Esokan harinya Juan pun pergi meninggalkan sang ibu walau dengan berat hati dan enggan untuk meninggalkannya. Namun, sebagai anak yang baik, ia harus mengikuti keinginan dari sang ibu.
Sebelum melakukan perjalanan. Dewi Ayu mengatakan kalau ia harus melewati dua kota besar, dan satu makam keramat jika ingin pergi ke Akademi Kancah Nangkub. Berbekal tekad dan beberapa bekal makanan dari sang ibu, Juan pun melakukan perjalanannya bersama guru rahasianya. Gentala.
Di sela perjalannya. Juan menggunakan waktunya untuk berlatih ilmu bela diri, dan melakukan bertapa setiap malam untuk meningkatkan daya tubuhnya, Namun, Ia tak menyangka kalau gurunya ternyata sangat kejam dalam mengajarinya cara teknik bela diri.
Setiap hari ia harus berlatih sepuluh jam lamanya dengan menggunakan beberapa beban di tubuhnya, dan setelah selesai berlatih ia harus melanjutkannya dengan bertapa malam yang berfungsi untuk meningkatkan kekuatan spiritualnya. Juga berfungsi sebagai penetral racun yang tersisa dalam tubuhnya. Gurunya bilang bahwa di dalam tubuhnya masih menyisakan racun yang tak bisa di hilangkan olehnya, maka dari itu dia menyuruh Juan untuk giat bertapa setiap malamnya tanpa mengenakan baju.
Setiap malam tubuhnya harus merasakan dingin yang begitu menusuk tulang. Namun, sebuah usaha nyatanya tak mengkhianati hasil. kini setiap ia terbangun dari tidurnya, tubuhnya akan terasa segar dan bertenaga.
Seperti biasa Juan akan melakukan latihannya, namun hari ini berbeda dengan sebelumnya karena Gentala sengaja menambah beban tiga kali lipat dari biasanya, membuat Juan merengek kelelahan.
" Guru! Bisakah kita beristirahat sejenak? kaki dan badan ku sudah lelah, bahkan tenggorokan ku sudah terasa kering,"
Gentala melirik muridnya sebentar. Lalu mengacuhkannya dengan terus melakukan perjalanannya dengan menunggangi kuda yang di berikan oleh ibu Juan.
" Mengapa dari hari ke hari kamu selalu merengek kepadaku? lalu apa gunanya latihan mu selama ini? jika begini saja kamu sudah menyerah. "
" Aku bukannya menyerah, hanya saja guru terus menambahkan beban berat pada tubuhku, bahkan hari ini anda menambahkan beban tiga kali lipat dari biasanya,"
Alisnya naik sebelah. " Apa kamu menyalahkan gurumu ini?"
Juan menggelengkan kepala.
"Aku tak menyalahkan guru hanya saja...
" Berhentilah merengek atau aku akan menambah waktu berlatih mu," selanya dengan suara mengancam.
Juan pun membungkam mulutnya sejenak, ia belum menyerah untuk membujuk sang guru.
" Guruuu! Apa kamu tak kasihan pada ....
' Booom! terdengar sebuah ledakan besar dari bagian terdalam hutan, menyela perkataan Juan.
Mereka terdiam sejenak, lalu saling bertukar pandang.
" Suara apa itu guru? "
" Sepertinya di dalam sana sedang terjadi pertempuran yang sengit. Ayo pergi lihat! " ucapnya. " Eits tapi jangan sampai beban di tubuh mu lepas, jika itu terlepas jangan salahkan aku jika besok akan menjadi neraka bagimu. " Ancamnya lalu pergi menunggangi kuda, sedangkan Juan hanya bisa terperangah, bagaimana bisa dia memilki guru yang setara dengan iblis?
Butuh waktu lama untuk Juan agar bisa menyusul gurunya, nafasnya terengah-engah, keringat membasahi seluruh tubuhnya.
Menyadari muridnya sudah berada di belakangnya, Gentala menoleh sedikit. " Dasar lambat" cibirnya.
Juan menatap tak terima pada gurunya.
" Tentu saja aku lambat, aku kan berlari sedangkan guru....
" Sssstttt perhatikan dengan seksama, " selanya. Jari telunjuknya ia simpan di bibir Juan yang akan hendak berbicara.
Juan mendengus. kedua matanya mengikuti arah mata di mana gurunya melihat.
Tak jauh dari tempat mereka berada, terlihat sebuah pertarungan sengit dari seekor rubah putih berekor sembilan melawan seorang gadis remaja cantik.
Gadis itu dengan lihai menghindari setiap serangan yang di kirimkan oleh rubah berekor sembilan itu, tak hanya sekedar menghindar saja, gadis itu juga menyerang rubah ekor sembilan itu dengan ganas. Dengan menyerangnya bertubi-tubi tanpa memberi celah sedikit pun.
Mata Juan di buat takjub dengan aksi gadis itu, karena gadis itu begitu lihai menggunakan pedang dan juga kekuatannya yang terus mengeluarkan petir, langit pun bergemuruh hebat, kilatan-kilatan petir tampak jelas di langit. Tak hanya itu gadis itu juga mengeluarkan seekor binatang ajaibnya yang berbentuk hewan Kelabang raksasa.
" Bocah kamu harus belajar dari gadis itu, kamu perhatikan gerakan gadis itu, termasuk bentuk tubuhnya,"
Juan tertegun lalu mengerutkan kedua alisnya. " Kenapa aku harus memperhatikan bentuk tubuhnya? "
'pletak' Gentala menyentil dahi Juan dengan keras, membuatnya meringis kesakitan
" Apa kamu bodoh?! Karena ini adalah kesempatan yang langka bagi kaum seorang pria sejati. Lihat lah bentuk tubuhnya yang indah, pinggangnya ramping serta belahan dadanya yang ...."
' Jdarr!! ' tanpa di duga, di tengah pertempurannya, gadis itu menyerang mereka dengan petirnya. Beruntung, Gentala dan Juan dapat menghindari serangan itu.
'Glek' mereka berdua menelan air liurnya kompak, mereka saling bertukar pandang, gadis itu lebih menyeramkan dari pada rubah itu. Batin mereka.
Berkat perkataan Gentala, gadis itu menjadi kehilangan kewaspadaannya hingga salah satu ekor rubah itu mengenai tubuhnya membuat tubuhnya terpental jauh hingga mengenai sebuah pohon besar hingga pohon itu terbelah menjadi dua, Tak lama kemudian gadis itu memuntahkan darah dari dalam mulutnya. Namun gadis itu kembali bangkit dan menyerang rubah ekor sembilan itu.
Melihat gadis itu yang sudah kelelahan membuat Juan merasa bersalah. Jika saja mereka tak mengganggu fokus gadis itu, mungkin saja ia tak akan berakhir seperti itu.
" Guru kita harus menolongnya," celetuknya.
" Menolongnya? Jangan bercanda, kamu tak lihat kekuatan gadis itu, dia saja tak bisa apa lagi kita," timpalnya santai, " kamu tak perlu khawatir dengan gadis itu, nampaknya dia sangat kuat jadi tak mungkin ia .....
Kaboooom!! tubuh gadis itu kembali terpental, dia kemballi memuntahkan lebih banyak darah dari sebelumnya.
Kalah "
" Guru kita harus menolongnya jika tidak? gadis itu akan mati! "
Gentala terdiam mencoba memikirkan sesuatu.
" Kalau begitu, kamu saja yang pergi, "
" Aku? "
" Tentu saja, tak mungkin itu adalah aku. Kenapa? Bukankah kamu sendiri yang ingin menyelamatkan nya? kalau begitu, kamu pergi saja sana. "
Juan menatap gurunya dengan tatapan tak percaya. tanpa pikir panjang ia pun melepas beban di tubuhnya lalu berlari ke arah gadis itu.
Gentala terlonjak kaget melihat muridnya yang berlari begitu saja. Padahal dirinya hanya bercanda. " Heh bocah! Kamu mau pergi kemana? " Serunya.
" Bukan kah guru yang bilang tadi untuk menyuruh ku pergi menyelamatkannya? " teriaknya seraya terus berlari ke arah gadis itu.
Kedua mata gadis itu terbeliak melihat aksi Juan yang mencari mati. " Dasar bodoh," gumamnya, tak lama kemudian gadis itu kehilangan kesadarannya.
Gentala mengacak rambutnya frustasi. " Dasar murid bodoh," rutuk nya. Mengikuti Juan dari belakang.
*
Perlahan Juan membuka kedua matanya. Tangannya memegang kepalanya yang terasa sakit. Ia melirik kesamping nya dan mendapati gadis itu tengah terbaring tak sadarkan diri di sisinya, dan seekor rubah kecil. Juan pun mengabaikan rubah itu, ia perlahan bangkit lalu menghampiri gurunya yang sedang membakar ikan.
Gentala menoleh sejenak. " Kamu sudah bangun, makanlah ikan ini, aku membakarnya khusus untukmu,"
Juan duduk, mengambil ikan yang ditawarkan oleh gurunya.
" Guru, Dimana rubah itu? " tanyanya yang masih kebingungan.
Gentala menunjuk dengan dagunya.
Juan mengikuti arahnya, kedua bola matanya terbeliak, bagaimana bisa? Juan pun semakin bertanya-tanya, bagaimana bisa seekor rubah besar bisa berubah menjadi sekecil itu? begitu ia bertanya pada gurunya, bagaimana bisa rubah itu berubah? namun jawaban yang di berikan oleh gurunya sangatlah tidak masuk akal, bagaimana bisa hewan itu bisa menjadi binatang kontraknya? dan kenapa dirinya tak ingat sama sekali dengan apa yang terjadi?
Sadar bahwa muridnya sangat penasaran. Gentala pun menghentika aktivitasnya sejenak, seraya memandang wajah muridnya. " Baiklah, bagian mana dulu yang ingin kamu ketahui? "
Juan menunjuk ke arah rubah itu yang masih tertidur pulas.
Gentala pun mengangguk-anggukan kepalanya mengerti. Ia pun menceritakan semuanya dari awal dirinya mengumpat seraya mengejarnya, sampai langkahnya terhenti begitu saja ketika melihat tubuh Juan yang langsung terhempas begitu saja yang bahkan belum sampai pada gadis itu, awalnya dia berniat untuk balas dendam karena sudah membuat murid kesayangannya terluka. Namun langkahnya kembali terhenti ketika kedua bola matanya menangkap sesuatu yang tak biasa.
Tidak terasa, akhirnya aku bisa namatin ini buku, padahal sebelumnya aku bingung mau menamatkan buku ini bagaimana? Terlebih lagi karena kesehatan aku yang kemarin-kemarin sempat drop yang mengharuskan istirahat full. Buat kalian yang sudah setia baca cerita ini dari awal hingga akhir, terima kasih karena sudah mau mampir ke cerita aku yang notabenya masih acak-acakan baik itu dari segi penulisan, alur cerita dan masih banyak lagi kekurangannya, sungguh aku sangat, sangat berterima kasih pada kalian. Di lain cerita, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk memperbaiki kekurangan yang terdapat di buku ini. Semoga kalian bisa sabar menunggu cerita baru ku. see you next time ^3^ <3 <3 Love you.
Perburuan malam itu membuat setidaknya beban yang berada di pundak Juan terangkat sedikit. Ia menatap sebuah batu giok yang merupakan milik dari Gentala, tangannya menggenggam batu itu lalu membawanya ke dadanya, berharap gurunya yang sudah di alam sana bisa merasakan kerinduannya.Juan tak pernah menyangka bahwa dirinya yang dulunya selalu di hina dan di kucilkan kini berbalik menjadi sosok yang disegani dan di hormati bahkan di takuti oleh banyak kalangan karena kekuatannya yang sudah melegenda.Dirinya tak pernah menyangka bahwa pertemuannya dengan Gentala akan merubah nasib sepenuhnya, tak pernah terpikirkan olehnya bahwa dirinya akan menjadi seorang Raja.Keesokkan paginya, Juan pun meminta kepada semua mahapatih untuk berkumpul di aula rapat. Sebab ada hal yang ingin dia katakan.Tentunya setelah mendengar titah tersebut para Mahapatih pun berbondong-bondong menuju aula untuk menghadiri rapat.Setibanya di sana, semua mahapatih ya
Di temani oleh Dewi Ayu dan juga Sekar, kini adalah kali pertama Juan mengunjungi pemakaman gurunya, meski masih terasa berat, namun kini dia sudah baik-baik saja, ia pun meletakkan beberapa dupa serta satu kendi berisi air keras. Menangkupkan kedua tangannya lalu mulai berdo'aSetelah selesai mengirim do'a dan mengutarakan perasaannya, Juan berserta ibunya, memilih untuk kembali ke istana, namun di tengah perjalanan dirinya bertemu dengan Rengganis yang baru pulang dari ekspedisinya.Wanita itu memberi salam, lalu berjalan bersama-sama serta berbagi cerita tentang ekspedisinya membantu Sang ayah memusnahkan para bandit yang selalu meresahkan para warga.Meski tak selalu bisa berada di sisi Juan terus menerus, namun Rengganis sebisa mungkin menyempatkan waktu untuk menemui Juan tentunya ia selalu pulang tanpa tangan kosong.Kendati begitu, Rengganis tak pernah tahu tentang perasaan Juan terhadapnya, apakah dia menganggapnya sebagai teman saja? Atau pria i
Perkataan Rengganis membuat Juan tersadar, apa yang dilakukannya selama ini tak akan membuat gurunya kembali ke sisi nya.Ia pun menarik Rengganis ke dalam dekapannya, membuat wanita itu terlonjak kaget akan tindakan yang di lakukan oleh Juan." Maaf. " Kata itu terlontar begitu saja dari mulut Juan, tangannya semakin erat mendekap tubuh wanita itu.Tangan Rengganis yang berniat membalas pelukan itu tiba-tiba berhenti ketika ibu Juan, Dewi Ayu datang bersama Sekar." Ekhem! Maaf ibunda mengganggu kalian. "Rengganis yang terkejut pun langsung bangkit dari posisi ambigunya, ia berdiri seraya merapihkan diri. " Sama sekali tidak bibi. " ujarnya.Seketika suasana di dalam sana berubah menjadi canggung. Semua orang yang berada di dalam sana terdiam, menambah suasana semakin canggung." A-ah kebetulan, Ibunda baru saja memasak wajik kesukaan mu. Apa kamu ingin memakannya putraku? " kata Dewi Ayu memecah kecanggungan di antara mereka.
Beberapa bulan setelah peperangan itu, kerajaan Nemu pun mulai menemukan kembali cahayanya.Namun selama itu kursi tahta itu masih kosong, Sebab Juan menolak untuk mengisinya. Karena mereka tak mungkin memaksa Jaraka yang mentalnya masih hancur. Tapi hanya tinggal Juan saja yang memiliki darah dari Raden Brama Wijaya.Meski sudah di bujuk oleh teman-temannya. Bahkan oleh ibunya sendiri, Juan tetap berkata tidak.Hingga suatu ketika, Gentala memintanya sembari berkata bahwa dirinya ingin melihatnya menjadi seorang raja di sisa akhir hidupnya.Karena gurunya sudah berkata seperti itu, Juan pun mau tak mau harus mengisi kursi itu, dengan syarat bahwa gurunya tak boleh jauh dari dirinya.Gentala pun memutar bola matanya malas.Sungguh merepotkan!" Terserah pada mu saja. Sekalian saja kamu pasangkan tali kekang di leher ku, dan jadikan aku binatang piaraan mu! Kau pikir aku ini Widura! Yang selalu mengikuti mu kemana pun
Setelah berhasil memenangkan peperangan tersebut, Juan maupun Gentala dan Juga Nura sama sama kehabisan tenaga. Ketiganya langsung tak sadarkan diri. Beruntung posisi mereka tak jauh dari Rengganis dan lainnya.Mereka pun berbondong-bondong menghampiri ketiganya.Meski Rengganis dan Ling ling sempat berebut siapa yang akan membawa tubuh Juan? Tapi pada akhirnya Yodha Wisesa lah yang membawanya selaku kakeknya.Sesampainya di camp militer, Ayu Dewi pun langsung memburu tubuh putranya dan langsung memberinya pertolongan pertama.Walau terbilang sangat terlambat, namun ayah Rengganis sebisa mungkin membantu, karena sebelumnya ia terkurung di rumahnya sendiri dan tak bisa melepaskan diri.Alhasil, ia tak membantu sama sekali saat perang berlangsung. Demi menebus dosanya, ia bekerja dua kali lipat di banding yang lain, seperti menyediakan makanan, obat-obatan, dan perlengkapan lainnya.Saat tahu Ranu adalah Nura yang merupakan seorang