Jodie baru hendak memasak ketika suara
bel pintu Flatnya berbunyi."Gibran, tolong lihat siapa yang datang?" teriak Jodie dari dapur.
Gibran yang saat itu kebetulan sedang berdiri di jendela, langsung membukakan pintu di sampingnya. Gibran mendapati seorang laki-laki dengan tubuh jangkung berdiri dihadapannya. Laki-laki itu tersenyum kepadanya. Tapi, siapa dia? Gibran tidak mengenalnya.
"Hai, jagoan? Ibumu ada?" tanya laki-laki itu.
"Mama lagi kerja. Nggak ada di rumah. Cuma ada Tante Jodie," jawabnya polos. Lalu pandangan Gibran kembali beralih pada sebuah bus sekolah di seberang jalan. Juga pada beberapa anak seusianya yang terlihat berebutan turun dari dalam bus itu. Sesuatu yang sejak tadi menarik perhatiannya.
Reyhan hanya ber-oh dalam hati, padahal dia berpikir kalau wanita yang masuk ke dalam rumah ini tadi adalah ibu dari anak ini.
"Siapa yang datang?" suara Jodie kembali terdengar. Dia berjalan menuju pintu masuk.
"Hai, selamat siang." sapa Reyhan dengan senyumnya yang menawan.
Jodie mematung di ambang pintu. Matanya tak lepas dari wajah Reyhan yang berdiri dihadapannya. Jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat. Wajah itu...
Ah, Jodie! Apa yang kamu pikirkan!
Mata Jodie mengerjap cepat dan membuang semua pikiran aneh yang tiba-tiba saja hinggap. Meski dia tidak mau munafik dengan apa yang kini dilihatnya, wajah laki-laki itu, tampan sekali. Seperti bintang film.
"Iya, selamat siang, anda siapa? Ada keperluan apa?" tanya Jodie berusaha lebih tenang.
"Aku Reyhan. Aku datang dari Indonesia. Aku kesini hanya mau memastikan, apa benar kamu kenal dengan wanita di foto ini?" Reyhan menunjukkan sebuah foto pada Jodie.
Jodie mengambil foto itu dari tangan Reyhan. Foto Luwi...
"Ada hubungan apa kamu dengan Luwi?" tanya Jodie, keningnya berkerut samar. Entah mengapa mendengar kata Indonesia Jodie langsung teringat dengan cerita Luwi tentang laki-laki yang sudah menghamili sahabatnya itu. Bukankah laki-laki itu berasal dari Indonesia? Dan itu artinya...
Jangan-jangan... Astaga!
Jodie telah salah paham.
"Oh, jadi lo laki-laki brengsek yang udah membuat hidup sahabat gue berantakan?" maki Jodie. Dia terlihat begitu marah. Dia langsung berkacak pinggang dihadapan Reyhan. Membuat Reyhan bingung.
Apa dia bilang? Laki-laki brengsek? Sepertinya perempuan ini gila? Pikir Reyhan yang langsung melangkah mundur saat Jodie terus melangkah mendekatinya.
Jodie menyuruh Gibran untuk segera masuk ke dalam rumah. Jelas dia tidak mau Gibran tahu bahwa laki-laki dihadapannya sekarang adalah ayah kandungnya.
Laki-laki tidak tahu diri! Setelah bertahun-tahun dia menyia-nyiakan Luwi dan Gibran, sekarang dia datang dengan begitu santainya bahkan masih bisa tersenyum. Laki-laki ini harus diberi pelajaran! Maki Jodie geram dalam hati.
Reyhan hendak bicara tapi dia terlambat!
PLAK!!!
Satu buah tamparan yang begitu keras mendarat di pipi kiri Reyhan. Membuatnya reflek memegang pipinya yang mendadak panas. Reyhan meringis. Dia terus menatap Jodie dengan tatapan heran dan yang pasti dia tidak terima.
Tidak berhenti sampai disitu, kini Jodie malah mengambil sapu yang tergeletak di luar rumahnya dan mulai memukuli Reyhan dengan membabi buta.
"Lo pikir dengan lo datang kesini terus Luwi bakal mau menerima lo dan memaafkan lo gitu aja! Dasar brengsek! Bajingan! Laki-laki sialan!"
"Berhenti dulu! Lo salah paham!" Reyhan mencoba menghindar tapi Jodie terus memukulinya. Hingga Reyhan hanya bisa menangkis pukulan itu dengan ke dua tangannya supaya tidak mengenai kepalanya.
"Gue udah janji sama diri gue sendiri bakal memberi pelajaran sama laki-laki brengsek yang udah menghancurkan hidup Luwi! Lo harus terima ini!" Jodie belum menyerah juga. Dia terus memukuli punggung Reyhan.
"Tolong berhenti dulu! Gue bisa jelasin semuanya! Gue ini Kakaknya Luwi!"
Aktifitas Jodie langsung terhenti.
Hah, Kakak?
Wajahnya mendadak panas.
Jodie malu!
***
Jodie jadi tidak enak hati pada laki-laki yang kini tengah duduk bersamanya di dalam Flat. Dia terus menunduk tanpa berani menatap ke arah Reyhan.
Jodie mencelupkan sebuah handuk ke dalam baskom berisi air dingin dan memerasnya, lalu memberikannya pada Reyhan yang langsung mengambil handuk itu dengan cepat. Ekspresi wajahnya terlihat sangat-sangat jengkel.
Mimpi apa dia semalam? Sial sekali hari ini, harus bertemu dengan wanita aneh yang begitu mudahnya menuduh-nuduh orang tanpa bukti! Maki Reyhan jengkel. Dia benar-benar tidak terima.
Reyhan menempelkan handuk itu pada pelipisnya yang sedikit memar terkena pukulan gagang sapu tadi. Dia kembali meringis.
"Maaf..." ucap Jodie, merasa bersalah. Wajahnya masih tertunduk. Sepertinya dia sangat menyesal.
Reyhan hanya diam. Tanpa sedikitpun menatap ke arah Jodie. Meski setelahnya dia jadi merasa kasihan. Baiklah, Reyhan memang paling tidak bisa membiarkan seorang wanita tersakiti. Diapun akhirnya buka suara, "Udahlah, lupain! Gue kesini cuma mau ketemu Luwi. Ayahnya yang mengutus gue ke sini, buat bawa Luwi pulang ke Indonesia," jelas Reyhan. Dia menaruh handuk di tangannya ke atas meja.
"Luwi kerja di Resto daerah Shaftesbury Avenue, Resto khas Indonesia. Dia bekerja full time dari pagi sampe malem dan belum dapet libur karena dia karyawan baru,"
Jodie membukakan sebuah plester dari dalam kotak P3K. Dia hendak memakaikan plester itu di wajah Reyhan yang luka, tapi Reyhan langsung memundurkan wajahnya, menghindar.
"Tenang aja, gue cuma mau pakein plester ini aja kok! Itu pipi lo berdarah. Takut banget," gerutu Jodie.
Reyhan mengerti hingga dia kembali mendekatkan wajahnya ke arah Jodie. Meski awalnya dia masih trauma berdekatan dengan wanita galak nan buas di sampingnya ini.
Wajah Reyhan yang begitu dekat membuat jantung Jodie kelabakan. Dan sebuah suara yang memanggilnya dari belakang membuatnya terkejut hingga tanpa sengaja dia malah menekan luka di pipi Reyhan dengan sangat kencang.
"Aduh! Lo itu kenapa sih? Jadi cewek kasar banget!" Reyhan meraba pipinya yang berbalut plester. Berharap lukanya tidak semakin parah. Reyhan langsung menggeser posisi duduknya. Lama-lama deket cewek ini bisa-bisa badan gue remuk nanti. Pikir Reyhan membatin. Dia kesal.
"Eh, sorry nggak sengaja. Aduh, Gibran jangan buat Tante kaget dong! Ada apa sih?" Jodie jadi benar-benar tidak enak hati pada Reyhan. Dan semua itu gara-gara Gibran.
"Gibran mau sekolah lagi, Tante. Gibran bosan kalau seharian cuma main sendirian di dalam rumah. Semua teman-teman Gibran sekolah. Dan mereka boleh main keluar sesuka hati mereka, Gibran mau seperti mereka juga. Tolong bilang sama Mama untuk daftarkan Gibran sekolah lagi," wajah Gibran terlihat memelas. Hampir ingin menangis. Membuat dua manusia dewasa dihadapannya merasa kasihan.
"Nanti kita bicarakan kalau Mama pulang ya Gibran?" Jodie menjawab selembut mungkin berharap Gibran bisa mengerti.
"Janji ya Tante?" Ucap Gibran, wajahnya kembali bersinar. Jodie hanya mengangguk dan tersenyum. Bocah itupun langsung berlari kembali ke kamarnya dan kembali sibuk dengan mainan-mainannya.
"Itu anak Luwi?" tanya Reyhan. Matanya masih menatap lekat-lekat wajah anak itu. Rambut hitamnya yang tebal, bibirnya, bentuk wajahnya dan matanya, seolah mengingatkan Reyhan pada wajah seseorang. Meski setelahnya Reyhan langsung menepis pikiran itu. Mungkin hanya perasaannya saja.
"Iya, dia anak Luwi. Dia mengidap kelainan jantung sejak lahir. Jadi nggak boleh terlalu banyak melakukan aktifitas berat. Harus banyak istirahat. Dan lagi, Luwi nggak punya cukup biaya buat melanjutkan sekolah Gibran. Itulah alasannya kenapa Gibran terpaksa putus sekolah," jelas Jodie apa adanya.
Jodiepun menceritakan perihal Luwi yang mengalami kejadian naas satu tahun yang lalu. Saat Luwi dan Gibran hendak pulang ke Indonesia. Tapi di perjalanan Luwi kecopetan. Dimana akhirnya Luwi dan Gibran harus terkatung-katung di jalanan selama beberapa minggu sebab semua aset-aset berharganya hilang karena insiden tersebut. Luwi benar-benar menderita saat itu. Sampai akhirnya Jodie menemukan Luwi menangis di pinggir jalan karena Gibran mulai kehabisan obat dan kejang-kejang. Saat itu kebetulan Luwi hendak mengunjungi Jodie di flat untuk meminta pertolongan tapi sialnya kondisi Gibran tidak memungkinkannya untuk berjalan lebih jauh lagi. Kebetulan saat itu jalanan sedang sepi di malam hari. Jadi tidak ada satupun orang yang menolongnya.
"Jadi mulai saat itu gue sendiri yang memaksa Luwi supaya dia tinggal di flat ini sama Gue. Kebetulan gue tinggal sendirian disini. Jadikan gue nggak kesepian banget. Apalagi ada Gibran. Dia anaknya baik banget. Perhatian banget sama Luwi. Suka nyesek sih kalau liat mereka berdua, makanya gue itu dendam banget sama laki-laki yang udah menghancurkan hidup Luwi. Kata Luwi sih, dia orang indonesia, makanya tadi gue jadi salah sangka sama lo, pas lo bilang, kalau lo dateng dari indonesia," Jodie menghentikan kalimatnya. Dia melirik sekilas ke arah Reyhan, perasaan bersalah kembali merasukinya.
"Sekali lagi, sorry ya..." ucapnya kemudian.
Reyhan tersenyum.
Astaga! Jodie! Jantung lo harus buru-buru di service kayaknya sebelum benar-benar mogok! Senyumnya kok nggak nahan sih, sumpah! Pengen gue cipok bibirnya!
Jodie terus bergumam sendiri di dalam hatinya. Jantungnya masih berdenyut-denyut tak karuan. Membuatnya merasa harus beranjak dari tempatnya duduk sekarang, di samping Reyhan. Secepatnya. Sebelum semuanya terlambat. Pikiran Jodie sudah mengawang kemana-mana. Dan hal ini terjadi bukan tanpa sebab.
Sudah cukup lama Jodie menyandang status jomblo sejak dirinya harus menelan pil pahit ditinggal menikah oleh sang mantan kekasih. Dan sejak saat itu Jodie tidak pernah lagi merasakan belaian seorang laki-laki. Gaya berpacaran Jodie yang kelewat bebas justru membuatnya dipandang sebelah mata oleh laki-laki yang pernah singgah di hatinya. Menjadi teman hidupnya. Hingga kemudian pergi begitu saja tanpa pamit setelah mereka semua berhasil merayu Jodie untuk melakukan hubungan intim dengannya. Meski setelahnya Jodie sendiri menyesalinya. Tapi kembali lagi, pada kebutuhan. Jodie sudah terbiasa melakukan hal itu dan membuatnya seringkali sulit menahan diri untuk tidak mengulanginya lagi.
"Gue masak dulu ya, kalau lo mau tunggu sampai Luwi pulang, ya udah tunggu aja disini,"
Jodie berjalan cepat ke arah dapur.
Reyhan memperhatikan punggung wanita itu.
Dari bodynya sih oke, tinggi, langsing dan badannya juga proporsional. Dan yang jelas dia cantik. Meski sedikit aneh, tapi Reyhan menangkap ada ketulusan dari setiap kata-kata yang di lontarkan wanita itu tadi. Terlebih perhatiannya pada Luwi. Dan hal itu membuat Reyhan kagum pada sosok Jodie.
Tanpa sadar Reyhan tersenyum sendiri. Namun sedetik kemudian dia tersadar saat merasakan kembali nyeri di sekujur tubuhnya karena perlakuan wanita itu.
Reyhan-Reyhan apa sih yang lo pikirin? Cewek galak begitu! Gumamnya kemudian!
Reyhan yang seharian itu berada di Flat sempat meminta izin pada Jodie untuk mengajak Gibran bermain di luar. Tentu dengan syarat, Reyhan harus meninggalkan KTP, Paspor, Visa dan dompetnya pada Jodie. Sebab Jodie tidak bodoh untuk percaya begitu saja pada laki-laki asing yang baru dikenalnya."Iya kalau benar orang baik-baik, kalau nyatanya lo itu seorang penculik bagaimana?" Begitulah kiranya yang ada dipikiran Jodie saat itu.Dan hal itu cukup membuat Reyhan tersinggung. Meski pada akhirnya dia menuruti juga persyaratan itu. Reyhan hanya kasihan pada Gibran. Sepertinya bocah itu ingin sekali main di luar.Sekitar dua jam Reyhan mengajak Gibran bermain di luar, mereka kembali dengan setenteng mainan yang dibelikan Reyhan untuk bocah lelaki tampan itu.Sekembalinya Reyhan bersama Gibran, Reyhan sempat menguping pembicaraan Jodie dan seorang wanita di dapur. Sepertinya wanita itu Luwi. Sementara Gibran langsung berlari ke kamar, dia senang sekali hari ini
Reyhan baru saja mendatangi Jodie di kampusnya. Reyhan hanya ingin tahu siapa sebenarnya laki-laki yang bernama Max. Dan ada hubungan apa antara laki-laki itu dengan Luwi?Jodie pun menjelaskan semuanya pada Reyhan, tentang Max.Dan hal itu membuat Reyhan semakin mencemaskan kondisi Luwi."Berapa utang Luwi pada Max?" tanya Reyhan."Lima ribu pound sterling," jawab Jodie, cuek. Matanya kembali menatap sosok laki-laki dikejauhan yang sepertinya tengah berjalan ke arahnya.Reyhan cukup terkejut mendengar nominal itu. Kalau dirupiahkan mungkin sekitar seratus juta. Lalu, dia teringat dengan kata-kata Hardin di bandara saat mengantarnya beberapa bulan yang lalu."Kalau lo butuh sesuatu, langsung kontak gue. Jangan sungkan, gue pasti bantu,"Akhirnya Reyhan menemukan jawaban atas kesulitan adiknya sekarang."Hai Jod?" sapa seb
"Hardin pelan-pelan masukinnya! Kalau kamu kasar begitu tidak akan masuk-masuk jadinya,"Iya sabar, lubangnya kecil sekali,""Ayo cepat, nanti Yumna keburu bangun,""Sabar Trina! kamu sih enak main perintah-perintah, aku yang usaha dari tadi,""Makanya itu kacamatanya di pakai, biar kelihatan,"Hardin mengambil kacamata minusnya dan mulai berkutat kembali dengan kegiatannya."Nahkan masuk juga," ucap Hardin lega. Dia memberikan benang dan jarum yang sudah dia tautkan kepada Katrina.Katrina lan
London, Inggris.Sebuah Restoran yang letaknya di Shaftesbury Avenue London itu terlihat ramai malam ini.Letaknya yang sangat strategis yang berada di pinggir jalan raya membuat resto ini di lalui banyak kendaraan dan banyak orang yang berlalu lalang berjalan kaki di sekitarnya. Mungkin hampir ribuan orang setiap harinya yang melewati kawasan tersebut.Menu yang di hidangkan antara lain mie goreng, satay, soto lamongan, kue dadar dan banyak lagi. Di buat dengan bumbu- bumbu asli indonesia tentunya.Semua staffnya memakai baju batik, termasuk supervisornya. Saat pengunjung sedang menyantap makanan, supervisor atau managernya pasti akan datang menghampiri para pengunjung dan menanyakan review tentang makanan yang di sajikan. Apakah makanannya semuanya ok atau tidak. Seperti halnya di restoran-restoran bagus biasanya.Dan hal itu yang kini tengah di lakukan oleh Mr.William s
London, Inggris.Reyhan berlari tunggang langgang menuju restoran tempat Luwi bekerja. Dia tadi keasyikan bermain dengan Gibran di Flat sampai tidak menyadari kalau Luwi telah menghubunginya sejak tadi.Dia sangat cemas.Karena Luwi mengatakan dalam sebuah pesan singkat yang dikirimnya pada Reyhan beberapa jam tadi, wanita itu bilang, Max kini sedang ada di restorannya dan dia sudah booking restoran itu untuk satu malam. Max mau mengajaknya dinner malam ini. Tapi perasaan Luwi tidak enak. Jadilah dia meminta Reyhan untuk datang ke resto menjemputnya. Dan sialnya Reyhan baru saja membaca pesan itu. Bodoh! Rutuk Reyhan dalam hati, memaki diri sendiri.Hingga akhirnya Reyhan berlari melewati sebuah taman kota di London. Dan matanya tersita pada sesosok tubuh wanita yang sedang berjongkok di tengah taman itu. Kebetulan kondisi taman sedang sepi. Jadi, bola mata Reyhan bisa menangkap dengan jel
Sesampainya di Flat milik Reyhan, Reyhan langsung menyuruh Luwi untuk segera berkemas.Rencananya Reyhan akan langsung membawa Luwi dan Gibran pulang ke Indonesia malam ini juga.Mereka tidak mau ambil resiko lebih jauh lagi. Sebelum Max berhasil menemukan mereka, mereka harus bertindak cepat.Jadilah Luwi menuruti perintah sang Kakak. Mereka berkemas-kemas malam itu."Bangunkan Gibran. Biar aku saja yang bereskan pakaianmu, kamu siapkan keperluan Gibran." ucap Reyhan pada Luwi.Saat sedang mengemas pakaian Gibran, Luwi sempat berpikir sesuatu dan dia langsung menghentikan aktifitasnya sejenak."Tapi, Kak, akukan tidak memiliki KTP, paspor dan Visa, bagaimana aku bisa kembali le Indonesia tanpa itu semua? Sedang aku bisa melamar pekerjaan itupun karena memakai jasa orang dalam. Semua surat-surat berhargaku hilang semua,""Tenang saja. Masalah itu aku sudah
"Kita mau kemana?" tanya Jodie heran. Matanya tak lepas memandang sesosok tubuh laki-laki jangkung dengan sayap indah berwarna putih yang menyatu dengan punggungnya. Seperti seorang malaikat. Meski Jodie sendiri tidak tahu pasti bagaimana wujud asli dari malaikat itu sendiri. Tapi yang jelas Jodie yakin laki-laki ini bukan laki-laki biasa.Laki-laki itu tidak menjawab pertanyaan Jodie, dia hanya tersenyum dengan senyuman yang sangat manis, membuat Jodie terpana. Lalu Jodie merasa tangannya di genggam oleh laki-laki itu, dengan genggaman yang sangat kuat. Lagi-lagi dia mengajak Jodie terbang. Tinggi sekali. Melintasi angkasa, menembus cakrawala, menuju langit ke tujuh. Hingga setelahnya Jodie menemukan dirinya mengawang, bebas di hamparan jagat raya. Bentangannya luas tak terhingga. Bagaikan fatamorgana. Tubuh Jodie melayang di udara. Semuanya terasa ringan. Tak ada kesulitan. Seperti terbebas dari segala beban. Hingga tubuh mereka kembali berdekatan. Laki-
Karpet merah tergelar sepanjang pintu masuk gedung. Disisi kanan dan kirinya berdiri tiang-tiang sebatas pinggang yang saling terhubung satu sama lain. Terhias bunga-bunga cantik berwarna-warni. Serta kain-kain sutra yang menutupinya.Pelataran parkir gedung terlihat ramai malam itu, dipenuhi mobil-mobil mewah para tamu undangan.Di bagian depan gedung terlihat banyak sekali wartawan-wartawan infotainment yang berlalu lalang. Bahkan ada beberapa yang tengah melakukan wawancara dengan beberapa tamu dari kalangan aktris dan aktor terkenal yang datang malam itu.Pernikahan merupakan momen yang spesial bagi setiap pasangan, terlebih bagi para aktris maupun orang-orang terpandang di Indonesia. Untuk memeriahkan hari bahagianya itu, mereka sengajamenggelar pernikahan dengan konsep yang tidak biasa. Hingga berhasil membuat siapapun yang menyaksikannya akan tersenyum takjub.Namun berbeda halnya dengan yang