Ciitt, Braakk...
Sebuah mobil sport mewah berwarna hitam menghantam trotoar dan berakhir pada sebuah pohon rindang yang tinggi menjulang.
Sirine ambulans meraung memekakkan telinga. Mobil yang merajai jalan raya itu telah memasuki pelataran salah satu RS megah di ibukota, setelah membelah jalanan selama tak lebih dari tiga puluh menit. Mobil itu membawa penumpang yang bersimbah darah di beberapa bagian wajah dan tubuhnya.
"Bertahanlah, Rumi! Kalian pasti akan selamat."
Sebuah janji yang terucap dari mulut seorang sahabat sejatinya.
Mahira Swaraswati karyawan sebuah perusahaan kosmetik menjadi saksi kecelakaan yang terjadi pada sahabat beserta keluarga kecilnya.
"Aku titip anak-anakku, Hira, juga Mas Ily..."
"Rumi, kumohon bertahanlah. Rumi...Harumi. Tidak...."
Tak dipedulikan Hira, bajunya terkena ceceran darah segar. Raungan dan isak tangis memenuhi ruangan tempat sahabatnya terbujur kaku.
"Maaf, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun Allah berkehendak lain. Tolong keluarga dari pasien dikabari untuk mengurus jenazahnya!" ucap duka salah satu dokter yang menangani.
Mahira mengangguk lemah, tak pernah dibayangkan sahabat suka dukanya akan berakhir meregang nyawa karena sebuah kecelakaan tragis.
Suami dari sahabatnya, Ilyas Arkana Wijaya sedang bertarung dengan alat-alat di ruang ICU. Sementara itu, dua anak kembarnya yang cantik dan mungil hanya pingsan dan luka ringan.
Dipeluknya erat dua malaikat kecil yang selalu memberikan wajah gemasnya saat Hira pertama bersua Harumi ibunya.
"Mas David, tolong ke RS sekarang! Hira butuh bantuan," ucapnya disela isakan yang belum reda melalui benda pipih hitam di tangannya.
David segera memacu mobil bersama Muna istrinya.
Laki-laki yang berprofesi sebagai dosen di sebuah universitas ibukota menjadi satu-satunya orang yang menyayangi Hira. Terlahir dan besar di panti asuhan menjadikan Hira dan David seperti kakak adik.
David selalu ada dimana Hira membutuhkan bantuan. Seperti saat ini, David menjadi orang pertama yang dihubungi Hira untuk membantu mengurus kecelakaan keluarga Ilyas Arkana.
***
Sebulan kemudian di halaman rumah mewah dilangsungkan akad nikah sederhana.
...
"Saya terima nikahnya Mahira Saraswati binti Ahmad dengan mas kawin tersebut dibayar tunai."
...
"Saksi, sah?"
"Sah."
"Alhamdulillah...."
Ucap syukur keluar dari mulut keluarga yang hadir.
David dan Muna menjadi satu-satunya keluarga yang hadir untuk Mahira yang yatim piatu. Mengundang ibu asuhnya jelas tidak mungkin karena jauh di kampung halaman pelosok kota Magelang Jawa Tengah.
"Selamat Mahira Saraswati, semoga bisa menjadi pengganti menantuku Harumi yang kebaikannya tak tertandingi,"
Deg, nyes,
Itulah yang dirasakan Hira mendengar ucapan ibu mertuanya. Entah ucapan sebagai cambuk semangat atau justru ejekan apa dia bisa seperti Rumi yang memang tak diragukan lagi kesholihannya.
"Selamat datang di keluarga Wijaya, kakak ipar!" Gadis muda berjilbab anggun memberi selamat pada Hira dengan wajah sedikit sinis.
'Ya Rabb, kenapa aku jadi ragu bisa menggantikan Rumi,' lirih Hira dalam lamunannya.
"Selamat ya, Mahira! Semoga menjadi istri dan ibu yang baik untuk Keisha dan Keyla." Setidaknya satu dari keluarga Arkana menyambut baik kehadiran Hira. Dia adalah Om Reno adik dari mendiang ayah Arkana.
Malam menjelang, Hira memeluk erat Keisha dan Keyla yang bersiap memeluk guling di ranjang mungilnya.
Hatinya bergemuruh saat dua malaikat kecil sahabatnya telah terbang ke alam mimpi.
Ini pertanda dia harus segera kembali ke kamarnya. Kamar yang akan dihuninya bersama Arkana suaminya.
Hira tak bisa membayangkan bagaimana melewati malam pertama dengan suami sahabatnya. Berat setidaknya itulah yang dirasakannya. Karena ada pembanding yang lebih dulu menawarkan cinta pada suaminya.
Apalagi pembanding itu sahabatnya sendiri yang kebaikannya tak diragukan lagi. Harumi nyaris tanpa cela dimata Mahira.
Cklek,
Pelan langkah yang diambil Hira sembari membawa dua cangkir susu jahe yag disiapkan Bu Surti atas perintah Bu Liyan ibunda Arkana.
Sunyi, hanya denting jarum jam yang menambah rasa gugupnya seperti saat di sidang ujian skripsi. Dilihatnya sang suami sedang menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang.
"Ar, diminum susu hangatnya!"
"Kamu panggil apa tadi?" sentaknya membuat Hira tergelak.
Sikap dingin dan wajah datar yang ditunjukkan Arkana membuat nyalinya menciut. Sikap yang jauh berbeda 180 derajat saat dijumpainya sebelum Rumi menghadap sang Illahi.
Hira menaruh nampan dan isinya di nakas.
"Jangan memanggilku seenakmu! Aku tidak suka dipanggil Arkana."
"Hah, lalu aku panggil apa? Ilyas, Mas, Pak?"
'Astaga, kenapa dia berubah dingin. Ini tidak semudah yang aku bayangkan,' batin Hira sembari meraup oksigen di sekitarnya.
"Kamu sekarang memang istriku, tapi jangan harap bisa menggantikan Rumi, Hira. Kamu cukup merawat putriku dan melayaninya."
"Tapi Ar, hmm maaf, Yas?"
" Kamu pikir aku akan membiarkan orang yang menyebabkan istriku kehilangan nyawa berkeliaran dan bahagia seenaknya, hah?"
Mulut Hira menganga tak percaya dengan ucapan Ilyas. Dipikirnya Ilyas menikahinya dengan tulus untuk mencarikan sosok pengganti ibu bagi anaknya dan juga sosok istri yang mendukung dibalik kesuksesannya. Tapi nyatanya dia dianggap tak lebih sebagai pengasuh dua putrinya.
"Kamu harus bertanggung jawab atas meninggalnya Rumi, Hira! Satu hal yang harus kamu ingat, aku tidak akan pernah memperlakukanmu selayaknya Rumi. Camkan itu!"
Bab 41B Tiga Hari Bersamamu Menjelang malam, cacing di perut mulai berteriak protes. Syila mengeluarkan bahan untuk makan malam yang sudah menjadi bekal di tas. Keluar kamar dengan kerudung instan, kaos panjang dan celana training. Wajah celingukan tak nampak laki-laki pemilik nama Arfan. Dia melenggang menuju dapur. Tangan lincah mengadu perkakas dapur. Bukan pandai memasak sih aslinya, hanya khusus menu inilah yang dia bisa, karena sering memasaknya saat tinggal di kontrakan ibukota. Terdengar pintu berderit, sepertinya penyewa kamarnya juga merasa kelaparan. "Hai, Syila! Buatin makan malam buat gue sekalian bisa, nggak?!" teriak Arfan. Hening, Syila tampak memutar otak. Tercetus ide menambah isi kantongnya. "Bisa, tapi mau enggak menunya?! Dan juga ini enggak gratis!" balasnya berteriak. "Hmm, terserah menunya." "Oke, soto dan jahe panas." Arfan menelan ludah sambil meremas perut yang mulai keroncongan." Aroma soto menguar di seluruh ruangan. Pun sedapnya menusuk indra penc
Bab 41A TIGA HARI BERSAMAMU Arsyila Ramadhanti (syila) tak menyangka harus tinggal seatap dengan Arfan Raditya (Arfan) saat diberi liburan oleh bosnya yang super duper berwajah dingin. Tampan sih iya, selangit malah, tapi senyumnya mahalnya minta ampun. Layaknya harga minyak goreng yang semakin meroket hingga mencekik warga kelas bawah. Konon kata karyawan lama, si bos pernah ditinggal kekasihnya hingga jadi seperti es kutub begitu. Apa iya harus nangis atau ketawa guling-guling dulu di depannya biar dia tersenyum. Menyebalkan. Berbeda dengan bosnya, Arfan justru tukang obral senyum alias hobi TP-TP(tebar pesona). Menurut penilaian Syila, Arfan termasuk playboy kelas kakap. Makanya dia harus berjaga-jaga, khawatir jatuh dalam pesonanya. Lihat saja, saat Syila tak sengaja bersitatap dengannya, eh dia mengerlingkan sebelah matanya. Sontak saja, Syila bergidik ngeri. Gubrak. Syila mengaku saja deh sebagai lulusan SMA, bekerja di ibukota sebagai pelayan. Nggak bohong, kan? Sekretaris
"Selamat ya, Ra, Yas. Semoga kelahiran baby twin membawa keberkahan dalam keluarga kalian. Semoga kelak anak-anak kalian menjadi anak sholeh dan sholehah." Ucapan tulus diberikan oleh David yang didukung juga oleh Muna. Mereka berdua sangat senang melihat kebahagiaan hadir untuk Hira dan keluarga kecilnya. Cobaan yang datang bertubi-tubi lantas tidak menjadikan seorang Hira patah semangat. Dia mampu mengembalikan semangat hidupnya serta mendapatkan hati Ilyas suaminya. "Terima kasih juga Mas David dan Mbak Muna yang telah menjaga Hira dengan baik hingga dia menjadi pendamping hidup saya." Ilyas melingkarkan lengannya di pinggang sang istri seraya mencium keningnya. "Terima kasih, Rara Sayang. Kamu wanita terbaik, ibu dari anak-anakku." "Terima kasih juga, Mas Ilyas suami hebatku." Wajah keduanya memancarkan senyum kebahagiaan yang mereka berikan untuk semua keluarganya. *****Waktu berlalu begitu cepat. Hari tergerus oleh minggu, minggu tergerus oleh bulan, dan bulan termakan
MSS 39Dianjurkan untuk 18th keatas.Lima tahun kemudian,"Di sini tidak ada taksi yang menjemput mantan.... Ayolah, kamu lupa denganku?"Jasmine menurunkan kaca mata hitam yang bertengger di matanya. Tusuk sanggul pun ditariknya menampakkan penampilan aslinya saat terakhir berjumpa dengan Reno."Kamu..."Reno terbelalak, ada setitik kesal di masa lalu yang mencuat kembali. Namun dia berusaha menahan diri dengan baik.Sepanjang perjalanan hanya keheningan yang mewarnai. Sesekali Jasmine menanyakan jalan ke rumah Reno hanya untuk memancingnya bicara. Kenyataannya Jasmine hanya berpura-pura tidak tahu.Sampai di rumah, Reno mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Dihelanya napas panjang seraya memejamkan mata dan menengadahkan kepala bentuk rasa syukurnya pada Allah karena sudah terbebas dari hukuman.Jika bisa memutar ulang waktu, Reno pasti berpikir ulang seratus kali untuk melakukan kejahat
MSS 38 Uhuk, uhuk....Airin tersedak minuman mendengar ungkapan Jasmine yang membuatnya tercengang.Dia terbayang malam itu, jangan-jangan Roby melakukan hal buruk padanya.Dia terlanjur sakit hati dengan ucapan laki-laki itu.'Astaga, kalau aku hamil gimana?' Airin merasa kepalanya pusing mendadak."Kamu tidak apa-apa, Rin?" tanya Hira kawatir."Eh, Airin kan juga ada di sana sama Pak Robert?"Deg, jantung Airin tak bisa diajak kompromi."Maaf, aku permisi dulu mau cari air putih hangat."Airin terburu-buru menghindari mereka sekaligus tak berani menatap Roby. Hatinya semakin tersayat jika mengingat kejadian malam itu."Ra, toiletnya sebelah mana?"Roby mencari alibi untuk membuntuti Airin.Dia mengikuti arah telunjuk Hira seraya mengedarkan pandangan mencari Airin."Kenapa lari menghindar?"Jantung Airin semakin berdebar mendengar suara Roby yang mengagetkannya d
MSS 37Airin mencoba mengingat kejadian semalam. Dia meratapi kesedihan yang menimpanya. Ditengoknya wajah laki-laki yang memunggunginya.Airin menutup mulutnya yang menganga dengan kedua tangan."Mas Roby? Kenapa dia yang tidur bersamaku? Bukankah semalam laki-laki br*ngs*k itu yang membuatku tak sadar."Airin yang semula sedih dan kecewa atas apa yang menimpanya kini justru tersenyum berseringai. Diambilnya ponselnya yang tergeletak di nakas lalu mengabadikan dirinya yang tidur bersama Roby.Dengan tersenyum, Airin mengambil gambar tak cukup sekali."Apa-apaan ini?"Roby yang sadar gadis di sampingnya sudah bangun dan menggambil gambar dengan pose yang bisa diartikan lain oleh orang yang melihatnya segera mencekal tangan Airin."Apa yang kamu lakukan, Airin?""Mas Roby, harusnya aku yang tanya Mas Roby kenapa meniduriku. Kamu harus tanggung jawab menikahiku!""Apa? Jangan gila kamu, Rin. Aku bisa j
MSS 36Pyar,Suara pecahan terdengar menyeruak di ruangan hingga membuat penghuni bangun.Bu Liyan di kamar bawah segera mencari sumber suara."Hira...."Tubuh Bu Liyan kaku melihat menantunya terkapar di kamar mandi dengan tangan kiri yang meneteskan darah segar.Ilyas yang terbangun dari kamar atas berlari meloncati beberapa anak tangga."Ada apa, Ma?"Tak ada jawaban dari Bu Liyan yang lidahnya kelu."Ra, Rara..."Ilyas mendekap tubuh istrinya diliputi penyesalan terdalamnya.Tak butuh lama, Ilyas melarikan Hira ke RS terdekat menggunakan taksi online. Tidak memungkinkan bagi dirinya mengendarai mobil sendiri karena kondisi berjalan saja belum normal.Bu Liyan turut menemani setelah menitipkan si kembar pada Bi Surti."Bagaimana kondisinya, Dok?""Istri Bapak kondisinya lemah karena kecapekan kerja dan banyak pikiran. Saya sarankan istri Bapak untuk istirahat beberapa h
M35Sesi untuk 18th+Mohon bijak memilih bacaannya ya. Agak sedikit sensitif."Apa, kamu kencan sama Pak Reno? Dia laki-laki br*ngs*k, Mine.""Ayolah, laki-laki yang datang ke sini hampir semuanya br*ngs*k.""Ckk, kecuali aku," terak Roby.Roby dibuat tercengang kembali saat melihat ada gadis muda yang duduk tak nyaman di sebelah laki-laki seumuran Pak Reno menatapnya mes*m."Airin."Jasmine mulai melakukan aktingnya sebagai wanita penggoda. Dia mendekati Reno yang baru saja duduk menyapa Robert."Kenapa lama sekali, Sayang?" keluh Jasmine sambil bergelayut manja dan mengalungkan tangannya di leher Reno.Laki-laki itu terlihat gugup dan merasa jantungnya berdesir saat matanya beradu dengan kerlingan mata Jasmine.'Ckk, Jasmine sudah mengalihkan pandanganku pada Hira,' guman Reno."Kenapa melamun, Sayang?""Ah, tidak Mine. Aku hanya membayangkan bersena
M34 "Kamu mau mengelak, hah?" Hira penasaran, segera diambil ponsel itu dan melihat layarnya. "Astaghfirullah." Hira hanya mampu menutup mulutnya dengan telapak tangan. "Roby. Kenapa semua jadi runyam begini. Rumi maafkan aku yang sudah menikah dengan suamimu. Kenyataan tak sesuai dengan apa yang aku harapkan." Tubuh Hira luruh ke lantai sambil meratapi kesedihannya. Kali ini suaminya pasti murka. "Mas, Mas Ilyas pasti salah paham. Dengarkan penjelasanku dulu! Foto itu tidak seperti yang Mas bayangkan." "Memangnya kamu tahu apa yang kubayangkan?" teriak Ilyas sampai mengundang orang yang tak sengaja lewat depan kamarnya. Foto di layar menampakkan Hira yang berada dalam dekapan Roby tentunya bisa membuat yang melihat menjadi salah paham. "Ada apa?" Reno yang baru saja datang dari kantor bak pahlawan bagi Hira dengan pura-pura lembut membangunkan wanita itu dari posisi duduk d