Share

Ziya Pingsan

Semalaman Ziya tidak bisa tidur karena memikirkan akan berjualan apa. Mendadak ide berjualan kue Donat langsung ada dipikirannya.

“Oke, aku akan jualan kue Donat.”  Berseru dalam hati.

Tidak lama terdengar suara rengekkan Tegar. Dan ini yang ke lima kalinya bayi itu merengek. Setelah sebelumnya haus dan pampersnya yang minta diganti karena sudah penuh. Dengan cekatan Ziya mengecek apa yang terjadi dengan keponakannya itu. Melihat pampersnya masih kering, dia buru-buru membuatkan susu dan ternyata memang dia sedang menginginkan susu.

Susu sudah habis tapi Tegar masih belum tenang. Terpaksa Ziya bangun, melihat jam di dinding juga sudah mau Subuh. Ziya mengendongnya dan membawa ke teras depan. Perlahan matanya terbuka dan mulutnya yang mungil itu beberapa kali menguap.

“Mungkin dia masih mengantuk dan minta digendong,” suara Bu Dewi sudah berada di samping Ziya yang melihat Tegar yang kemudian membelai pipinya.

“Bu ... sudah lama?”

“Tidak barusan karena mendengar tangisan Tegar,” ujar Bu Dewi.

Ziya mencoba membuka matanya lebih lebar karena tiba-tiba dia merasa ngantuk mulai menyerangnya. Tanpa Ziya sadari Bu Dewi selalu melihat ke arahnya.

“Kamu kurang tidur, Ziya?”

Ziya menoleh pada Bu Dewi seraya tersenyum simpul karena tidak bisa menyembunyikan kantuknya.

“Semalam aku lagi mikirin jualan apa dan sekarang ngantuk,” kekehan kecil keluar dari bibir tipisnya.

“Jadi jualannya?” Bu Dewi mengulangi ucapan Ziya.

Ziya tersenyum seraya menganggukan kepalanya. “Aku mau jualan kue Donat Bu.”

Meski Bu Dewi tidak setuju dengan rencana Ziya, tapi tidak ada yang bisa dilakukannya untuk saat ini kecuali membiarkan Ziya melakukan semaunya sendiri.

“Ya sudah, kamu istirahat dulu. Tegar biar Ibu yang gendong sambil nunggu Subuh!”

Tanpa bertanya lagi Ziya memberikan Tegar sama Bu Dewi, dan di merebahkan dirinya di ruang tamu.

***

“Sepertinya aku mau ke toko depan untuk beli bahan-bahannya, nanti kalau Tegar tidur aku mau buat adonannya,” aku Ziya bersemangat.

Bu Dewi melihat semangat Ziya membuatnya merasa bersalah kalau tidak mendukungnya.

“Terserah kamu, yang penting jaga kesehatan juga.”

“Beres, Bu. Aku mau berangkat sekarang ya?”

Setelah ucapan itu, Ziya bergegas menganti bajunya dan berangkat ke toko. Kehidupan Ziya sangat berat, dulu dia sudah terbiasa dengan kemewahan tapi sejak 2 tahun yang lalu dia melalui dengan kesengsaraan. Dulu dia tidak bisa berjalan kaki dengan jarak jauh, tapi sekarang dia harus berjalan kaki untuk menuju toko yang berada di pinggir jalan raya. Perjuangan yang amat berat tapi harus dia terima karena tidak ada tempat lagi untuk mengaduhkan nasibnya kecuali sama Tuhan.

“Aku harus bisa bangkit dari keterpurukan ini. Ada Tegar yang harus aku jaga dan lindungi. Ayo kamu pasti bisa Ziya,” ucap Ziya dalam hati dengan napas yang memburu penuh keyakinan.

Akhirnya setelah berjalan kaki selama 15 menit, Ziya sudah sampai di toko tersebut. Segera dia masuk dan memberikan daftar belanjaan pada pegawainya. Sambil menunggu sang pegawai mengambilkan pesanannya, Ziya duduk di depan toko yang kebetulan ada bangku kosong.

“Lumayan untuk mengistirahatkan kakiku yang terasa capek,” batin Ziya.

Saat menunggu itu tidak sengaja, pandangan Ziya tertuju pada 2 orang pria dan wanita yang baru saja keluar dari sebuah restoran di sebrang toko. Terlihat begitu bahagia, sang pria memeluk bahu sang wanita dengan tersenyum dan mengenggam tangannya. Ziya sempat tertegun dan memposisikan dirinya pada sang wanita tersebut.

“Ah, bahagianya!” celetuknya.

Namun, saat menajamkan penglihatannya dan menyadari pria tersebut adalah mantan Kakak iparnya, mendadak Ziya mengepalkan tangan kuat. Dia merutuki dirinya sendiri yang bisa-bisanya membayangkan menjadi wanita tersebut saat pria itu adalah sosok yang dia benci sekarang.

“Kenapa dunia ini begitu sempit sehingga aku harus bertemu denganmu!”

“Kenapa kamu terlihat bahagia sedangkan dulu kamu menorehkan luka yang mendalam pada seorang wanita yang tulus mencintaimu, Kienan Moreno.”

“Aku tidak rela melihatmu bahagia, tunggu saja aku akan datang untuk membalas perlakuanmu pada Kakakku!” ancam Zoya dalam hati.

Tanpa Ziya sadari dari tadi ada seseorang yang sedang memperhatikannya dari balik mobilnya. Dia adalah Biantara Mahesa, Bos nya saat bekerja di restoran.

“Bagaimana caranya aku bisa meyakinkan kamu untuk kembali ke restoran. Aku kangen melihat senyummu, Ziya,” gumam Bian tak lepas pandangannya dari Ziya.

“Mbk, ini barang belanjaannya,” tiba-tiba seorang pegawai tadi yang melayaninya sudah berada di samping Ziya dan memberikan nota untuk dibayar.

“Terimakasih,” ucap Ziya setelah memberikan uang sesuai notanya.

Ziya meninggalkan toko tersebut dan melanjutkan langkahnya menuju rumah kontrakan. Dengan semangat dia berjalan selama 15 menit lagi untuk sampai rumah meski barang belanjaan lumayan berat, terlihat 2 kantong kresek sekarang sudah berada di kedua tangannya.

Di sisi lain, Bian dapat melihat semangat Ziya membuatnya mengurungkan niat untuk menawarinya mengantar pulang. Bian tahu bagaimana sifat Ziya yang keras kepala makanya tanpa sepegetahuan Ziya, Bian mengikuti Ziya dari belakang. Pria itu bisa melihat sesekali Ziya mengusap keningnya dengan punggung tangannya. Tapi mendadak dia tidak bisa diam saja ketika melihat cara jalan Ziya mulai oleng seperti tidak sanggup menahan beban tubuhnya. Bian segera menepikan mobilnya dan keluar kemudian berlari ke arah Ziya. Tepat saat Ziya mulai akan terjatuh Bian menahannya dengan memberi pelukan sedangkan bahan-bahan yang berada di kedua tangan Ziya berjatuhan.

“Ziya, kamu kenapa?” tanya Bian dengan wajah panik sedangkan Ziya matanya sudah tertutup tanpa sempat melihat siapa seseorang yang menyelamatkannya. Tanpa pikir panjang, Bian langsung mengendong Ziya menuju mobilnya yang dia parkir tidak jauh dari posisinya sekarang. Rumah sakit tujuan pertama yang ada di pikiran Bian.

Sesekali Bian memandang ke bangku belakang melalui spion dalam mobil dengan wajah yang jelas khawatir. Keinginannya sekarang hanya bisa secepatnya sampai di rumah sakit agar Ziya segera ditangani. Setelah menempuh hampir 20 menit, tanpa malu Bian membopong  Ziya dengan berteriak memanggil Dokter.

“Dokter ... tolong!” teriak Bian saat memasuki rumah sakit dan meninggalkan begitu saja mobil yang terpakir di teras rumah sakit.

Beberapa pasien di sana sempat melihat keonaran yang diakibatkan oleh Bian, namun pria itu tidak peduli yang penting Ziya segera di tangani.

Tidak lama seorang perawat mendekati dengan mendorong ranjang, melihat seseorang dalam gendongan.

“Ini kenapa, Pak?” tanyanya sedikit cemas. Meskipun sudah terbiasa melihat hal yang seperti itu, tapi takutnya kalau sudah tidak tertolong.

Perawat tersebut langsung meraih nadi Ziya yang mengenceknya.

“Ini cuman pingsan, Pak,” beritahunya pada Bian yang mengerutkan kening, kalau itu dia sudah tahu.

Detik berikutnya, perawat tersebut membawa Ziya ke ruang ICU dan meminta Bian menunggu di kursi tunggu, depan ruang ICU.

Saat menunggu dengan kecemasan mendadak Bian mengenali seseorang.

“Kamu ....”

Bersambung........

Komen (1)
goodnovel comment avatar
anggraeni devianty Lumbangaol
bukan ICU. mungkin maksudnya IGD
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status