Demi membalas budi, dr. zahra rela menjalani pernikahan yang tak sewajarnya. Tanpa cinta dan dengan perjanjian tertentu. Walau Zahra tahu pria yang akan dinikahinya sangat angkuh dan selalu memandang rendah terhadap dirinya. Sanggupkah sang dokter muda merubah benci menjadi cinta. Apalagi sang suami juga menikahi kekasihnya. Kecerdasan yang dimiliki membuatnya tak mudah menyerah. Hingga pada saat Zahra memutuskan untuk berpisah, sang suami mulai jatuh cinta dan merasa malu saat tahu profesi istri yang selalu direndahkan. Elang Langit Ramadan. Kenapa rasa ini harus datang terlambat. Wanita yang selalu kurendahkan, ternyata punya profesi yang membanggakan. Aku malu pada diri sendiri. Tapi cinta dalam dada, membawa diri ini untuk berjuang mendapatkan hati bak permata. Akankah cinta keduanya menyatu. Lalu bagaimana hubungan Zahra dengan kekasih yang juga berprofesi sama dan sudah menjalin hubungan selama tujuh tahun.
Lihat lebih banyak“Jangan paksa aku untuk menikahi gadis itu, Pah!”
“Baiklah! Kalau kau tidak mau, biar Papah saja yang menikahinya!”
*******
“Aku tidak mau menikahi gadis miskin seperti dia! Apa kata orang nanti. Mereka akan berpikir kalau aku tak becus mencari istri! Aku seorang direktur, Pah! Begitu banyak wanita cantik yang mau aku jadikan istri!”
Braak. Elang Langit ramadan mengebrak meja dengan keras. Pria berusia tiga puluh tahun itu menolak mentah-mentah permintaan papahnya.
“Hanya kamu yang bisa menolong dia dari lintah darat itu! Lihat bagaimana keadaannya? Dia hampir saja jadi korbannya! Setidaknya, dia harus mendapatkan perlindungan sementara waktu sampai hutang-hutang ayahnya lunas!”
“Tidak bisa! kalau papah mau menolongnya, beri saja dia uang. Bereskan!”
‘Tidak semudah itu, Lang. Pria itu mengincar Zahra, kalau tidak ada yang menikahinya,”
“Papah tidak usah terlalu banyak alasan! Pokoknya mamah juga tidak setuju kalau Elang harus menikah dengan perempuan itu! Lagi pula siapa dia sehingga Papah terlalu bernafsu untuk menikahkannya dengan putraku satu-satunya!”
“Dia itu anak sahabat papah. Papah punya hutang budi kepadanya. Saat ini papah ingin membalas kebaikannya.”
“Itu urusan papah. Kenapa jadi Elang yang harus menanggungnya!”
“Iya. Papah tanggung saja sendiri. Jangan bawa-bawa putraku satu-satunya! Dia pengusaha sukses dan bisa mencari wanita yang selevel dengannya. Bukan gadis miskin itu!” Widya menunjuk wajah Zahra.
Mulut anak dan ibu sama pedasnya. Keduanya sama-sama sombong dan tak bisa menghargai orang lain.
Sesaat Baskoro terdiam. Dia merasa gagal mendidik putra dan istrinya. Walaupun Elang berhasil menjadi putra yang membanggakan, akan tetapi sikap angkuhnya, sangat tidak disukai.
Dokter Zahra Ramadani hanya terdiam. Dalam hati dia sangat gerah dengan sikap dari keluarga orang yang banyak membantu biaya kuliahnya.
“Kalau saja bukan karena keinginan Pak Baskoro, Aku juga tidak mau berpura-pura jadi orang bodoh dan mendapat hinaan dari anak dan istri Pak Baskoro.” Zahra bermonolog dalam hati.
Namun hidup adalah pilihan. Zahra tidak bisa mundur dari perjanjian. Inilah pilihan hidupnya. Menikahi pria yang belum dikenal sebelumnya. Pria dengan sifat angkuh yang sangat tidak disukai olehnya.
“Baiklah. Aku mengalah dan tidak akan memaksamu, Elang!”
“Baguslah. Itu membuat hidupku tenang.” Elang menenteng tas kerjanya dan menaiki anak tangga satu persatu menuju kamar.
“Makanya kalau mau merencanakan sesuatu itu pikir dulu!” Istri baskoro tersenyum sinis dan berlalu menyusul putranya. Ibu dan anak punya sifat yang sama. Selalu memandang orang hanya dari status sosial saja.
“Elang! Widya, Tunggu! Aku belum selesai bicara!” Baskoro menghentikan keduanya. Dia bangkit dan menatap punggung anak dan istrinya.
Langkah keduanya terhenti. Sesaat kemudian, mereka membalikkan badan secara bersama.
“Apa lagi, Pah?”
“Papah tidak akan memaksamu. Tapi papahlah yang akan menikahi Zahra!”
Duarr. Pernyataan Baskoro bagai suara petir di siang bolong. Benar-benar mengagetkan. Bukan hanya Istri dan anaknya yang terkejut, Zahra juga tidak menyangka dengan apa yang baru saja keluar dari mulut sahabat ayahnya.
“Pak Baskoro mau menikahi saya?! Tapi ini di luar dari per ....”
“Kau diamlah Zahra! Ini urusanku dengan anak dan istriku.”
“Pah! Apa papah sadar mengucapkan itu?!” Rahang pria tampan itu mengeras. Amarah jelas terlukis pada wajahnya.
“Papah sadar Elang.’
“Papah ngomong apa sih?! kenapa juga harus memaksakan diri!” Widya turun dan mendekat ke arah suaminya. Dia memukuli tubuh pria paruh baya itu.
“Apa belum cukup kau menghianatiku sampai lahir Yunus anakmu si pembawa sial itu!”
“Diam Widya! Jangan terus menghinanya! Dia juga anakku dan punya hak yang sama seperti Elang!”
‘Kau memang tidak pernah berubah!” Widya memukuli dada suaminya sembari menangis. Baskoro hanya terdiam tanpa mau menanggapi kekesalan istrinya.
Dulu wanita ini begitu penurut dan berbakti kepada suami. Namun setelah penghianatan Baskoro dia berubah seratus delapan puluh derajat. Hingga saat ini selalu terjadi kekacauan di rumah. Saat hubungan suami istri sudah tidak harmonis, akan selalu terjadi masalah. Saat sudah tidak selaras, kerikil tajam akan menerpa kehidupan.
Baskoro ingin semua kembali seperti dulu. Rumah tangga yang tentram dan damai. Walau rasanya sangat sulit. Widya selalu mendominasi. Bahkan dia selalu mempengaruhi Elang dengan pengaruh yang buruk. Anak itu sebenarnya baik, tapi hanya karena sang bunda yang salah mendidik, hingga dia menjadi pribadi yang sombong dan tak kenal ampun.
“Widya! Suka tidak suka, Kau harus bisa menerima keputusanku! Ayo Zahra, Kita pergi!” Zahra menarik tangan Zahra dan membawanya keluar.
“Papah Tunggu!” Widya berusaha menyusul suaminya. Tapi lengannya dicekal oleh Elang. Dia tidak rela kalau wanita yang telah melahirkannya terus mengejar lelaki yang sudah jelas menghianatinya. Entah terbuat dari apa pria yang disebut sebagai ayahnya itu. Hubungan Elang dan ayahnya memang tidak baik. Selalu saja ada perdebatan di antara keduanya.
Baskoro menggandeng lengan Zahra dan membawa gadis itu pergi. Walau masih dipenuhi oleh tanda tanya, tetap saja dia mengikuti kemana Baskoro melangkah. Gadis itu tetap percaya kepada pria baik ini. Dia tidak akan mungkin menghianati kepercayaannya.
Sementara, istri Baskoro sedang menangis di pelukan putranya. Dia tak menyangka kalau suaminya akan menghianati untuk yang kedua kalinya. Dia sangat mencintai suaminya dan tak ingin diduakan. Bagaimanapun caranya dia harus menggagalkan rencana gila suaminya untuk menikahi gadis bodoh itu.
“Elang. Apa kau betul-betul sayang sama Mamah, Nak?” Widya menatap putra semata wayangnya dengan penuh harap.
“Kenapa Mamah bertanya seperti itu? Apa Mamah meragukanku?”
‘Tidak, Nak. Mamah percaya. Tapi ... maukah kau melakukan sesuatu untuk Mamah? Berkorban demi Mamah?”
“Tentu. Apa yang mamah inginkan, pasti aku penuhi. Katakanlah!”
Widya memejamkan mata sejenak sembari menghela nafas dan menghembuskannya perlahan. Dia tahu keputusan cepat yang akan di ambil pasti membuat putranya marah. Dia pasti akan menolak mentah-mentah keinginannya. Tapi tak ada cara lain. Hanya ini satu-satunya cara untuk bisa menggagalkan rencana sang suami menikahi gadis itu. Semoga saja Elang menyetujuinya.
“Lia?! Apa kabar?”“Alhamdulillah baik, Mbak!”Keduanya berpelukan dengan erat. Terpancar sinar kebahagiaan dari wajah wanita berhijab itu.“Silakan duduk.” Zahra menarik bangku untuk tamu specialnya.“Terimakasih, Mbak.”“Iya. Sama-sama.”Kemudian Zahra mengambil tempat duduk di seberang. Kini keduanya saling berhadapan.“Oh, ya. Kamu mau pesan apa?” Zahra memberikan buku menu kepada Lia.“Avocado juice sama manggo and banana smoothies.” Jawab Lia sembari mendorong perlahan buku menu tanpa membacanya.“Oke. Untuk makan siangnya kamu mau pesan apa?”“Itu saja sudah cukup, Mbak. Bagiku itu sudah menjadi menu untuk makan siangku.”“Apa kau tidak makan nasi?’ Zahra bertanya penuh selidik sembari menatap tubuh Lia dari ujung kepala hingga ujung kaki. Body yang sangat sempurna dan ideal. Wajahnya juga terlihat bersih dan cerah.“Aku lagi mengurangi karbo, Mbak. Sudah lama tidak makan nasi. Semenjak Mas Budi ketahuan ada benjolan di kepala dan juga riwayat diabetes dan hipertensi dari almar
Elang terperanjat. Pria itu tak mengira jika akan mendapat pertanyaan yang begitu menohok. Sesaat hanya bisa terdiam. Mengenang masa itu hanya akan membuat luka lama yang sudah terkubur, kembali terbuka.“Kenapa diam?!” pertanyaan sang istri membuyarkan lamunan.“Tidak ada apa-apa di antara kami. Yang aku tahu dia itu adiknya Budi. Betul’kan?” Elang berkilah. Dia berusaha untuk menghindar dari pertanyaan.“Itu benar. Yang aku tanyakan hubungan di antara kalian!” Zahra mempertegas pertanyannya.Elang menarik napas dalam. Dadanya terasa sesak seolah tak ada oksigen yang masuk ke dalam organ pernafasannya.“Sudahlah. Aku mau mandi dulu!” Elang menepuk pipi sang istri dengan lembut dan senyum yang sedikit dipaksakan.“Elang! Jangan menghindar! Jujurlah dan jawab pertanyaanku!” Zahra mencekal pergelangan tangan suaminya dengan sedikit meninggikan ucapan.“Aku sudah menjawabnya! Apa lagi yang harus dijawab!” Elang mengibaskan tangannya dengan kasar hingga terlepas dari genggaman tangan sang
Gadis berparas ayu nan anggun itu menghentikan langkah saat mendengar seseorang yang memanggil namanya. Kini tatapan matanya tertuju ke arah suara yang memanggilnya. Sejenak mengamati wajah Zahra yang kini semakin pucat dan tirus. “Mbak Zahra?!”“Iya. Kau masih mengenaliku, Lia?” tanya Zahra dengan wajah berbinar.“Tentu saja. Apa kabar, Mbak?”“Kabar baik. Kamu sendiri bagaimana?”“Alhamdulillah, aku baik-baik saja. Mmm ... sepertinya Mbak terlihat lebih langsing. Dan membuatku hampir saja tak mengenali Mbak.” Gadis cantik itu ternyata bukan hanya cantik pada parasnya saja. Melainkan juga mempunyai sopan santun dan etika yang baik. Walau dari melihat fisiknya saja dia tahu jika wanita di hadapannya sedang tidak baik-baik saja. Namun ucapannya tidak menyinggung perasaan.“Bilang saja kurus kering, karena tubuhku ini sedang digerogoti oleh penyakit yang berbahaya,” jawab Zahra dengan tersenyum kecut. Ada rasa nyeri yang berarang di dada.Zahra tahu jika Lia tak ingin menyakiti perasaan
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu kepadamu, Elang! Aku yang sekarang bukan lagi istri yang bisa kau banggakan. Aku kini penyakitan dan tidak cantik lagi. Bahkan nanti setelah kemoterapy, rambutku akan mengalami kerontokan. Aku takkan cantik lagi. Dan aku yakin kau akan jijik denganku dan pasti meninggalkanku. Setidaknya jika kau menikah sekarang, aku takkan lebih sakit hati jika masa itu datang. Aku tak mau kau meninggalkanku di saat aku terpuruk.” Zahra menangis terisak. Dia tak sanggup lagi membayangkan jika lelaki yang dicinta akan pergi meninggalkannya.Elang mendekap sang istri dan mengecup puncak kepalanya.“Sayang, aku berjanji kepadamu kalau aku takkan pernah meninggalkanmu dalam keadaan apapun. Hanya maut yang dapat memisahkan kita. Aku mohon percayalah padaku, Sayang.”Zahra semakin terisak. Dalam pelukan lelakinya dia menumpahkan segala kesedihan dan rasa takut. “Aku takut kalau aku akan meninggal, Lang!”“Istighfar. Semua makhluk bernyawa pasti akan pergi meninggal
Zahra dan suami selesai menunaikan ibadah sholat tahajud. Keduanya memanjatkan do’a kepada sang pencipta.Elang berdo’a untuk kesembuhan sang istri tercinta. Hanya itu harapan terbesar satu-satunya untuk saat ini. Tak ada keinginan lain selain kesembuhan sang bidadari.Zahra pun sama khusyuknya dalam berdo’a. Do’a yang dipanjatkan tak hanya untuk dirinya sendiri. Tak lupa pula dia memohon kepada sang pencipta untuk kebahagiaan suaminya. Terutama dengan syarat yang akan diajukan olehnya untuk sang suami.Zahra sudah memikirkan matang tentang rencananya. Setelah melalui pemikiran panjang, keputusan terberat harus di ambil demi sang suami. Semoga saja ini yang terbaik untuk semuanya.“Sayang. Apa kau sudah selesai berdo’a?” pertanyaan Elang membuat Zahra terkejut.“Sudah,” jawab Zahra dengan gugup sembari mengecup punggung tangan suaminya.“Apa kau akan membicarakan syarat yang kau ajukan sekarang atau nanti?’ Elang menembak langsung dengan pertanyaan. Dia memang tak bisa berbasa-basi da
Elang berdo’a dengan begitu khusyuk. Dia sangat berharap jika Tuhan mengabulkan do’a untuk kesembuhan istrinya. Di setiap rintihan do’a tiada henti menyebut nama istri tercinta.Dalam jarak yang tak terlalu jauh, sayup terdengar suara seorang pria yang cukup familiar di telinga Elang. Do’a yang dipanjatkan begitu tulus dan menggugah jiwa.Elang menajamkan telinga untuk mendengar do’a yang membuatnya larut dalam kesedihan. Do’a seorang ayah yang berharap untuk kesembuhan putrinya.“Ya. Alloh. Hamba mohon berikanlah kesembuhan untuk putri hamba. Dia adalah separuh dari nyawa yang ada dalam raga ini. Hamba tak sanggup melihat putri hamba menderita. Jika Engkau berkenan, Hamba bersedia menukar nyawa hamba demi kesembuhannya. Hamba ikhlas Ya Alloh. Hamba ikhlas.” Suara pria itu bergetar dalam isak tangis. Dia pun bersujud dan menumpahkan kesedihan di atas sajadah yang membentang.Elang terkejut mendengar do’a dari insan yang penuh harap. Dia menyadari jika suara itu milik ayah mertuanya. K
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen