Satu-satunya hal yang sangat ku nantikan disini adalah senyuman indah milik Baba.
Raut bahagianya membuat seluruh hati ku ikut bahagia.
Ku mohon, jangan rampas itu.
***
"Icèe?" Panggil Baba, aku yang berada dekat perapian bersuhu panas itu menoleh. Mendapati sosok Baba yang semakin ringkih.
Sekarang umur ku sudah menginjak 6 tahun.
Tapi yang hanya bisa ku lakukan adalah menghabiskan uang Baba dengan membeli banyak kayu bakar untuk perapian supaya bisa melelehkan logam.
Aku tahu yang ku lakukan ini adalah sebuah kesalahan.
Tapi dengan diam saja apakah itu dapat membantu Baba?
Jawabannya tidak.
Sempat beberapa kali aku keras kepala dan ikut dengan Baba bekerja. Meski banyak penolakan yang ku dapat tapi ada beberapa orang baik.
Mereka mengizinkan ku untuk bekerja. Hanya sekedar mengangkut barang, terdengar sedikit aneh dan mustahil untuk anak cacat seperti ku. Tapi aku masih punya otak. Aku membuat gerobak kecil yang ku sambung ke papan seluncur untuk mengangkut barang—itu jauh lebih efisien meski kadang mendapati kendala di medan tanah yang kurang rata.
Setidaknya aku berhasil mendapat upah lalu ku berikan ke Baba untuk digunakan nanti.
"Icèe..." panggil Baba lagi.
Ash! Lagi-lagi aku melamun.
Kuperhatikan Baba yang sudah berada dekat dengan ku sambil tersenyum, dia memgambil tangan ku dan memberikan sesuatu.
"Apa ini Baba?" Ucap ku bernada tanya. Dia hanya mengangguk sambil menyuruh ku mencari tau sendiri.
Aku menunduk dan mendapati bendera kecil dengan lambang kekaisaran Rýiat. Dengan cepat aku kembali menatap Baba.
"Perayaan kekaisaran Rýiat?"
Apa malam ini adalah hari perayaan? Kenapa aku lupa.
Lagi-lagi Baba mengangguk. Senyum ku hadir tanpa di pinta.
"Kalau egitu kita halus bersiap Baba!" Ucap ku girang. Ah~ lidah ku terpeleset lagi—entah kapan aku benar-benar bisa fasih berbicara. Padahal ini sudah 5 tahun semenjak tinggal dengan Baba.
Seharusnya paling tidak sudah pandai bicara.
Tapi lupakan itu semua, aku menggerakan papan seluncur menuju lemari. Membukanya dan menarik 1 wadah kaca berisi kepingan logam dengan mata uang kekaisaran.
"Ayo Baba! Kita beli beberapa bahan untuk makan malam nanti?!" Ajak ku.
Baba terkekeh. Dia berjalan pelan dengan senyum cerah menuju arah ku, dengan girang aku letakan wadah kaca itu diatas papan seluncur—tepat di depan paha.
Kami berjalan beriringan menuju luar rumah.
Sepertinya membuat sup sebagai menu makan malam hari akan terasa enak sekali.
Iya seperti itu 'lah pikir sebelum itu semua terjadi.
"Srak~ srak~ " suara putaran roda dari papan seluncur diatas jalan terdengar mengiringi langkah kami. Baba tepat berada disamping. Satu kios terakhir yang kami ingin kunjungi terlihat tak jauh. Buah-buah anggur masih berjejer manis di atas meja, kami mendekati tempat itu. Pemilik kios tersenyum ke arah Baba dan aku—ku balas senyum simpul. "Sore Baba..." sapanya ke Baba. Baba mengangguk. Senyuman khas Baba terlempar dengan mudah untuk menyahuti pemilik kios. Paman Rafež namanya. "Sore paman?!" Aku menyahut lantang. Beliau terkekeh lalu mengelus pucuk kepala ku. "Icèe... benar-benar bekerja dengan baik..." ucap paman Rafež tiba-tiba. Lelaki pemilik kios itu mulai bercerita tentang diri ku yang membantu pekerjaannya dengan baik ke Baba. Pria ini dulunya tidak seramah ini kepada aku, dia menganggap keberadaan ku hanya memberatkan Baba. Aku tahu itu tanpa perlu di jelaskan. Melihat seorang wanita tua yang sudah renta menguru
"Bugh!"Seorang gadis tak sengaja menyenggol tubuh pejalan didepannya. Dia tampak terkejut dan panik"Anu! Maafkan saya?!" Ucapnya spontan. Lelaki yang tak jauh beda usianya itu berbalik badan—mendapati sosok gadis yang masih berkomat-kamit meminta maaf atas tindakan tidak sengajanya.Lelaki dengan mata mirip ruby itu mengangkat tangannya sambil bergerak menyangkal."Ti—Tidak apa..." sahutnya dengan sedikit senyum dipaksakan. Terlihat gadis itu bernapas lega lalu mendongak tepat kearah wajah lelaki didepannya.Maniknya berbinar cerah."Sekali lagi saya minta maaf... ini pertama kalinya saya ke ibu kota, saya sedikit bingung—harus apa..." terang gadis itu sambil menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba terasa gatal."Ah! Perkenalkan nama saya Aliča!"Huwa~Seharusnya kau tidak
"Hosh..." embusan napas Icèe terlihat. Suhu udara berubah drastis. Dia menatap pemandangan dari atas lereng; lautan ganas dengan kepulan awan hitam terlihat. Benar-benar area yang mengerikan.Haha|Benua bagian timur.Sial, baru beberapa hari lalu dia menikmati kehidupan normal tapi semua pemandangan ini mengingatkan dirinya ketika memulai petualangan."Hah~"Rasanya tak masalah bukan? Jika kita mengulang sedikit.Kisah ini?***"ARGHHH!!! HIKS... HIKS..." Icèe benar-benar meraung; tangisan serta air mata tidak bisa di bendung lagi oleh bocah berusia 6 tahun.Tubuh sang Baba masih tergeletak. Beberapa masyarat masih menyaksikan; bahkan ketika para kesatria itu pergi.Luapan berbagai emosi mengisi relung jiwa Icèe. Dia yang cacat ini sungguh menyedih
Benar-benar luar biasa, mungkin itu yang ingin disampaikannya. Tapi sayang kata-kata itu hanya bisa tertelan kembali didalam mulut. Rafeź terkekeh hambar—seakan bertemu cerminan dirinya sendiri. Lelaki itu tahu betapa menakjubkan semua ini, termasuk Icèe."Saya tahu, anda berpikir semua ini luar biasa 'kan Tuan Willis?" Ucap Rafeź pada lelaki dengan notabe pedagang handal sekekaisaran itu. Mereka berdua berdiri cukup jauh dari Icèe. Gadis cilik berumur 7 tahun itu kembali menempa sesuatu didekat tungku pembakaran.Tidak bisa diam.|Rionet Willis benci mengakui itu semua, tapi iya. Dia sudah cukup dibuat kagum saat melihat lengan besi yang nyaris sempurna menyerupai lengan manusia; dan sekarang dia malah melihat sebuah bengkel sederhana yang menyimpan banyak hal-hal luar biasa.Meski itu hanya produk gagal dari Icèe, tetap saja. Ini terlalu menakjubkan untuk disebut sampah.<