Bab 41A TIGA HARI BERSAMAMU Arsyila Ramadhanti (syila) tak menyangka harus tinggal seatap dengan Arfan Raditya (Arfan) saat diberi liburan oleh bosnya yang super duper berwajah dingin. Tampan sih iya, selangit malah, tapi senyumnya mahalnya minta ampun. Layaknya harga minyak goreng yang semakin meroket hingga mencekik warga kelas bawah. Konon kata karyawan lama, si bos pernah ditinggal kekasihnya hingga jadi seperti es kutub begitu. Apa iya harus nangis atau ketawa guling-guling dulu di depannya biar dia tersenyum. Menyebalkan. Berbeda dengan bosnya, Arfan justru tukang obral senyum alias hobi TP-TP(tebar pesona). Menurut penilaian Syila, Arfan termasuk playboy kelas kakap. Makanya dia harus berjaga-jaga, khawatir jatuh dalam pesonanya. Lihat saja, saat Syila tak sengaja bersitatap dengannya, eh dia mengerlingkan sebelah matanya. Sontak saja, Syila bergidik ngeri. Gubrak. Syila mengaku saja deh sebagai lulusan SMA, bekerja di ibukota sebagai pelayan. Nggak bohong, kan? Sekretaris
Bab 41B Tiga Hari Bersamamu Menjelang malam, cacing di perut mulai berteriak protes. Syila mengeluarkan bahan untuk makan malam yang sudah menjadi bekal di tas. Keluar kamar dengan kerudung instan, kaos panjang dan celana training. Wajah celingukan tak nampak laki-laki pemilik nama Arfan. Dia melenggang menuju dapur. Tangan lincah mengadu perkakas dapur. Bukan pandai memasak sih aslinya, hanya khusus menu inilah yang dia bisa, karena sering memasaknya saat tinggal di kontrakan ibukota. Terdengar pintu berderit, sepertinya penyewa kamarnya juga merasa kelaparan. "Hai, Syila! Buatin makan malam buat gue sekalian bisa, nggak?!" teriak Arfan. Hening, Syila tampak memutar otak. Tercetus ide menambah isi kantongnya. "Bisa, tapi mau enggak menunya?! Dan juga ini enggak gratis!" balasnya berteriak. "Hmm, terserah menunya." "Oke, soto dan jahe panas." Arfan menelan ludah sambil meremas perut yang mulai keroncongan." Aroma soto menguar di seluruh ruangan. Pun sedapnya menusuk indra penc
Ciitt, Braakk...Sebuah mobil sport mewah berwarna hitam menghantam trotoar dan berakhir pada sebuah pohon rindang yang tinggi menjulang.Sirine ambulans meraung memekakkan telinga. Mobil yang merajai jalan raya itu telah memasuki pelataran salah satu RS megah di ibukota, setelah membelah jalanan selama tak lebih dari tiga puluh menit. Mobil itu membawa penumpang yang bersimbah darah di beberapa bagian wajah dan tubuhnya."Bertahanlah, Rumi! Kalian pasti akan selamat."Sebuah janji yang terucap dari mulut seorang sahabat sejatinya.Mahira Swaraswati karyawan sebuah perusahaan kosmetik menjadi saksi kecelakaan yang terjadi pada sahabat beserta keluarga kecilnya."Aku titip anak-anakku, Hira, juga Mas Ily...""Rumi, kumohon bertahanlah. Rumi...Harumi. Tidak...."Tak dipedulikan Hira, bajunya terkena ceceran darah segar. Raungan dan isak tangis memenuhi ruangan tempat sahabatnya terbujur kaku."Maaf, kami sudah berusaha sem
Drrt,drrt.Di layar ponsel Hira tertera nama Rumi BFF (best friend forever), begitulah kepanjangannya. Persahabatan mereka bagaikan inai dengan kuku tak dapat dipisahkan."Halo." Binar jelas terlukis di wajah Hira yang menerima panggilan BFFnya.Kedua sahabat baik itu selalu memulai salam untuk menyapa keduanya yang sudah lama terpisah jarak antar benua."Rumi apa kabar?" teriak histeris Hira yang sudah kangen berat.Rumi mengikuti suaminya studi lanjut ke Australia selama dua tahun."Alhamdulillah sehat. Aku di Jakarta sekarang. Suamiku sudah lulus dan berniat melanjutkan bisnis keluarganya," terang Rumi tak kalah gembiranya menyapa Hira."Serius? Aku juga di Jakarta, nguli cari rejeki, Rum," candanya dengan wajah memelas meski Rumi tak dapat melihatnya karena mereka bukan melakukan video call."Oke kita janjian meet up, yuk!""Hmm, minggu depan gimana? Bosku sedang peralihan jabatan, nih. Perusahaan agak serius menyiap
'Arkana...'Satu kata yang mampu diucapkan Hira dalam hati dengan mulut menganga tak percaya.'Kenapa harus ketemu dia di sini. Ingin rasanya aku pulang dan bersembunyi di bawah bantal keropi kesayanganku,' batin Hira."Hira, kamu kenapa bengong?" seru Pak Reno membuyarkan lamunan Hira.'Apakah Tuhan sedang menghukumku dengan menghadirkannya kembali di hidupku. Dia tidak tahu kalau aku memendam rasa padanya. Oh sungguh mengenaskan nasibku. Saat hati ini berusaha melupakannya dengan menerima kehadiran orang-orang yang perhatian padaku, justru tiba-tiba dia kembali mengalihkan duniaku.'Hira masih menerawang dan sesekali mengernyitkan dahi membuat Roby yang sedari tadi fokus padanya pun heran."Kamu kenal Pak Ilyas, Ra?" bisik Roby di telinga kanan Hira membuatnya berjengit."Ah, tidak, Bi. Mana ada gadis biasa sepertiku bergaul dengan pria tampan dan kaya seperti bos baru kita," kilah Hira."Iya juga, Ra. Kamu gaulnya cuma sama
"Eh, itu istri dan anak Pak Ilyas kayaknya," celetuk Roby.Namun Hira yang diajak bicara hanya mampu bergeming.Terlalu sakit hati, rasa menyayat di dadanya membuat Hira tak mampu berucap. Tenggorokannya serasa tercekat.'Ya, Arkana sudah menikah dan punya anak,' lirihnya dalam penyesalan."Ayo, malah melamun!"Tin.tin."Eh, Pak Reno. Maaf Pak, silakan."Roby menyilakan bos lamanya untuk melewati jalan."Kalian belum pulang? Ini baru mau ambil motor, Pak.""Udah, ikut mobil saya aja, yuk!""Kemana, Pak?"Pak Reno hanya menatap sekilas karyawan cantiknya terdiam. Heran itulah yang dipikirnya, biasanya ceria dan cerewet tapi ini sebaliknya."Masuk aja dulu!"Roby membukakan pintu belakang untuk Hira sedangkan dirinya di samping Pak Reno.Hira tak menyadari dirinya berada di mobil bos lamanya. Dia tergelak dan menoleh kanan kiri."Astaghfirullah, Bi. Katanya pakai motor, kenapa berg
Hira mengendap dan memicingkan matanya. Tampak olehnya Ilyas sedang membuka ipadnya di samping sopir.Tak ada penumpang lain di dalamnya, pasti mereka sedang belanja.Hira mengurungkan niatnya masuk ke minimarket.Dia tidak siap bertemu anak istri bos barunya. Gegas Hira membalikkan badan melangkah menjauhi tempat tujuannya."Mahira?"Deg.'Kenapa dia bisa tahu aku, bukannya tadi lagi fokus dengan ipadnya,' Hira ragu ingin membalikkan badannya."Mau kemana?"Langkah kaki Hira terhenti kembali dan segera membalikkan badannya. Hal yang tidak mungkin untuk dirinya melarikan diri."Ar... Eh Pak Ilyas. Maaf, Pak." Hira segera membungkukkan badan sebagai tanda permohonan maaf telah mengabaikan panggilan bos barunya."Tadinya saya mau belanja, Pak. Tetapi dompet saya sepertinya ketinggalan," kilahnya membela diri.Ilyas hanya tersenyum kilat membuat hati Hira menghangat.'Senyuman itu masih sama, meski hany
"Mahira, Rara cantik sahabatku." Rumi memeluk erat tubuh Hira yang mematung, lidahnya pun kelu tak sanggup bersuara.Gemuruh di dadanya naik satu level saat Ilyas menggendong dua malaikat yang tersenyum padanya tapi urung dibalas dengan senyuman pula."Rara, kenalkan ini Ilyas suamiku."Bak disambar petir, itulah yang dirasakan Hira saat ini.Demi apa hidupnya kali ini luluh lantak, sahabat tercintanya bersuamikan laki-laki yang sama dalam mimpinya."Benarkah," ucap Hira terbata. Susah payah dirinya menarik nafas panjang mengurangi nyeri di dadanya yang baru saja terasa.Sakit, dadanya seakan tersayat, luka yang dalam tetapi tak berdarah. Dia tidak mungkin memprotes Tuhannya atas apa yang menjadi takdirnya.Memang sudah takdir Harumi menjadi istri seorang Arkana yang namanya selalu tersimpan di hati Hira.Bodohnya Hira yang tidak terlau peduli saat Harumi mengabarinya tentang pernikahan mereka. Pernikahan hasil perjodohan orang