Share

Gantian yang Berkunjung

Aku yang menjawab pertanyaan bu Endang itu. Tentu saja bu Endang belum pernah melihat teman-teman kerjaku sebelumnya karena semuanya bukan penduduk asli desa Sukma Jaya tempat tinggalku.

“Mereka adalah teman-teman kerjaku bu Endang,” jawabku singkat.

“Ayo-ayo silahkan masuk,” ajak Bu Endang.

Aku memperhatikan gerak-gerik bu Endang yang mungkin mulutnya sudah gatal ingin bertanya banyak kepada teman-temanku. Beruntung bu Lastri berinisiatif mengajaknya pulang sebelum mengorek informasi lebih kepada teman kerjaku.

“Bu Endang ayo kita pulang, gantian yang berkunjung. Kita kan sudah lama mengobrolnya,” ajak bu Lastri.

“Loh kok buru-buru ngapain sih bu Lastri, saya belum selesai mengobrol dengan anak-anak uda ini. dandanan necis mirip sales panci ini pada kerja dimana. Bener to bu mereka ini berpakaian mirip sales panci yang suka keliling desa?!” ucap bu Endang asal saja.

Aku ingin marah mendengar ucapan tetanggaku yang satu itu. Mendingan aku diam saja karena jika bersuara dan terjadi debat akan membuat malu orang tuaku. Biarkan ibu-ibu yang lain saja yang menegur bu Endang.

“Mau ngobrol apa ngorek informasi bu dari mereka. Pasti ibu Endang ini sedang mengumpulkan bahan gosip ‘kan untuk di gosipkan saat belanja sayuran?” ucap ibu Arum.

“Sudah ayo pulang, emang ibu Endang mau ngobrol apaan anak-anak muda ini pada berpendidikan tinggi pegawai kantoran beda dengan bu Endang yang tahunya ngulek sambel di dapur sama gosip deh di warung saya,” celetuk ibu Sri.

Aku puas mendengar mereka saling menghujat dan berdebat. Memang sesekali bu Endang ini harus di ceplosin agar sadar diri sedikit. Mau tertawa lepas takut bu Endang tersinggung ya udah deh aku tertawa dalam hati saja. Masih dilanjut dong berdebatnya karena bu Endang tidak terima diejak sesama rekannya.

“Kalian ini berani menghina saya ya, siapa yang kerjaannya Cuma ngulek sambel dan menggosip saja. Pendidikan tinggi apanya, si Dara itu kan pendidikannya hanya tamat SMK. Saya kok nggak yakin kalau kerja admin di perusahaan kosmetik. Jangan-jangan hanya sales panci keliling,” tegas bu Endang lagi.

“Bu ayo pulang bu, jangan malu-maluin bapak. Janagn suka seenaknya ngomongin orang begitu nanti banyak yang membenci ibu, ibu nggak mau kan ketulah sama omongan sendiri?” tanya pak Nurdin suami bu Endang yang menysul ke rumahku.

Aku mengucap syukur karena pak Nurdin datang menjemput istrinya untuk segera pulang. Terdengar lagi ledekan dari bu Arum. Aku tertawa kecil mendengar cibiran itu. Memang pantas bu Endang mendapatkannya.

“So sweet banget pak Nurdin menjemput istrinya. Sudah bu Endang pulang tuh, sebagai istri yang sholehah ya harus nurut suami dong masa enggak,” cibir bu Arum disertai sorakan kecil ibu-ibu yang lainnya.

“Bapak ini yang malu-maluin ibu sedang menjenguk tetangga yang sakit loh. Sebagai wujud tenggang rasa hidup bermasyarakat. Dicariin ada apa? Sudah kaya bocah yang main nggak pulang-pulang malu tahu!” seru bu Endang sewot.

Aku sangat puas melihat adegan ini, akhirnya ada saatnya ibu Endang merasa malu juga. Ibu-ibu tetangga yang menjengukku berpamitan pulang dan meminta maaf jika bu Endang lancang memanfaatkan keadaan untuk mencari indormasi kepada rekan kerjaku yang datang. Apalagi dengan seenaknya mengatakan mereka semua adalah sales panci keliling. Aku katakan kepada mereka juga jika sudah memaafkan. Aku sudah tahu watak dari bu Endang jadi tidak kaget lagi.

“Kami juga pamit pulang ya Dar, sampai ketemu besok di kantor,” ucap bu Dewi.

“Terima kasih ya bu sudah luangkan waktu menjenguk saya,” balas ku. Sambil mengantar rombongan teman kerjaku pulang sampai depan pintu. Akhirnya waktunya untuk istirahat aku kembali ke kamar dan tidur sampai pagi. Ibuku sudah mulai beraktivitas seperti biasa jualan ikan lagi. Terdengar pagi-pagi sudah ada pelanggan yang datang ke rumah.

"Bu Siti sudah jualan lagi, katanya anaknya di rawat Bu?" kata salah satu pelanggan ibuku.

"Anak saya sudah pulang Bu, iya kemarin di rawat kena asam lambung, kemarin kerjaanya banyak lembur terus, ada telat makan jadinya asam lambungnya naik, dan harus di infus sehari sudah pulang kok Bu," jawab ibuku.

Pelanggan ibu juga mengatakan bahwa anaknya saat pertama kali kerja juga terkena asal lambung karena sering telat makan. Pelanggan ibu mendoakan kesehatan untukku. Ibuku memberikan diskon untuk pelanggannya karena ikan yang dijual bukan ikan fresh seperti biasa kemarin waktu aku di rawat ibu jadi tidak berjualan dan ikan yang sudah di beli di masukkan ke dalam frezzer semua.

“Bu Aku mau jalan pagi dulu ya menghirup udara segar sebelum berangkat kerja,” ijinku pada ibu.

“Iya hati-hati masih belum sembuh total kalau tidak kuat kamu pulang dan ijin lagi sama atasanmu ya,” pinta ibu sambil menghitung ikan-ikan jualannya.

Aku mengiyakan ucapan ibu. Setelah dekat dengan tempat jualan sayur ibu Sri. Seperti biasa aku melihat ibu Endang dan ibu-ibu yang lain sedang berbelanja. Suaranya terdengar nyaring mirip suara penyiar radio yang beritanya mengudara di mana-mana. Bagai sayur tanpa garam mungkin kalau bu Endang ini tidak bergosip sehari saja. Sengaja aku mendengarkan gosip mereka.

“Bu- ibu semalam waktu aku lihat Dara. Badannya sudah seger. Tapi wajahnya itu loh pucet kaya orang ngidam bu,” celetuk ibu Endang ngasal.

“Bu Endang punya mulut itu dijaga. Kamu kan punya dua anak perempuan sendiri ‘kan kalau ketulah sama anakmu sendiri yang hamil di luar nikah gimana?!” hardik bu Sri yang sewot mendengar ucapan dari bu Endang.

Bu Endang mulai membanggakan anaknya si Ratna yang berpendidikan tinggi dan pacarnya seorang aparat. Nggak akan mungkin melakukan hal senonoh, Si Fitri adeknya lemah lembut tidak pernah membuat masalah. Bu Endang mengklaim kalau kedua anaknya perilakunya bagus. Aku sampai ingin muntah mendengarnya.

“Bu Endang ini banyak omong. Bisanya ngomongin anak orang tapi kealkuan anaknya sendiri tidak diperhatikan.” Cetus bu Arum.

“Ya emang begitu bu, namanya juga bu Endang emang sih anak kedua bu Endang itu di lingkungan sini terkenal alim tapi saya dengar gosip dia itu diluaran terkenal nakal dan binal loh bu!” celetuk bu Sri.

Masalah seperti ini aku tidak ingin melewatkannya. Aku masih saja ingin mendengarkan celoteh ibu-ibu itu. Suatu hari jika kebenaran terungkap bobroknya anka bu Endang aku akan senang sekali mendengarnya.

“Loh-loh binal bagaimana bu, apa yang ibu dengar bu tentang si Fitri?” tanya bu Arum penasaran.

“Katanya di Rt sebelah si Fitri pacaran di bawha pohon jambu dekat jalan tol itu loh bu. Perempuan sama laki-laki ngapain malam gelap di tempat itu kalau tidak sedang in the hoy iyaa nggak?” tanya bu Sri.

Semakin seru saja ini gosip ibu-ibu di tukang sayur aku sampai betah mendengarkannya. Sepertinya aku harus mendengarkannya lagi sebelum berangkat kerja seru banget gosipnya aku tidak ingin melewatkan gosip tentang anak bu Endang.

"Masa sih bu si Fitri itu kan jarang keluar rumah. Paling ya sekolah sama khursus saja?” tanya bu Arum lagi.

“Ya kali aja dari rumah berangkat sekolah atau les tapi kita ‘kan nggak tahu toh di jalanan itu dia ketemu sama siapa terus kemana perginya. Tahu deh itu nyampe sekolahan atau tempat les atau tidak,” jawab ibu Sri.

Aku tertawa cekikikan sendiri mendengar gosip di warung sayur ini. mata dan racun dari mulut tetangga itu melebihi cctv. Informasi apa saja cepat banget di dapat. Ada saja pembawa beritanya. Dari mulut tetangga satu ke tetangga yang lain hingga menjadi racun. Saatnya berangkat kerja. Aku sengaja melewati rumah bu Endang.

"Mah, perutku sakit, terasa begah, rasanya mual terus, kenapa ya mah?" tanya Fitri.

"Masuk angin kali, atau ada penyakit mah, kamu ada telat makan nggak, terlalu semangat untuk pelajaran tambahan kamu jadi lupa untuk makan nak," jawab bu Endang.

"Iya kali mah, aku kena maag,” ucap Fitri.

"Ya sudah kalau begitu nanti sore mama antar kamu ke dokter langganan kita berobat ya," balas bu Endang.

Aku mengutuk anak bu Endang saat mendengar percakapan mereka. Karena ibunya tadi menggosipkan aku hamil. Semoga saja terkabul ke anak gadisnya sendiri. Mudah-mudahan anak bu Endang yang hamil. Aku berjalan menuju tempat kerja. Aku masih menunggu gosip ibu-ibu nanti sore.

“Kira-kira apa ya gosip yang beredar di desa ini nanti sore?” gumamku sambil berjalan ke jalan raya untuk mencari angkot ke tempat kerja.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status