Share

7. Dahayu

Dermaga kini dipenuhi oleh tangisan para remaja yang gagal menuju pulau Perguruan Matahari. Kakek Sangkala dan Dahayu semakin gelisah. Mereka masih mencemaskan Bimantara. Mereka masih tidak tahu apakah remaja itu sudah sampai ke pulau itu atau masih sedang berusaha berenang untuk sampai ke sana? Seketika suara terompet terdengar. Kakek Sangkala menoleh ke belakang. Dia kaget saat mendapati dua iring-iringan dari tiga kerajaan Nusantara Timur, Tengah dan Barat baru datang. Orang-orang langsung duduk bersimpuh menyambut kedatangan mereka.

“Hidup, Yang Mulia! Hidup, Yang Mulia!”

“Siapa mereka, Kek?” tanya Dahayu heran pada Kakek Sangkala.

“Kita harus pergi dari sini, mereka adalah pasukan kerajaan Nusantara dari Timur, Tengah dan Barat. Mereka ke sini pasti sedang mengantar para Pangeran untuk memasukkan mereka ke Perguruan Matahari,” jawab Kakek Sangkala pada Dahayu.

Dahayu mengangguk. Mereka berdua meninggalkan Dermaga untuk mencari tempat lain karena Dermaga itu pasti akan didatangi iring-iringan dari dua kerajaan yang baru datang itu.

“Apa mereka akan diantar dengan perahu?” tanya Dahayu heran sambil berjalan meninggalkan Dermaga bersama kakek itu.

“Tidak! Para Pangeran itu juga harus berenang seperti yang lainnya,” jawab Kakek Sangkala.

“Jika para Pangeran gagal bagaimana, Kek?” tanya Dahayu penasaran.

“Pangeran akan dibawa pulang ke kerajaan,” jawab Kakek Sangkala.

Saat mereka sudah tiba di tempat aman. Masih di pinggir lautan. Iring-iringan dari tiga kerjaan yang mengantar tiga Pangeran itu tiba di Dermaga. Mereka membawa kuda kencana yang diiringi para prajurit berkuda. Kakek Sangakala kaget saat melihat tiga Raja turut serta mengantar Pangeran mereka.

“Yang dari Barat adalah Pangeran Pangaraban, yang dari Tengah adalah Pangeran Dawuh dan yang dari Timur adalah Pangeran Sakai,” ucap Kakek pada Dahayu sambil memandang tiga Pangeran yang gagah dan tampan-tampan itu yang sudah bersiap terjun ke laut.

Para warga berdesakan untuk melihat ketiga Pangeran yang akan ikut meramaikan penerimaan murid baru di Perguruan Matahari. Pangeran Pangaraban, Dawuh dan Sakai terlihat sedang bersimpuh pada Raja masing-masing. Suara terompet berbunyi. Setelah itu tiga Pangeran muda itu langsung terjun ke laut bersamaan. Dahayu mendekat ke laut, memperhatikan ketiga Pangeran yang mulai berenang itu. Seketika gelombang laut terlihat besar. Baru saja Pangeran Pangaraban berenang dia langsung dihempas ombak dan dikembalikan oleh laut ke atas Dermaga. Raja dari Nusantara Barat itu tampak murka lalu kembali membawa Pangeran Pangaraban pergi dari sana. Begitu juga yang terjadi pada Pangeran Dawuh, ombak mengembalikannya ke Dermaga hingga terpaksa dipulangkan ke kekerajaan Tengah. Sementara Pangeran Sakai terlihat berenang dengan gagah. Dia mampu menembus gelombang yang kian besar. Masyarakat bersorak kepadanya. Seolah memberikan semangat agar Pangeran Sakai bisa menempuh pulau Perguruan Matahari.

***

Matahari sudah berada tepat di atas kepala. Bimantara tampak lemas dan tidak bertenaga di atas lautan yang mulai tenang. Samar dia melihat Dermaga Perguruan Matahari sudah dekat di matanya. Tongkat itu masih digenggamnya dengan erat. Namun saat dia kembali menggerakkan tangannya, dia mendadak sangat lemas. Kedua tangannya tak mampu lagi dia gerakkan dengan tenaganya. Bimantara terpaksa berhenti dengan lemas. Dia kembali mengambang dengan wajah menghadap langit. Pandangannya sudah mulai kabur. 

Sementara itu, di Dermaga Perguruan Matahari, Lima calon murid yang berhasil tiba disambut dengan meriah oleh pengurus Perguruan Matahari. Mereka semua dikalungkan rangkaian bunga sebagai ucapan selamat dari Perguruan. Adji Darma masih berdiri di sisi Pendekar Tangan Besi.

“Masih tersisa satu calon murid lagi, Tuan Guru,” ucap Tangan Besi sambil memandang ke arah lautan lepas.

Riuh dari para murid Perguruan Matahari terdengar. Adji Darma dan Pendekar Tangan Besi memandang ke arah lautan. Mereka terkejut saat melihat seekor lumba-lumba sedang membawa Pangeran Sakai menuju Dermaga.

“Sepertinya calon murid yang terkahir akan tiba, Tuan Guru,” ucap Pendekar Tangan Besi dengan senang pada Adji Darma.

Adji Darma diam saja. Dan benar saja, Pangeran Sakai diantar dengan selamat menuju Dermaga oleh ikan lumba-lumba itu. Dia disambut dengan meriah oleh para murid di sana. Adji Darma kembali memandangi lautan.

“Matahari belum tenggelam, kita harus tetap menunggu di sini sampai matahari tenggelam” ucap Adji Darma.

“Kenapa Tuan, Guru? Aku yakin tak akan ada murid lagi yang tiba dengan selamat. Jumlahnya sudah tepat, seperti di mimpiku, hanya ada enam murid yang diterima,” ucap Pendekar Tangan Besi.

"Aku tahu setiap mimpimu selalu nyata, tapi bagaimana pun kita harus tetap menunggu sampai matahari tenggelam."

Pendekar Tangan Besi memandangi lautan lepas. Dia tidak menemukan calon murid lagi yang sedang berenang menuju mereka. Sementara itu, Adji Darma melihat ada seorang manusia tengah mengambang di atas permukaan laut tak jauh dari mereka.

“Ada satu yang sedang mengambang di atas laut,” ucap Adji Darma pada Pendekar Tangan Besi dengan cemas.

Pendekar Tangan Besi melihat ke arah sosok tubuh yang mengambang di atas laut itu.

"Sepertinya dia sudah mati, Tuan Guru," sahut Pendekar Tangan Besi.

“Kenapa ombak laut tidak membawanya kembali ke pulau asalnya?” tanya Adji Darma pada Pendekar Tangan Besi.

“Saya tidak tahu, Tuan Guru. Kita lihat saja nanti,” sahut Pendekar Tangan Besi padanya.

Ternyata sosok tubuh yang mengambang di atas laut itu adalah Bimantara. Tongkat masih dalam genggamannya. Dia tampak lemas dan tidak bisa bergerak lagi karena kelelahan berenang dengan tenaganya sendiri. Anehnya Bimantara tidak tenggelam. Dia tetap mengambang di atas lautan dengan wajah menengadah ke atas langit. Bibirnya tampak kering dan pecah. Wajahnya tampak pucat. Seketika pandangan matanya mengabur.

“Apakah aku akan mati?” gumamnya dalam hati. “Bawalah aku ke surga jika memang hari ini takdirku akan mati.”

Tiba-tiba semuanya menjadi gelap.

*** 

Kakek Sangkala dan Dahayu masih berdiri di pinggir laut. Dahayu menoleh pada Kakek Sangkala dengan cemas.

“Gimana keadaan Bimantara sekarang, Kek? Apa dia sudah sampai ke pulai seberang?” tanya Dahayu sekali lagi dengan panik dan cemas.

“Jika Bimantara tidak dikembalikan oleh laut ke sini, itu artinya dia sudah tiba ke pulau seberang atau…”

“Atau apa, Kek?” tanya Dahayu bingung.

“Atau laut telah menelannya,” jawab Kakek Sangkala sedih.

Dahayu terkejut mendengar itu.

“Bukannya yang tidak bisa sampai ke sana akan dikembalikan oleh laut untuk kembali ke sini, Kek?” tanya Dahayu tak percaya.

“Tidak semuanya. Sebagian ada yang ditelan oleh lautan,” jawab Kakek Sangkala.

“Kalau begitu kenapa Kakek biarkan Bimantara mengikuti penerimaan murid baru di Perguruan Matahari?” tanya Dahayu sedikit kesal dan menyayangkannya.

“Karena itu keinginan Bimantara, Dahayu. Kakek sudah lama melarangnya, tapi karena itu keinginannya sejak dahulu, akhirnya kakek biarkan saja. Apapun yang terjadi, meskipun harus mati, Bimantara telah berusaha pada tujuannya dan itu lebih mulia dibanding hidup tidak memiliki keinginan apa-apa. Hanya menjadi pecundang untuk keluarga,” jawab Kakek Sangkala.

Tiba-tiba angin puting beliung datang. Orang-orang di dekat pantai berlarian menjauh dari sana. Kakek Sangkala menarik tangan Dahayu untuk pergi dari sana.

“Ayo kita pergi dari sini sebelum angin puting beliung membawa kita,” pinta Kakek Sangkala dengan panik.

Mereka berdua berlari menjauh dari angin puting beliung yang mulai menyapu Dermaga. Tak berapa lama kemudian angin puting beliung itu menarik Dahayu. Sekuat tenaga Kakek Sangkala memeganginya sambil berpegangan pada batu besar di sana, namun angin yang begitu kencang itu tak kuat ditahan oleh Kakek Sangkala hingga Dahayu tertarik ke atas dan ikut tergulung oleh angin puting beliung yang menggulung besar itu.

“Dahayu! Dahayu!” teriak Kakek Sangkala dengan sedih.

Angin puting beliung itu membawa Dahayu ke tengah lautan. Kakek Sangkala terduduk lemas di atas pasir karena tidak bisa berbuat apa-apa.

"Apa Bimantara sedang marah hingga angin puting beliung itu datang?" tanya Kakek Sangkala dengan cemas dan heran.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Cedar Karamy
Dahayu sengaja dibawa angin buat nyemangatin Bimantara. Atau Dahayu juga bisa jd murid Perguruan Matahari
goodnovel comment avatar
Akhmad Gendut
bagaimanakah perjalanan cita2 Bimantara bisakah diterima atau tidak itu hanya sebuah ke ajaiban yg bisa menentukan ya,terima kasih semoga ceritanya berjalan sesuai dgn yg divita2 kan bimantara
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status