Sebelumnya lelaki itu hendak berbuat tidak senonoh kepada Kamilia. Kamilia memejamkan matanya. Berdoa dengan sisa-sisa keyakinan dalam hatinya. Kamilia tidak yakin, Tuhan akan menolongnya. Seperti kejadian-kejadian lalu. Saat dia berharap Tuhan menolong, selalu Tuhan itu tidak ada. Kamilia gamang dengan keyakinannya kini.
Saat suara senjata api itu menggema, Kamilia terlonjak kaget. Wanita itu menyangka dirinya yang tertembak. Cepat dia membuka matanya dan melihat lelaki itu jatuh bersimbah darah. Tanpa sempat Kamilia tahu namanya.
"Ooh!" Terdengar satu teriakan tertahan.
Wanita itu melihat dengan cepat ke asal suara. Tampak Hendra dan Bagas berdiri mematung. Mereka juga kaget mendengar suara tembakan. Hendra menutup mulutnya. Bagas berlaku biasa saja. Malah menatap tanpa belas kasihan terhadap lelaki yang tertembak.
"Berani sekali kau mengganggu putriku!" Tuan Freza datang sambil mengacungkan sebuah pistol.
"A apa? Putrimu?" Hendra bertanya sambil
Tak henti-hentinya Kamilia mengutuk dirinya yang ceroboh. Kamilia melihat ke arah Tante Melly yang juga nampak khawatir. Kamilia menggelengkan kepalanya."Bisakah kita bicara, Tuan?" tanyaTante Melly. "Dia bukan pelacur, kau bisa pilih yang lain, free buat Tuan." Tante Melly masih mencoba membujuk.Lelaki itu tetap menginginkan Kamilia untuk melayaninya malam ini. Tentu saja Kamilia tidak mau. Namun di sisi lain, karirnya dipertaruhkan."Tunggu sebentar!" Kamilia berjalan ke pojok ruangan. Menelpon seseorang, kemudian balik lagi."Bagaimana?" tanya Arya.Kamilia hanya tersenyum. Dia tidak menanggapi permintaan Arya. Tentu saja lelaki itu jengkel. Dia sengaja mengambil beberapa foto Kamilia."Anda tidak bisa mengambil foto tanpa izinku, Tuan!' Kamilia berkata keras.Keributan tidak bisa dihindarkan lagi, Kamilia merebut handphone Arya. Arya berkelit, Kamilia menangkap ruangan kosong lalu terjatuh. Sekali lagi Arya men
Ibunya memandang Kamilia tanpa kedip. Ada keraguan di matanya. Kamilia balas membocorkan mata ibunya. Dia mengetahui jika dirinya akan kuat mendengar cerita ibunya. "Kehamilanku berhasil digugurkan." Kata-kata ibunya kembali seperti perasaan Kamilia. “Lalu… a aku anaknya siapa?” tanya Kamilia. "Setelah kepergianku dari rumahnya, Tuan Freza tentu saja marah-marah mencariku.
Kamilia gugup saat menjawab. Dia bingung dengan pilihan yang disodorkan. Dia hanya diam sambil memandang ke luar. Malam ini dia melihat bintang dari balik jendela kamarnya. Dihitungnya satu persatu, ada satu yang paling berkilau dan itu adalah mimpinya. Ketika dia berteman sepi dan mengurai bosan. Mimpi itu menyentak lamunannya tentang harapan. Celoteh malam tentang mimpi hanya bualan. Dilemparnya mimpi itu dengan satu senyuman tawar. Kamilia melihat bintang yang berkelompok. Wanita itu memandangnya tanpa kedip. "Sedang apa kau, Mila?" tanya Hendra. Lelaki itu ikut mendongak ke langit. "Aku sedang mengumpulkan mimpi yang berserakan. Mimpi itu berhamburan saat aku terjatuh. Aku takut karena kisah kelamku yang menyiksa, masih menunggu lanjutannya," kata Kamilia. "Kau tidak menjawab pertanyaanku yang tadi Mila?" "Aku tak mau lagi bersinggungan dengan harapan. Aku benci kecemburuan," gumam Kamilia. Wanita itu mencari raut wajah di antara b
Freza dan Bagas berpandangan, heran mengapa Kamilia tidak mengenali mereka. Bagas cepat memanggil dokter.Dokter datang dan memeriksa Kamilia. Dokter ingin berbicara empat mata dengan Tuan Freza. Sekarang dengan melihat kondisi Kamilia, dokter itu yakin dengan prediksi sebelumnya."Anak Bapak kena amnesia retrograde. Pada kondisi ini, penderita tidak dapat mengingat informasi atau kejadian di masa lalu. gangguan ini bisa dimulai dengan kehilangan ingatan baru terbentuk, kemudian berlanjut dengan kehilangan ingatan yang lebih lama. Seperti ingatan masa kecil."
Bagas memperhatikan Kamilia yang masih tertidur. Lelaki itu berharap saat terbangun nanti Kamilia sembuh dan ingatannya kembali pulih."Saiful? Siapakah lelaki itu?" pikir Bagas. "Adakah lelaki itu dari masa lalu Kamilia?"Kamilia terbangun dari tidurnya. Dia tampak segar dan siap untuk pulang. Cedera di kepalanya memang tidak parah, tidak ada luka di kepalanya. Namun, dampaknya sangat memprihatinkanBagas tidak berani bertanya tentang Saiful. Lelaki itu tidak mau kalau sampai Kamilia kumat lagi. Tentu kepulangan akan tertunda lagi. Bagas akan bertanya kalau Kamilia sudah pulih kesehatannya.Waktu berjalan begitu cepat. Kamilia masih tidak ingat dengan masa lalunya. Wanita itu tetap meneruskan profesinya sebagai seorang model. Dia tinggal bersama Bagas dan bapaknya. Dia sudah tidak ingat lagi kepada ibunya, tidak juga kepada adiknya. Kamilia benar-benar sudah lupa dengan mereka."Besok ada pemotretan di Bali," kata Bagas. Sekarang Bagas berti
Laki-laki itu memamerkan ke arah Kamilia. Wanita itu menyambutnya dengan senyuman. "Kamilia. Namamu Hendra?" tanya Kamilia. "Iya, kenapa?" Kamilia membuka layar ponselnya. Dia mencari di galeri foto. Dia pandangi lama, kemudian memandang ke arah Hendra. Tidak ada sesuatu yang sama sekali. "Ada apa?" tanya Hendra heran.
Hendra senang sekali ditawari pekerjaan oleh Freza. Bagas sedikit curiga dengan keantusiasan Hendra. "Apa yang direncanakan lelaki itu?" pikir Bagas. Bagas memperhatikan lagi wajah Hendra dengan seksama. Tetap tidak ada kemiripan dengan Hendra kenalannya dulu. Bagas coba lagi memperhatikan bentuk tubuhnya. Mengingat-ingat apa kiranya yang menjadi ciri khas Hendra. Tak ada yang diingatnya kalau sedang begini. "A aku di mana?" Kamilia ternyata sudah sadar. Hendra cepat-cepat mendekati Kamilia. Matanya menatap lembut Kamilia. Kamilia membalasnya sekilas. Dia memandang sekeliling, heran mengapa ada di sini. "Kamu pingsan tadi, Mila!" jelas Bagas. "Kenapa?" "Tadi kamu pingsan gara-gara melihat bapak-bapak menyeret anak gadisnya," kata Bagas. Ah, ya. Kamilia ingat sekarang, tadi dia melihat di diri gadis itu seperti melihat dirinya. Kamilia ingat dulu dia pernah ada di posisi itu. Kamilia ingat, bapaknya –Ibrahim mengha
Kamilia memandang ibunya, meminta penjelasan. Wanita yang kini beranjak tua itu menunduk, memainkan ujung bajunya. Dia sedang mencari kata-kata yang tepat untuk memulai berbicara. Kamilia menunggu dengan sabar. "Ayo ngomong!" bentak Ibrahim. "Iya, Freza tahu kalau ini adalah tulang punggung keluarga ini. Melihat engkau sudah lupa dengan keluargamu, Freza berbaik hati membantu keluarga ini." Wajah sendu mengungkapkan Kamilia, mengharapkan pembelaan.