Share

4. SALAH PAHAM

Jodie baru hendak memasak ketika suara 

bel pintu Flatnya berbunyi.

"Gibran, tolong lihat siapa yang datang?" teriak Jodie dari dapur.

Gibran yang saat itu kebetulan sedang berdiri di jendela, langsung membukakan pintu di sampingnya. Gibran mendapati seorang laki-laki dengan tubuh jangkung berdiri dihadapannya. Laki-laki itu tersenyum kepadanya. Tapi, siapa dia? Gibran tidak mengenalnya.

"Hai, jagoan? Ibumu ada?" tanya laki-laki itu.

"Mama lagi kerja. Nggak ada di rumah. Cuma ada Tante Jodie," jawabnya polos. Lalu pandangan Gibran kembali beralih pada sebuah bus sekolah di seberang jalan. Juga pada beberapa anak seusianya yang terlihat berebutan turun dari dalam bus itu. Sesuatu yang sejak tadi menarik perhatiannya.

Reyhan hanya ber-oh dalam hati, padahal dia berpikir kalau wanita yang masuk ke dalam rumah ini tadi adalah ibu dari anak ini.

"Siapa yang datang?" suara Jodie kembali terdengar. Dia berjalan menuju pintu masuk.

"Hai, selamat siang." sapa Reyhan dengan senyumnya yang menawan.

Jodie mematung di ambang pintu. Matanya tak lepas dari wajah Reyhan yang berdiri dihadapannya. Jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat. Wajah itu...

Ah, Jodie! Apa yang kamu pikirkan!

Mata Jodie mengerjap cepat dan membuang semua pikiran aneh yang tiba-tiba saja hinggap. Meski dia tidak mau munafik dengan apa yang kini dilihatnya, wajah laki-laki itu, tampan sekali. Seperti bintang film.

"Iya, selamat siang, anda siapa? Ada keperluan apa?" tanya Jodie berusaha lebih tenang.

"Aku Reyhan. Aku datang dari Indonesia. Aku kesini hanya mau memastikan, apa benar kamu kenal dengan wanita di foto ini?" Reyhan menunjukkan sebuah foto pada Jodie.

Jodie mengambil foto itu dari tangan Reyhan. Foto Luwi...

"Ada hubungan apa kamu dengan Luwi?" tanya Jodie, keningnya berkerut samar. Entah mengapa mendengar kata Indonesia Jodie langsung teringat dengan cerita Luwi tentang laki-laki yang sudah menghamili sahabatnya itu. Bukankah laki-laki itu berasal dari Indonesia? Dan itu artinya...

Jangan-jangan... Astaga!

Jodie telah salah paham.

"Oh, jadi lo laki-laki brengsek yang udah membuat hidup sahabat gue berantakan?" maki Jodie. Dia terlihat begitu marah. Dia langsung berkacak pinggang dihadapan Reyhan. Membuat Reyhan bingung.

Apa dia bilang? Laki-laki brengsek? Sepertinya perempuan ini gila? Pikir Reyhan yang langsung melangkah mundur saat Jodie terus melangkah mendekatinya.

Jodie menyuruh Gibran untuk segera masuk ke dalam rumah. Jelas dia tidak mau Gibran tahu bahwa laki-laki dihadapannya sekarang adalah ayah kandungnya.

Laki-laki tidak tahu diri! Setelah bertahun-tahun dia menyia-nyiakan Luwi dan Gibran, sekarang dia datang dengan begitu santainya bahkan masih bisa tersenyum. Laki-laki ini harus diberi pelajaran! Maki Jodie geram dalam hati.

Reyhan hendak bicara tapi dia terlambat!

PLAK!!!

Satu buah tamparan yang begitu keras mendarat di pipi kiri Reyhan. Membuatnya reflek memegang pipinya yang mendadak panas. Reyhan meringis. Dia terus menatap Jodie dengan tatapan heran dan yang pasti dia tidak terima.

Tidak berhenti sampai disitu, kini Jodie malah mengambil sapu yang tergeletak di luar rumahnya dan mulai memukuli Reyhan dengan membabi buta.

"Lo pikir dengan lo datang kesini terus Luwi bakal mau menerima lo dan memaafkan lo gitu aja! Dasar brengsek! Bajingan! Laki-laki sialan!"

"Berhenti dulu! Lo salah paham!" Reyhan mencoba menghindar tapi Jodie terus memukulinya. Hingga Reyhan hanya bisa menangkis pukulan itu dengan ke dua tangannya supaya tidak mengenai kepalanya.

"Gue udah janji sama diri gue sendiri bakal memberi pelajaran sama laki-laki brengsek yang udah menghancurkan hidup Luwi! Lo harus terima ini!" Jodie belum menyerah juga. Dia terus memukuli punggung Reyhan.

"Tolong berhenti dulu! Gue bisa jelasin semuanya! Gue ini Kakaknya Luwi!"

Aktifitas Jodie langsung terhenti.

Hah, Kakak?

Wajahnya mendadak panas.

Jodie malu!

***

Jodie jadi tidak enak hati pada laki-laki yang kini tengah duduk bersamanya di dalam Flat. Dia terus menunduk tanpa berani menatap ke arah Reyhan.

Jodie mencelupkan sebuah handuk ke dalam baskom berisi air dingin dan memerasnya, lalu memberikannya pada Reyhan yang langsung mengambil handuk itu dengan cepat. Ekspresi wajahnya terlihat sangat-sangat jengkel.

Mimpi apa dia semalam? Sial sekali hari ini, harus bertemu dengan wanita aneh yang begitu mudahnya menuduh-nuduh orang tanpa bukti! Maki Reyhan jengkel. Dia benar-benar tidak terima.

Reyhan menempelkan handuk itu pada pelipisnya yang sedikit memar terkena pukulan gagang sapu tadi. Dia kembali meringis.

"Maaf..." ucap Jodie, merasa bersalah. Wajahnya masih tertunduk. Sepertinya dia sangat menyesal.

Reyhan hanya diam. Tanpa sedikitpun menatap ke arah Jodie. Meski setelahnya dia jadi merasa kasihan. Baiklah, Reyhan memang paling tidak bisa membiarkan seorang wanita tersakiti. Diapun akhirnya buka suara, "Udahlah, lupain! Gue kesini cuma mau ketemu Luwi. Ayahnya yang mengutus gue ke sini, buat bawa Luwi pulang ke Indonesia," jelas Reyhan. Dia menaruh handuk di tangannya ke atas meja.

"Luwi kerja di Resto daerah Shaftesbury Avenue, Resto khas Indonesia. Dia bekerja full time dari pagi sampe malem dan belum dapet libur karena dia karyawan baru,"

Jodie membukakan sebuah plester dari dalam kotak P3K. Dia hendak memakaikan plester itu di wajah Reyhan yang luka, tapi Reyhan langsung memundurkan wajahnya, menghindar.

"Tenang aja, gue cuma mau pakein plester ini aja kok! Itu pipi lo berdarah. Takut banget," gerutu Jodie.

Reyhan mengerti hingga dia kembali mendekatkan wajahnya ke arah Jodie. Meski awalnya dia masih trauma berdekatan dengan wanita galak nan buas di sampingnya ini.

Wajah Reyhan yang begitu dekat membuat jantung Jodie kelabakan. Dan sebuah suara yang memanggilnya dari belakang membuatnya terkejut hingga tanpa sengaja dia malah menekan luka di pipi Reyhan dengan sangat kencang.

"Aduh! Lo itu kenapa sih? Jadi cewek kasar banget!" Reyhan meraba pipinya yang berbalut plester. Berharap lukanya tidak semakin parah. Reyhan langsung menggeser posisi duduknya. Lama-lama deket cewek ini bisa-bisa badan gue remuk nanti. Pikir Reyhan membatin. Dia kesal.

"Eh, sorry nggak sengaja. Aduh, Gibran jangan buat Tante kaget dong! Ada apa sih?" Jodie jadi benar-benar tidak enak hati pada Reyhan. Dan semua itu gara-gara Gibran.

"Gibran mau sekolah lagi, Tante. Gibran bosan kalau seharian cuma main sendirian di dalam rumah. Semua teman-teman Gibran sekolah. Dan mereka boleh main keluar sesuka hati mereka, Gibran mau seperti mereka juga. Tolong bilang sama Mama untuk daftarkan Gibran sekolah lagi," wajah Gibran terlihat memelas. Hampir ingin menangis. Membuat dua manusia dewasa dihadapannya merasa kasihan.

"Nanti kita bicarakan kalau Mama pulang ya Gibran?" Jodie menjawab selembut mungkin berharap Gibran bisa mengerti.

"Janji ya Tante?" Ucap Gibran, wajahnya kembali bersinar. Jodie hanya mengangguk dan tersenyum. Bocah itupun langsung berlari kembali ke kamarnya dan kembali sibuk dengan mainan-mainannya.

"Itu anak Luwi?" tanya Reyhan. Matanya masih menatap lekat-lekat wajah anak itu. Rambut hitamnya yang tebal, bibirnya, bentuk wajahnya dan matanya, seolah mengingatkan Reyhan pada wajah seseorang. Meski setelahnya Reyhan langsung menepis pikiran itu. Mungkin hanya perasaannya saja.

"Iya, dia anak Luwi. Dia mengidap kelainan jantung sejak lahir. Jadi nggak boleh terlalu banyak melakukan aktifitas berat. Harus banyak istirahat. Dan lagi, Luwi nggak punya cukup biaya buat melanjutkan sekolah Gibran. Itulah alasannya kenapa Gibran terpaksa putus sekolah," jelas Jodie apa adanya.

Jodiepun menceritakan perihal Luwi yang mengalami kejadian naas satu tahun yang lalu. Saat Luwi dan Gibran hendak pulang ke Indonesia. Tapi di perjalanan Luwi kecopetan. Dimana akhirnya Luwi dan Gibran harus terkatung-katung di jalanan selama beberapa minggu sebab semua aset-aset berharganya hilang karena insiden tersebut. Luwi benar-benar menderita saat itu. Sampai akhirnya Jodie menemukan Luwi menangis di pinggir jalan karena Gibran mulai kehabisan obat dan kejang-kejang. Saat itu kebetulan Luwi hendak mengunjungi Jodie di flat untuk meminta pertolongan tapi sialnya kondisi Gibran tidak memungkinkannya untuk berjalan lebih jauh lagi. Kebetulan saat itu jalanan sedang sepi di malam hari. Jadi tidak ada satupun orang yang menolongnya.

"Jadi mulai saat itu gue sendiri yang memaksa Luwi supaya dia tinggal di flat ini sama Gue. Kebetulan gue tinggal sendirian disini. Jadikan gue nggak kesepian banget. Apalagi ada Gibran. Dia anaknya baik banget. Perhatian banget sama Luwi. Suka nyesek sih kalau liat mereka berdua, makanya gue itu dendam banget sama laki-laki yang udah menghancurkan hidup Luwi. Kata Luwi sih, dia orang indonesia, makanya tadi gue jadi salah sangka sama lo, pas lo bilang, kalau lo dateng dari indonesia," Jodie menghentikan kalimatnya. Dia melirik sekilas ke arah Reyhan, perasaan bersalah kembali merasukinya.

"Sekali lagi, sorry ya..." ucapnya kemudian.

Reyhan tersenyum.

Astaga! Jodie! Jantung lo harus buru-buru di service kayaknya sebelum benar-benar mogok! Senyumnya kok nggak nahan sih, sumpah! Pengen gue cipok bibirnya!

Jodie terus bergumam sendiri di dalam hatinya. Jantungnya masih berdenyut-denyut tak karuan. Membuatnya merasa harus beranjak dari tempatnya duduk sekarang, di samping Reyhan. Secepatnya. Sebelum semuanya terlambat. Pikiran Jodie sudah mengawang kemana-mana. Dan hal ini terjadi bukan tanpa sebab.

Sudah cukup lama Jodie menyandang status jomblo sejak dirinya harus menelan pil pahit ditinggal menikah oleh sang mantan kekasih. Dan sejak saat itu Jodie tidak pernah lagi merasakan belaian seorang laki-laki. Gaya berpacaran Jodie yang kelewat bebas justru membuatnya dipandang sebelah mata oleh laki-laki yang pernah singgah di hatinya. Menjadi teman hidupnya. Hingga kemudian pergi begitu saja tanpa pamit setelah mereka semua berhasil merayu Jodie untuk melakukan hubungan intim dengannya. Meski setelahnya Jodie sendiri menyesalinya. Tapi kembali lagi, pada kebutuhan. Jodie sudah terbiasa melakukan hal itu dan membuatnya seringkali sulit menahan diri untuk tidak mengulanginya lagi.

"Gue masak dulu ya, kalau lo mau tunggu sampai Luwi pulang, ya udah tunggu aja disini,"

Jodie berjalan cepat ke arah dapur.

Reyhan memperhatikan punggung wanita itu.

Dari bodynya sih oke, tinggi, langsing dan badannya juga proporsional. Dan yang jelas dia cantik. Meski sedikit aneh, tapi Reyhan menangkap ada ketulusan dari setiap kata-kata yang di lontarkan wanita itu tadi. Terlebih perhatiannya pada Luwi. Dan hal itu membuat Reyhan kagum pada sosok Jodie.

Tanpa sadar Reyhan tersenyum sendiri. Namun sedetik kemudian dia tersadar saat merasakan kembali nyeri di sekujur tubuhnya karena perlakuan wanita itu.

Reyhan-Reyhan apa sih yang lo pikirin? Cewek galak begitu! Gumamnya kemudian!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status