus melanjutkannya dengan bertapa
Langkah nya terhenti, kedua bola matanya terbeliak ketika melihat murid nya. Juan yang tadinya tak sadarkan diri akibat serangan yang di terima oleh rubah itu tiba-tiba terbangun dengan kedua bola mata yang sudah memutih. Gentala bahkan bisa merasakan aura yang kuat dari tubuh muridnya. Di depan matanya, Juan, muridnya mulai menyerang rubah berekor sembilan itu dengan bringas tanpa menggunakan senjata apa pun. Gentala hanya bisa berdiam berdiri seraya menatap muridnya dengan tatapan tak percaya. Lalu tiba-tibanya kepalanya didera rasa sakit yang luar biasa, kemudian muncul beberapa kenangan yang melintas dalam benaknya. Seketika tubuhnya ambruk ke atas tanah, seluruh tubuhnya gemetar, kedua bola matanya mengeluarkan air mata tanpa sebab, merasa bingung dengan apa yang baru saja ia lihat dan di rasakannya. Meski hanya sepintas, namun ia bisa melihat de
Beberapa hari setelah luka Juan dan Rengganis sembuh,mereka bertiga memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan mereka untuk menuju kota yang akan mereka tuju yaitu kota Gedugan. Selama masa penyembuhan, Juan dan Rengganis semakin akrab setiap harinya, namun berbeda dengan Gentala yang semakin tak akur dengan Rengganis. Meski awalnya Juan, merasa takut. Namun seiring dengan berjalannya waktu, membuat Juan mulai menerima keberadaanya, dan menamainya dengan nama Widura, yang sesuai dengan bulunya yang seindah batu permata. Widura yang senang telah di akui oleh tuannya membuatnya semakin manja dan menempeli kemana pun tuannya pergi, terkadang ia akan melingkarkan tubuhnya pada leher tuannya Rengganis yang melihat rubah itu semakin manja pada Juan, membuatnya merasa kesal, terkadang dirinya selalu berpikir untuk mengubahnya menjadi sup rubah, namun itu hanyalah angan-a
Juan masih membawa gadis itu berlari. Namun langkahnya terhenti oleh dua pria, mereka memakai pakaian pengawal dan mereka adalah salah satu orang yang Juan tendang tadi" Mau kemana kalian?," Ucap salah satu pria.Juan meneguk salivanya, tangannya mencengkram kuat tangan gadis itu. ia berbalik namun mereka sudah memblokir jalan keluar." Tuan muda, sepertinya kamu baru menginjakkan kaki di kota ini,"" . . . "" Akan ku beri saran, kita tak saling kenal jadi aku sarankan untuk tidak ikut campur urusan orang lain . . . lebih baik kamu berikan gadis itu pada ku ,"Tangan gadis itu berbalik mencengkram kuat tangan Juan." Tidak akan!"" Tuan muda kamu tahu sedang berurusan dengan siapa? "" . . . ,"" Aku adalah Bismo ,putra dari seorang gubernur daerah ini "Juan menyunggingkan senyumnya" Lantas kenapa? "" Hahaha , apa kamu berani MELAWAN KU?!!"" . . . "" Ku beri kamu
' Hoek ' Juan memuntahkan darah segar dari dalam mulutnya. Monster itu terus menyerangnya dengan membabi buta, bahkan Juan tak memiliki kesempatan untuk membalas serangannya.Setiap kali tubuhnya terpental jauh dari arena membuat penonton heboh dan ricuh. Semua orang bahagia melihatnya yang sudah babak belur." Bunuh ! Bunuh ! Bunuh ! "" Suasana semakin memanas saudara-saudara, apakah bocah itu bisa selamat dari sini? Atau arena ini akan menjadi kuburannya sendiri. Kita tidak tahu, takdir apa yang menunggunya di depan? Jadi jangan beranjak dari kursi anda ," seru pembawa Acara.Juan mengabaikan sorak sorai penonton, ia harus cepat berfikir bagaimana caranya melawan kecepatan dan kekuatan monster itu. Jika dia kalah maka Widura dan Gurunya akan jatuh ke tangan Bismo, dan ia tak menginginkan hal itu terjadi. Maka semua usaha yang ia lakukan akan terbuang percuma padahal ia hanya ingin bisa
Sudah seluruh kota Rengganis telusuri namun ia masih belum bisa menemukan keberadaan Juan dan gurunya. Ia berdecak kesal karena sudah seharian mencari namun tak mendapatkan hasil. Secara kebetulan ia berhenti di depan sebuah restoran." Pelayan ! " Seru Rengganis.Seorang pria bertubuh kecil menghampirinya." Iya, mau pesan apa Nona?,"" Aku pesan semua makanan yang terbaik yang ada di restoran ini ,"Senyum Pria itu sumringah mendapat pesanan dengan jumlah yang banyak apalagi dari seorang gadis yang cantik. Pria itu bergegas ke dapur mengambil pesanan Rengganis.Rengganis hanya terdiam sembari menunggu pesanan nya, namun, tiba-tiba pria yang berada tak jauh dari mejanya sedang menyebarkan sebuah gosip, meski tak tertarik dengan gosip, namun ia terpaksa mendengarkan nya karena jaraknya yang dekat serta
Pria itu memimpin jalan yang akan mereka tuju, mereka kini sudah sampai kesebuah area hutan terlarang, Mengapa hutan itu terlarang?, sejak dulu sudah tersebar sebuah berita bahwa konon hutan itu sudah memakan korban dengan jumlah yang banyak,namun tak ada saksi atau bukti yang kuat tentang kebenaran tersebut, anehnya orang-orang langsung mempercayai rumor tersebut tanpa menyelidiki tentang kebenarannya. " Berapa lagi kita akan sampai?" tanya Rengganis. Pria itu menghentikan langkahnya. " Nona bisakah kita berhenti sejenak?, kita sudah berjalan seharian, kakiku sudah tak kuat untuk berjalan. " " Tak ada waktu untuk kita beristirahat." Pria itu merengek, " Nona aku hanyalah manusia biasa, berbeda dengan mu, " " Baiklah, aku beri waktu satu dupa. " Pria itu mengangguk , tangan kanannya merogo
Gentala mengutuk dirinya sendiri karena harus terjebak di dimensi yang di ciptakan oleh tangannya sendiri. Senjata makan tuan. Entah sudah ke berapa kalinya ia terus mengutuk dirinya sendirinya. Andaikan saja ia bisa mencegah Juan agar tidak bertindak gegabah, pastinya ia tak akan mengalami siksaan seperti ini.Jika saja ia memiliki kekuatan seperti dulu, mungkin ia sudah meratakan tempat itu tanpa pikir panjang.Kedua tangannya ia tangkup meminta do'a " Oh Dewa Agung, kumohon datangkan lah seseorang yang bisa menyelamatkan murid tercintaku, aku berjanji akan lebih mencintai murid ku, melebihi siapapun di dunia ini ,"Seakan dewa mendengar dan mengabulkan do'a nya. Entah bagaimana caranya dia bisa datang, Rengganis si gadis galak datang diwaktu yang sangat tepat, ia juga tak segan-segan mengeluarkan binatang spiritualnya, Ragnarok. Seekor kelabang raksasa yang memenuhi langit dengan tu