“Arneta! Apa yang kau lakukan?!” mata Elang terbelalak saat melihat siapa yang berani menamparnya dengan tiba-tiba. Wanita cantik berbalut gaun sexy berdiri dihadapan dengan wajah yang penuh amarah.Ada hal yang membuat Elang begitu kesal saat melihat gadis sexy itu menarik lengan seorang wanita yang begitu disayangi oleh Elang.“Makanya aku telpon berkali-kali kamu tidak mengangkatnya. Ternyata kamu sedang asik dengan perempuan lain! Ini dia anak yang Anda banggakan ternyata tukang selingkuh!” gadis yang ternyata adalah tunangan Elang menarik lengan wanita yang melahirkan Elang dan menjatuhkannya di hadapan Elang.“Arneta! Jangan kelewatan!” seru Elang dengan kesal.“Siapapun kamu, tapi tak selayaknya memperlakukan orang yang lebih tua darimu seperti ini!” Zahra terlihat tidak suka dengan sikap gadis itu kepada mantan ibu mertuanya. Dengan sigap diapun membantu sang mantan ibu mertua untuk berdiri.“Ibu tidak apa-apa?” tanya Zahra sembari menggengam jemari sang mantan mertua.“Aku t
2O1.MENGANTAR ZAHRA PULANG“Lang. Apa yang harus Mamah katakan pada Diana!”“Mamah tak perlu mengatakan apapun kepada Tante Diana. Karena Arneta yang memilih untuk melepas cincin dariku!” jawab Elang dengan kesal.“Iya, Nak. Tapi Arneta pasti memutarbalikan fakta, hingga nantinya kamu yang terlihat buruk di mata Diana!”“Aku tak peduli. Mamah tahu sendiri’kan bagaimana tabiat buruk gadis yang dijodohkan denganku? Bagaimana mungkin aku bisa hidup dengan wanita seperti dia? Selama ini aku hanya menghormati Mamah. Dan Mamah pasti tahu jika aku tak bisa menolak apapun keinginan Mamah.”“Benarkah, Nak? jadi kau terpaksa menerima Arneta hanya demi Mamah? Kau sama sekali tak mencintainya?” tanya Widya dengan serius. Dia merasa sangat bersalah.“Iya! Aku tak pernah mencintainya. Bahkan aku sangat tersiksa menjalani hubungan dengan wanita yang sangat manja dan kekanakan seperti dia! Semua aku lakukan demi Mamah dan juga Papah!”“Betapa bodohnya Aku yang tak bisa membaca perasaanmu. Maafkan Mam
Tak menyangka kerinduan kepada sang mantan telah terobati dengan pertemuan yang tak terduga, justru menjadi bumerang untuknya. Percikkan bara api dalam dada tak bisa terhindarkan karena penghinaan perempuan tadi.“Tapi kenapa aku tak boleh menemuimu?” tanya Elang.Zahra menarik napas panjang seraya memejamkan mata. Dengan sigap dia menghapus air mata yang menetes di pipi.“Kenapa kau tak mau menatapku? Apa kau takut jatuh cinta lagi kepadaku?”“Elang! Aku ...” “Maafkan aku jika aku sudah membuat kesalahan terhadapmu. Aku juga tak menyangka jika Arneta tahu keberadaanku dan nekad datang ke sini!”“Aku tidak mau disebut sebagai perebut calon suami orang. Dan kau dengar sendiri’kan kalau calon istrimu itu sudah merendahkanku dengan menyebutku sebagai perawan tua! Bahkan kau juga membiarkan dia menghinaku tanpa kau menjelaskan duduk persoalannya!”“Penjelasan apa yang kau inginkan? Mengakui jika aku masih mencintaimu, itu maumu?” tanya Elang dengan lembut. Walaupun suaranya terdengar lem
Sepertinya alasan aku akan menikah dengan Mas Budi, lebih tepat dan pasti membuat Elang menjauhiku. Ya Tuhan. Kenapa memikirkan Elang akan menjauh dariku membuat hatiku teriris. Beri hamba kekuatan Ya Alloh.“Kenapa kau diam?” pertanyaan Elang membuat Zahra tersentak dan membuyarkan lamunan.“Baiklah. Kau ingin aku memberikan satu alasan, bukan? Aku akan penuhi permintaanmu. Dan berjanjilah untuk tak menemuiku lagi setelah ini!”“Oke! Aku janji!” Elang menatap fokus ke arah sang mantan sembari menebak-nebak jawaban apa yang akan diberikan kepadanya.“Dengar baik-baik. Aku akan ...” sejenak Zahra menghentikan ucapannya. Kembali dia menarik napas dalam dan menghirup oksigen sebanyak-banyaknya untuk mengurangi sesaknya dada.Sangat berat untuk berpisah dengan pria yang masih sangat dicintainya. Namun jika mengingat penghinaan calon istri Elang, kembali membuat meradang dan membulatkan hati untuk menjauh dari Elang.“Kenapa berhenti, Sayang? Apa kau tak sanggup untuk berpisah dariku?”Kem
Elang masuk ke dalam mobil dan menumpahkan kesedihan dalam rengkuhan sang bundan.“Mamah!” Elang menghambur ke pelukan wanita yang melahirkannya.“Kau kenapa, Nak?” Widya terlihat panik. Tak biasanya dia melihat putranya menangis tersedu. Dengan penuh kasih sayang, dia pun mengusap-usap kepala putra tercinta.“Aku sudah benar-benar kehilangan Zahra! kami tak mungkin lagi bersatu!” Elang melonggarkan pelukannya.“Kenapa bisa begitu?” widya mengusap air mata sang putra dengan penuh kasih sayang.“Zahra akan menikah dengan Budi. Aku benar-benar tak bisa kehilangan dia. Aku gak kuat, Mah jika melihat mereka menikah. Aku takkan sanggup!” kembali Elang menghambur ke pelukan sang bunda untuk menumpahkan kesedihan yang terasa menghimpit dadanya.“Sabar, Sayang. Kau harus terima kenyataan. Insya Alloh, kau pasti akan menemukan pengganti sebaik Zahra. Mamah yakin itu!”Widya berusaha menguatkan sang putra. Dia ikut merasakan kesedihan putranya. Namun kali ini dia tak mampu untuk membantunya. In
Budi datang ke kediaman Zahra dan disambut dengan hangat oleh kedua orangtuanya. Mereka menikmati makan malam dengan gembira. Sesekali disertai dengan canda dan tawa.Setelah selesai merekapun pergi ke ruang keluarga untuk membicarakan tentang jawaban dari lamaran Budi.“Nak, Budi!” Ayah Zahra memulai pembicaraan.“Iya, Pak.” Jawab Budi dengan gugup dan gelisah. Dia mengusap peluh yang membasahi wajah dengan tiba-tiba. Bahkan degup jantungnyapun berdetak lebih kencang.“Apa benar ... ““Maaf, Ayah. Apa boleh kalau aku bicara dulu dengan Mas Budi sebentar saja?” Zahra memottong pembicaraan ayahnya. Dia ingin membicarakan dulu sesuatu yang ada hubungannya dengan lamaran Budi.“Bolah, Nak. Silakan.”“Terimakasih, Ayah. Ayo, Mas. Kita duduk di teras saja!” ajak Zahra kepada Budi.“Baiklah. Permisi, Pak.” Budi berpamitan kepada ayah Zahra.“Silakan!”Keduanya pun berjalan menuju teras.“Silakan duduk!” Zahra mempersilahkan budi untuk duduk di kursi yang ada di teras.Keduanya duduk bersebe
“Budi! Apa yang kalian tadi bicarakan?!” Istri mustafa terlihat cemas saat melihat putri dan calon menantunya seperti tak bahagia.“Tidak apa-apa, Bu. Semuanya baik-baik saja. Dan semua keputusan ada pada Mas Budi atas syarat yang sudah aku ajukan tadi!” jawab Zahra untuk menenangkan orangtuanya. Dia berusaha untuk menata hati yang tak bisa merespon rasa gembira yang ingin ditunjukkan. Semua karena memang tak ada rasa bahagia dari dalam hatinya.“I-iya, Bu. Semua baik-baik saja!” jawab Budi dengan gugup.“Syukurlah. Lalu bagaimana selanjutnya?” tanya Mustafa yang terlihat lega. Pria paruh baya itu sedikit mengulas senyum pada bibirnya.“Begini. Keinginan Zahra adalah ... “ sejenak Budi menghentikan ucapannya. Kemudian menatap ke arah sang pujaan hati. Dan di saat yang bersamaan, Zahra juga tengah menatap tajam ke arah Budi. Pria tampan itu tahu apa arti dari sorot mata itu.‘Apa yang diinginkan oleh putriku, Nak Budi?” Mustafa mulai merasa tidak enak dan mendesak Budi dengan pertanyaa
“Ada perlu apa kau mengundangku?!” tanya Elang kepada Budi yang sudah menunggunya di salah satu ruangan VIP di sebuah restoran ternama.“Silakan duduk. Terima kasih kau sudah memenuhi undanganku!” Budi mempersilakan Elang untuk duduk di bangku yang sudah dipersiapkan khusus untuknya.Seorang pelayan restoran menarik kursi untuk Elang.“Aku tak punya waktu banyak. Jadi langsung saja ke pokok pembicaraan.” “Apa kau mau memesan makanan atau ...”“Tidak! aku sudah kenyang!” Elang memutus ucapan Budi. Dia ingin segera mengetahui apa maksud Budi mengundangnya kemari.“Elang. Sekali lagi, aku mengucapkan terimakasih atas semua kebaikanmu terhadapku.”“Apa kau mengundangku hanya untuk masalah itu?! bukankah aku sudah bilang jangan pernah mengungkit hal itu! aku tak mau ada orang lain yang tahu. Kau tahu’kan kalau aku ikhlas melakukannya demi Zahra! jadi jangan pernah membicarakan hal itu lagi. Kau mengerti?!”“Oke. Aku mengerti! Baiklah. Aku ingin bertanya. Apa kau ... pernah bertemu Zahra