Bab 2
Malam semakin larut. Sementara Airin sudah tertidur di sampingnya, Regan bahkan tak bisa memejamkan mata. Dia masih teringat kata-kata istrinya barusan. Kata-kata yang sebenarnya sudah pernah dikatakan istrinya beberapa minggu yang lalu. Namun, malam ini dia kembali mengulanginya.
Aarrrgggh...
Ini benar-benar gila. Regan tak habis pikir dengan permintaan sang istri. Wanita yang sudah mendampinginya selama belasan tahun itu dengan mudahnya memintanya untuk menikahi Salwa, putri mereka sendiri.
"Menikahlah, Regan. Menikahlah dengan Salwa. Aku tak bisa mempercayai perempuan manapun, kecuali putriku sendiri."
Rasanya Regan ingin gila saja. Menikahi gadis itu adalah hal yang tak terbayangkan sama sekali di otaknya. Dia sudah menganggap Salwa seperti anaknya sendiri.
Salwa memang bukan putri kandung mereka, tetapi belasan tahun hidup dengan gadis kecil yang sekarang sudah beranjak dewasa itu membuatnya tak pernah menganggap Salwa seperti orang lain. Salwa adalah putrinya meskipun tak setetes pun darahnya mengalir ke tubuh gadis itu.
"Kamu boleh minta apapun, Airin. Rumah, apartemen, tanah, saham di perusahaan, belanja barang mewah, semua pasti akan aku kabulkan!" Lelaki itu mencoba mengusir semua galau di hati dengan menggelengkan kepala.
"Tetapi menikahi Salwa?"
Mendadak laki-laki itu tertawa keras. Meskipun gadis itu sudah berumur dua puluh tahun, tetapi ia tetap menganggap Salwa sebagai gadis kecilnya yang manis.
My sweet little girl!
Gadis kecil yang yang dia temui pertama kali berdiri malu-malu di samping mommy Airin-nya. Sepasang bola mungil yang menatapnya sendu saat dia berkata, "I am your daddy, aku adalah daddymu!"
Tanpa sadar laki-laki itu beranjak dari tempat duduknya membuka daun pintu dan kemudian keluar dari kamarnya menuju balkon. Mungkin hembusan dingin angin malam bisa membuat pikirannya sedikit lebih tenang.
*****
Sepeninggal suaminya, Airin langsung membuka mata. Sebenarnya dia tidak benar-benar tertidur. Dia memang mengantuk, tetapi kesadarannya masih tersisa sebagian. Di tengah lelah dan lemah tubuhnya, dia masih sempat mendengar tawa hambar laki-laki itu yang melampiaskan kekesalannya pada permintaannya barusan.
"Andai kau tahu penyakitku, Regan." Airin menggeleng lemah. "Andai kau tahu umurku sudah dihitung oleh dokter...."
Tak terasa air matanya menetes. Bayang-bayang vonis dokter selalu menghantui dirinya setiap hari. Hari demi hari berjalan semakin cepat dan dia tahu waktunya sudah tak banyak.
"Aku hanya ingin Salwa ada yang menjaga. Dia tidak memiliki siapa pun di dunia ini, kecuali aku dan kamu. Aku hanya mempercayaimu untuk menjaga Salwa. Sebaliknya aku hanya mepercayai Salwa yang bisa menggantikanku ketika aku sudah pergi."
Perempuan itu kembali teringat percakapan antara dia dan Salwa beberapa jam yang lalu. Sama seperti halnya Regan, dia pun juga membicarakan hal yang sama.
"Itu tidak mungkin, Mom. Daddy Regan itu papaku. Aku tidak mungkin menikah dengan Daddyku sendiri. Jangan minta yang aneh-aneh, Mom!" sungut Salwa. Gadis itu menatap mommynya yang duduk di sampingnya.
"Daddy Regan itu laki-laki yang baik. Dan ingat, daddy Regan itu daddy angkat kamu. Kalian boleh menikah," bantah Airin. Dia sengaja mengingatkan Salwa akan asal-usulnya.
"Tapi dia adalah suami Mommy! Apa Mommy sudah gila, menjodohkan Salwa dengan suami Mommy sendiri?" Salwa hampir saja memekik tetapi urung saat melihat perubahan di wajah sang mommy dan airmata yang mulai menetes di pipinya.
"Maafkan aku, Mom," sesal Salwa. "Maafkan jika aku terlalu keras dengan Mommy. Tapi demi apapun, aku tidak bisa mengabulkan permintaan Mommy. Mommy bisa meminta apapun kepadaku, bahkan bisa meminta nyawaku sekalipun, tetapi tidak untuk menikah dengan daddy Regan."
"Tak ada seorang wanita pun yang Mommy percaya untuk berbagi suami selain kamu, Nak. Menikahlah dengan daddy Regan," pinta Airin kepada putrinya.
Amanda Salwa Haura, gadis berumur dua puluh tahun itu termangu, tetapi sesaat kemudian dia kembali menatap mommynya.
"Aku tetap tidak bisa, Mom. Please, Mom. Jangan minta yang aneh-aneh dan akan menyakiti hati Mommy sendiri. Sebenarnya apa alasan Mommy menyuruh menikah dengan daddy Regan?" Tiba-tiba gadis itu diselimuti oleh rasa penasaran
Airin terdiam. Sekali lagi, dia tidak mungkin mengatakan hal yang sebenarnya. Suami dan putrinya adalah prioritas, orang yang tidak ingin dia beritahu apapun tentang penyakit yang selama ini menggerogoti tubuhnya.
"Katakan, Mom. Katakan padaku apa yang menjadi alasan Mommy memintaku untuk menikah dengan Daddy?"
Airin berpikir sejenak sebelum akhirnya dia mendapatkan alasan yang masuk akal.
"Kamu ingat dengan Oma Jihan, kan?"
"Oma Jihan?" kening gadis itu berkerut, tapi hanya sedetik. "Iya, Salwa ingat. Akan tetapi, bukannya oma Jihan sekarang tinggal di luar negeri, Mom?"
"Iya, tetapi kamu ingat nggak, apa yang Oma katakan waktu itu kepada Mommy menjelang kepergian beliau ke Singapura?"
Gadis itu nampak termenung. Salwa mengingat-ingat saat itu dia menyertai Mommy dan daddy Regan mengantar Oma Jihan ke bandara. Dia memang mendengar Oma mengucapkan sesuatu hal yang membuat mommynya menangis. Sementara daddynya tak bisa berbuat banyak, hanya bisa merangkul mommynya saja.
"Ya, aku ingat sekarang, Mom. Oma Jihan meminta agar Mommy segera melahirkan seorang cucu untuknya."
Airin tersenyum tipis. "Nah, kamu ingat!"
"Jadi maksud Mommy ...." Salwa mulai bisa menebak maksud dari mommynya.
"Ya, ya," ujar Airin. Netranya menangkap perubahan cepat di wajah putrinya. "Berbaktilah kepada Mommy, Salwa. Menikahlah dengan daddy Regan dan lahirkanlah cucu-cucu Oma Jihan dari rahimmu."
Airin menepuk pundak putrinya dengan lembut.
"Pikirkan itu baik-baik, Nak, karena mommy sangat berharap kepada kamu."
"Tapi, Mom ..." Salwa akan membantah, tetapi urung saat melihat sang Mommy bangkit dari tempat duduknya.
Ingin sekali rasanya Airin memeluk putrinya, tetapi dia tak mau Salwa menjadi gadis yang lemah. Akhirnya dia meninggalkan kamar gadis itu menuju ke kamarnya sendiri.
Lamunan Airin lantas terhenti saat melihat pintu kamar yang terbuka dan sesosok tubuh tengah berdiri di sana. Perempuan itu mengerjapkan matanya berkali-kali, berusaha membuang sisa air mata yang masih menetes.
"Kamu belum tidur, Sayang?" Regan kaget saat melihat sepasang kelopak mata istrinya yang terbuka.
"Aku terbangun lagi." Seulas senyum menutupi kebohongan Airin.
"Senyummu penuh dusta," ucap Regan. Kamu pasti pura-pura tidur ya tadi?"
"Aku tidak pandai berdusta." Perempuan itu mengusap dada sang suami, saat lelaki itu mulai merebahkan tubuhnya di sisinya.
"Tetapi akhir-akhir ini, aku merasa ada banyak hal yang kamu sembunyikan dariku? kenapa Airin?" selidiknya.
"Tidak ada yang aku sembunyikan darimu. Aku hanya memintamu satu hal. Nikahi Salwa secepat mungkin. Kamu bisa memulai pendekatannya mulai besok."
Sebelum Airin kembali berbicara panjang lebar dan mengulangi permintaan gilanya itu, jemari Regan bergerak lebih cepat untuk menutup mulut sang istri.
"Jangan berbicara apapun. Sebaiknya sekarang kita tidur!" tegas Regan.
Bab 3Gadis itu berdecak sebal. Dia benar-benar marah pada dirinya sendiri. Gara-gara tadi malam begadang nonton drakor untuk menghibur diri pasca sang mommy yang meminta dirinya menikah dengan daddy Regan, akhirnya ia justru terlambat bangun.Gadis berumur dua puluh tahun itu mandi dengan terburu-buru, lantas mengenakan pakaian dan berdandan seadanya. Bahkan ia hanya mengikat rambutnya saja, memperlihatkan lehernya yang jenjang. Setelah itu menyambar tas dan ponsel.Untung saja semua bahan kuliah hari ini sudah dia masukkan ke dalam tas, termasuk tugas yang diberikan oleh si dosen killer Bapak Pramono Atmaja, dosen berumur empat puluh lima tahun itu tidak pernah mentolerir siapapun yang terlambat datang dan lalai mengumpulkan tugas.Salwa keluar dari kamarnya kemudian menutup pintu rapat-rapat, lantas menapaki anak tangga dan akhirnya sampai ke ruang makan.
Bab 4"Kamu di mana, Sayang? Kamu beneran mengantar Salwa ke kampus, kan?" Dua pertanyaan sekaligus meluncur manis dari mulut Airin saat panggilannya tersambung."Aku sedang di kantor, Sayang. Iya, tenang saja. Aku sudah antar Salwa ke kampus. Kamu sendiri di mana?" Regan balik bertanya."Ini sedang di butik," jawabnya."Di butik? Memangnya kamu kuat nyetir sendiri? Kamu masih sakit!" Suara Regan mendadak gusar."Aku tidak sakit. Aku hanya kelelahan dan sekarang kondisiku baik-baik saja," bantahnya."Kamu itu sakit, Sayang! Kita ke dokter nanti sore ya. Aku akan bikin janji temu dengan dokter terbaik di kota ini," bujuk Regan."Nggak usah, Sayang. Aku tidak sakit kok!""Kamu ini kenapa? Kenapa setiap kali aku menawarimu untuk memeriksakan kondisi kesehatan mu ke dokter, kamu selalu me
Bab 5"Rin ....""Jangan menangis, Lia. Aku sudah cukup bahagia dengan keadaanku sekarang. Aku mendapatkan seorang laki-laki yang tampan, suami yang menyayangiku dan gadis cantik yang menjadi putriku. Hidupku sudah sempurna, Lia. Jikalau tidak lama lagi aku akan di panggil Tuhan, aku akan pergi dengan damai, karena semua yang kuinginkan di dunia ini sudah terpenuhi.""Kamu terlalu pesimis, Rin. Betapa banyak orang yang menderita penyakit sepertimu, bahkan yang sudah divonis dokter akan meninggal pun masih tetap hidup. Tak ada yang bisa menerka usia seseorang.""Mungkin," sahut Airin. "Namun, sebelum semua kemungkinan itu terjadi, aku harus mempersiapkan segala sesuatunya. Aku tidak mau meninggal dunia dalam keadaan tidak siap.""Aku akan membantumu." Natalia buru-buru mengangguk. Dia tahu tak punya pilihan selain mengabulkan kehendak sahabatnya ini. "Nanti aku a
Bab 6Airin tengah berada di mobil. Sepasang matanya lurus menatap ke depan, mengemudikan kendaraannya dengan tenang. Sikapnya demikian dewasa, nyaris tanpa emosi yang berlebihan. Pembawaan kalem itulah yang dulu membuat seorang Regan Abbasy Ghaisan jatuh cinta kepadanya, meskipun jarak usia keduanya cukup jauh, yaitu delapan tahun.Perempuan ini begitu lincah meliuk-liuk menembus kemacetan jalanan ibukota. Sesekali ia memperlambat laju mobilnya. Dia benar-benar sabar meskipun di jam-jam sibuk seperti ini, segala macam umpatan bisa saja terlontar dari mulut para pengemudi yang tidak sabar ingin segera sampai ke tempat tujuan.Di salah satu perempatan lampu merah, dia menurunkan kaca mobil kemudian melempar pelan uang pecahan dua puluh ribu rupiah kepada seorang pengamen yang tengah bernyanyi di pinggir jalan. Airin hanya tersenyum saat ekor matanya menangkap sang pengamen kecil y
Bab 7"Bagaimana pendapat Daddy?" balas Salwa. Dia menatap daddynya dengan berani."Kalau pendapat kamu sendiri?" Regan balik bertanya sembari terus mengamati perubahan yang mungkin terjadi di wajah little girl-nya itu."Aku tidak tahu." Salwa menggeleng. "Bagiku Daddy adalah ayahku, karena aku tidak tahu siapa orang tuaku yang sebenarnya." Gadis itu menunduk. Ujung jarinya diketuk-ketuk kan ke meja demi meredam kegelisahan di dalam hati.Melihat itu, Regan meraih tangan Salwa dan menciumnya dengan lembut. "Kita sudah dipertemukan oleh takdir. Daddy hanya ingin tahu bagaimana pandanganmu terhadap Daddy. Seperti halnya dirimu, Daddy pun merasakan hal yang sama. Kamu adalah Little Girl-nya Daddy.""Tapi bagaimana dengan mommy?" Matanya menyorot sendu. "Aku paling tidak bisa melihat mommy bersedih apalagi sampai menangis. Mommy bisa meminta apa
Bab 8"Sebaiknya kita makan dulu, Mom," saran Regan yang segera berusaha menetralkan keadaan. Lelaki itu melirik Salwa sekilas.Dia tahu, mommynya akan segera kembali melontarkan kata-kata yang serupa sebelumnya, menyayangkan keputusannya untuk menikahi Airin, wanita single parent yang dianggapnya kaum rendahan."Ada Salwa disini. Jangan sampai little girl-ku mendengar kata-kata menyakitkan dari oma-nya." Regan bermonolog. "Dia masih terlalu kecil untuk mengetahui masalah orang tuanya."Airin dan Salwa saling berpandangan. Mereka kompak menarik kursi, kemudian duduk berdampingan. Sementara Regan duduk bersama ibunya.Airin mengambil piring kemudian mengisinya dengan nasi lalu menyerahkan kepada Regan"Mommy mau aku ambilkan nasi juga?" tawar Airin."Tidak usah! Aku bisa mengambil nasi sendiri." Perempuan tua itu menggeleng.
Bab 9"Salwa yang akan meneruskannya, Mom. Sekarang dia kuliah di fakultas ekonomi dan dia yang akan menjadi pewarisku kelak!""Dia hanya anak angkat!" teriak Jihan. "Dia bukan darah dagingmu!""Dia adalah putriku, my sweet little girl!" Kali ini Regan benar-benar berteriak. "Dia pantas menjadi pewarisku dan aku yang akan turun langsung untuk membimbingnya mengelola RVM grup!""Putri dari negeri antah berantah yang sejak lahir berada di panti asuhan dan tidak tahu siapa orang tua kandungnya, itu yang kamu anggap sebagai putrimu?" Jihan balas berteriak."Cukup, Mom! Seperti apa pun latar belakang Salwa, nyatanya putriku tumbuh menjadi gadis yang cantik dan cerdas. Aku pikir orang tua kandungnya adalah orang-orang yang hebat, meskipun putaran nasib telah membuatnya sejak lahir harus berada di panti asuhan sebelum bertemu diriku!" Suara Airin bergetar. Dia merasakan dadanya mulai sesak. Sebuah lengan kokoh sontak menopang tubuh itu, membuatnya tegak berdiri."Sudahlah, Sayang. Kamu terli
Bab 10Regan mengangkat tubuh Airin dengan lembut, menggendongnya seperti bayi.Airin menyembunyikan wajahnya di dada bidang itu. "Kamu tidak pernah menyakitiku, walaupun hanya sekali. Kamu selalu membuatku bahagia," bisiknya.Mendengar bisikan istrinya, hatinya pedih. Dia tahu, Airin sakit. Akan tetapi, sakit apa? Entah bagaimana lagi caranya untuk membuat sang istri mau memeriksa kesehatannya ke dokter. Airin selalu berkilah, bahwa ia hanya kelelahan.Tak terasa dia sudah sampai di kamar mandi. Lelaki itu meletakkan tubuh istrinya hati-hati di bathtub, kemudian menyalakan kran air, menuang essence oil untuk memberikan aroma harum pada air di dalam bathtub.Regan membiarkan istrinya berendam, sementara dia sendiri keluar dari kamar mandi, melangkah menuju pembaringan. Seperti biasa, dia langsung menarik sprei yang sudah kotor, menaruhnya di keranjang cucian dan mengga