Share

Kiki's Journey
Kiki's Journey
Author: Rut Brielle

DIA.

Seorang Pemuda tampan duduk di barisan kedua depan mimbar dalam Gereja.  Aku menghampirinya ketika kebaktian pagi ini usai untuk menyapa.  Senyum tipis masih seperti dulu, terukir manis di bibirnya. 

"Apa kabar?" sapaku lagi sambil duduk di kursi kosong di sebelahnya.

"Selalu baik." Dia membalas dengan tersenyum kearahku.

Sempat beberapa menit kami terdiam, sebelum terdengar lagi Dia berkata,  "Kapan pulang?" tanyanya sambil menoleh.

"Oh, itu ... dua hari lalu," jawabku.  Aku  berusaha tersenyum, meski jelas terasa begitu kaku.

"Aku duluan, bye!" 

Dia mengatakan itu bersamaan dengan berdiri dari tempat duduk dan langsung melangkah keluar,  tanpa menungguku membalas perkataannya. Masih pada posisiku semula, aku menatap punggungnya yang mulai menghilang dari pandangan. Entah kenapa ada rasa sedih di sini, aku menyentuh dadaku sendiri.

***

"So, nggak ada rencana untuk stay di sini dan nggak pergi lagi?" 

     Aku mengangkat kepalaku yang sedari tadi menunduk, memperhatikan biji selasih dalam gelas minuman, saat mendengar pertanyaan itu.  Di depanku, duduk seseorang yang kukenal beberapa bulan ini. Seseorang yang entah bagaimana menjadi dekat dengan tiba-tiba.

    Berawal dari perayaan tahun baruan bersama keluarga. Sosoknya hadir di acara itu. Jujur, aku memang menyukainya sejak pandangan pertama. Kemudian aku tau dari sepupuku, bahwa Dia juga sama. Sejak itu aku selalu kepo menanyakan tentangnya pada sepupuku, yang sudah mengenal dia lebih dulu.

"Belum tau," jawabku, "Kenapa?" 

"Oh ...." Ada sesuatu tersembunyi dari jawaban singkat itu, yang aku rasakan. Sempat terdiam, lalu kemudian lanjut mengobrol lagi. Tak terasa waktu sudah semakin malam, aku memutuskan untuk pulang.

"Aku anter,” ucapnya yang melihatku berdiri dari kursi.

"Gak usah, aku bisa naek kendaraan umum. Lagipula rumahku dekat aja dari sini," ujarku membalas tawarannya itu.

Tanpa berkata-kata lagi, dia berdiri dan meraih tanganku. Membawaku ke tempat motornya diparkirkan tadi.

"Udah malem, aku yang ngajak kamu keluar. Aku juga harus memastikan kamu pulang dengan selamat." Dia mengatakan itu sembari menaiki motor dan mengisyaratkanku untuk duduk di belakangnya.

Setelah sampai di depan rumah, dia pamit dan melaju dengan cepat. Aku belum merasakan perubahannya saat itu. Hingga selesai membersihkan diri sebelum tidur, tak ada kabar apapun darinya di handphoneku.

'Mungkin dia langsung tidur,' gumamku.

Beberapa hari berlalu sejak malam itu. Kabar darinya tak pernah ku dengar lagi, selain dari cerita sepupuku. Aku menebak-nebak, entah pada ucapanku yang mana yang menyinggung perasaannya. Hingga sebuah chat singkatpun tak pernah lagi ada darinya untukku sejak saat itu. Dari Sosial Media yang dia punya, aku mengetahui kabar-kabar terbaru tentang dirinya.

   Bagaimana dia menjalani hari-hari, juga tentang seorang perempuan yang kemudian aku tau telah menjadi kekasihnya kini. Ada rasa iri pada perempuan itu. Sempat aku membayangkan seandainya aku adalah dia. Namun, seiring berjalannya waktu aku bisa menerima kenyataan itu dan mengabaikannya. Tak pernah lagi aku cari tau kabarnya dari manapun juga.

    Setelah dua tahun berlalu, tanpa sengaja aku bertemu lagi dengannya. Tapi sikapnya tadi, terasa masih sama seperti saat waktu terakhir kali bertemu dulu.

"Mikirin apa, Mbak?" 

Aku menoleh ke arah suara yang bertanya padaku. Sepupuku yang cukup dekat denganku selama ini, terlihat berdiri di belakangku dengan menyenderkan badannya pada tembok.  Perlahan dia berjalan ke arahku yang kembali membelakanginya tanpa menjawab.

"Nih,”

Sebungkus rokok putih yang sudah terbuka dengan korek api di atasnya,  disodorkan kearahku.

"Kamu ngerokok? Sejak kapan?"  tanyaku keheranan. Meski kami dekat, tapi kami memang hampir tak pernah bersama. Itu karna aku selalu keluar kota untuk pekerjaanku.

"Udah lama, Mbak diem-diem aja ya. Soalnya gak ada yang tau,” jawabnya sambil cekikikan.

"Mbak tadi ketemu Jinan,” Akhirnya, aku membuka obrolan.

"Ho? Di mana?" 

"Gereja," jawabku.

Angel sepupuku itu terlihat manggut-manggut mendengar ucapanku.

"Terus?" sambungnya,

"Nggak ada, cuma nyapa aja,” jawabku sambil tersenyum kecut.

Angel yang paling tau saat itu, bahkan mengira aku dan Jinan akan menjadi pasangan kemudian. Keluargaku yang juga hadir pada perayaan tahun baru dulu itu, juga sering menggodaku, membuat kami tersipu malu. Bahkan Angel dan sepupuku yang lain, membuat acara nonton film bareng setelahnya. Hanya agar kami memiliki waktu bersama lebih lama lagi malam itu.

     Siapa sangka, semua berakhir sebelum sampai ke tahap lebih dekat. Bahkan aku sendiri masih tak tau penyebabnya hingga saat ini. Di mataku dulu, Jinan sosok yang berwibawa. Dengan tinggi badan 185cm dan berat sekitar 90.  Dia terlihat sangat seksi dengan kaca mata minusnya dan pipinya yang sedikit chubby. Sebagai seorang introvert "Katanya", menurutku, dia cukup terbuka kala itu.

    Embusan napas berat keluar dari mulutku. Beberapa saat tak ada ucapan dari kami berdua. Sebatang rokok menyala di tangan kami, membuat kami asik dengan lamunan sendiri.

"Mbak di cuekin?!"  serunya mengagetkanku tiba-tiba.

"Hahahah ... iya,"

 Masih dengan senyum kecut aku menjawabnya.

"Gak tau, salah apa coba? sampe segitunya,” lanjutku lagi.

Angel manggut-manggut lagi. Gayanya itu membuatku jadi ingin melempar bungkus rokok ke arahnya.

"Dah ah, tidur dulu. Bye!" 

    Aku meninggalkan Angel begitu saja dan tak peduli dengan suaranya yang memanggilku. Sambil berjalan masuk rumah, aku melambaikan tanganku keatas. Di dalam kamar, aku membuka salah satu sosial media di handphoneku sambil tiduran. Di mana dulu aku chatting dengannya di situ. Masih tertinggal jejak obrolan kami dulu. Aku membaca semuanya dari atas sampai akhir.

     Tak kutemukan kata-kata yang janggal atau bisa menyinggung perasaan, dari semua chat yang aku kirimkan padanya. Aku menutup handphoneku dan mulai memikirkannya  lagi. Mengingat kejadian bersamanya hingga yang terakhir kali. 

"Apa, ya?" Aku bangkit dari tempat tidur, menggaruk kepalaku yang tak gatal. Menggeleng beberapa kali. 

"Tau ah, stres gua jadinya!" ucapku sedikit berdesis.

Mendadak aku memalingkan pandanganku pada handphoneku lagi.

"Kenapa gak coba chat dia aja?" 

Aku meraih handphoneku dan membuka lagi aplikasi chat itu.

"Hai ...." ketikku pada kolom chat. Kemudian aku hapus lagi.

"J, apa kabar?" lama aku pandangi tulisan itu, dan urung lagi mengirimkannya. Hapus lagi.

'Ahh, norak! Ngomong apa, donk?' gumamku dengan kesal.

Kembali aku mencoba mengetikkan kata ke kolom chat kosong itu lagi.

"J, lagi ngapain?" 

Suara 'tik tak' dari jarum jam dinding terdengar sangat keras sekali, kali ini. Mungkin hanya perasaanku.

Aku memejamkan mata. Merentangkan tanganku menjauh dari badan, dengan handphone masih kupegang. Kutekan option kirim pada layar handphoneku. Dan, terkirimlah isi chat itu. Aku menjatuhkan handphone dari tanganku ke atas kasur. Kemudian mengambil bantal untuk menutup wajahku keseluruhan. 

"Di balas gak ,ya?" ucapku harap-harap cemas.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kosasih Febrian TattooArtist
salam dari kosasih febrian tattooartist , semoga sukses
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status