Reyna POV
Aku dan Brandon memasuki restoran yang sudah direservasi oleh Brandon sebelumnya. Kami memang agak terlambat karena lalu lintas yang macet tadi. Brandon menggenggam erat jemariku yang dingin karena aku tengah gugup.
"Calm down, Rey," bisik Brandon sambil mengelus punggung tanganku dan kubalas dengan senyum tipis. Hal- hal kecil seperti ini yang kusukai dari Brandon.
Kami melangkah menuju satu meja terlihat hampir penuh.
'Bukannya tadi Brandon bilang hanya dinner bersama kedua orang tuanya?' tanyaku dalam hati.
Setelah lebih dekat Brandon terlihat menegang dan aku bisa merasakan itu dari genggaman tangannya yang semakin mengerat.
'Apakah ini pertanda buruk?' aku masih belum berani menyuarakan pertanyaan- pertanyaan yang bercokol dalam hati.
"Good night everyone," sapa Brandon pada orang- orang yang belum kukenal itu.
Semua orang yang duduk di meja itu langsung terdiam dan menoleh ke arah Brandon denga
"Mamamu? Oh ya? Ah kami memang para wanita tua yang tidak mengerti bisnis ini memang membosankan," keluh Margareth agak dikeras- keraskan membuat orang- orang yang sedang membicarakan bisnis itu terhenti."Ah tidak juga, Tante. Kita sebagai wanita juga bisa kok membangun bisnis," jawabku berusaha membuat tante Margareth optimis.Aku tidak setuju setiap orang mengatakan bahwa wanita itu tugasnya di rumah mengurus rumah tangga. Kami sebagai wanita juga berhak berkarir sesuai keinginan kami. Hanya memang kami juga harus menjalankan tugas dan tanggung jawab tambahan sebagai ibu dan istri jika sudah menikah. Jadi tidak ada salahnya seorang wanita berkarir asalkan bisa membagi waktu dan sang suami juga harus mendukung.Reyna POV endReyna tidak menyadari bahwa orang- orang tengah memperhatikannya yang terus berbicara, tidak canggung dan takut seperti saat datang tadi. Karena sejatinya ia gadis yang cerdas apalagi soal bisnis tapi tidak
Menyadari Reyna yang tengah marah Brandon menghentikan mobilnya."Rey?" Brandon sepenuhnya menghadap Reyna setelah melepas seat belt."Aku sengaja mengenalkan kamu ke orang tuaku malam ini karena aku benar- benar mencintaimu. Aku tidak tahu kalau Daddy ternyata juga mengundang Alyne dan keluarganya. Setelah aku mengungkapkan penolakanku untuk dijodohkan pada Daddy melalui sambungan telpon, kupikir Daddy mengerti dan membatalkan rencananya. Tapi ternyata aku salah, Daddy tetaplah Daddy yang gak bisa ditolak. Sorry kalau aku menempatkanmu dalam situasi yang gak mengenakkan," jelas Brandon namun tak membuat Reyna bergeming."Hey, look at me," Brandon meraih wajah Reyna dan jarak wajah mereka sekarang kurang dari satu jengkal."I'm sorry for inconvenience. Aku butuh kamu untuk meyakinkan Daddy," entah siapa yang memulai bibir mereka sudah tak berjarak. Awalnya hanya menempel tapi sedetik kemudian berubah menjadi lumatan dan saling bertukar saliva.Hingga
"Bukan begitu!" bantah Reyna."Aku bisa berjuang kalau itu tentang materi. Tapi soal restu itu tidak akan berakhir baik.""Banyak di luar sana yang berjuang mendapatkan restu dan berhasil. Kenapa kita tidak bisa? Bahkan Mommy sudah merestui kita hanya tinggal Daddy.""Alyne terlihat seperti gadis baik- baik, Brandon. Aku tak punya hal apapun yang bisa kubanggakan untuk bisa mempertahankanmu. Kamu akan lebih baik dengannya," kata Reyna lirih.Brandon tersentak, dia lupa seperti apa Reyna. Wanita di hadapannya mengalami krisis kepercayaan diri. Brandon melangkah mendekati Reyna dan memeluknya. Reyna tak menolak juga tak membalas pelukan Brandon."Kita bisa melewatinya, Rey. Aku akan memperjuangkanmu karena kamu berharga," bisik Brandon.Reyna menangis tanpa suara mendengar perkataan Brandon."Lupakan yang tadi malam. Aku sendiri yang akan menghadapi Daddy. Selama Mommy berada di pihakku maka kemenangan akan jadi milikku," Brandon me
Ponsel Reyna berdering saat matanya hampir terlelap. Melihat nama ID caller yang terpampang di screen ponsel membuatnya memilih untuk mengabaikan panggilan itu. Ya, Brandon yang menghubunginya. Tadi setelah makan siang pria itu mengurung diri di ruangannya masih tanpa penjelasan apapun setelah mengabaikan Reyna, membuat Reyna menyiapkan hati untuk kemungkinan yang terburuk. Margareth, ibu Brandon pun entah kenapa berubah, menyapa pun tidak. Mungkin memang lebih baik begini. Air mata Reyna menetes di sudut matanya yang mulai terpejam.Paginya saat Reyna menyiapkan sarapan bel pintu apartemennya berbunyi. Rayan yang akan berangkat kuliah membuka pintu dan menemukan Brandon sudah berpenampilan rapi dengan koper kecil di sampingnya."Reyna masih ada kan?" tanya Brandon."Ada. Lagi buat sarapan untuk Reyhan. Masuk aja," Rayan membuka pintu lebih lebar mempersilahkan Brandon untuk masuk. "Aku pergi dulu, ada kelas pagi," lanjut Rayan yang diangguki Brandon."Si
"Cukup Brandon. Mommy selalu mendukung kamu, tapi tidak untuk kali ini," Mommy sepertinya benar- benar sedang dalam mood keras kepala."Mom, tidakkah setiap orang punya kesempatan untuk memperbaiki diri?" tanyaku. Aku tak banyak tahu mengenai masa lalu Reyna jadi aku tak bisa melakukan pembelaan apapun. Sial. Harusnya aku bertanya. Sekarang aku seperti pria bodoh yang tidak bisa melakukan apapun untuk kekasihnya."Kamu kenal Mommy kan, Brandon?" Mommy menatapku tajam membuatku tertunduk. Baru tadi pagi aku dan Reyna baikan perihal masalah semalam karena Daddy. Aku berkata untuk memperjuangkannya tapi sekarang aku seperti pria tak berguna."Sekarang ikut Mommy makan siang. Putuskan hubunganmu dengannya besok," putus Mommy."Mom! Ini keterlaluan!" protesku."Atau kamu pilih Mommy yang bicara dengannya?""Fine!" putusku. Aku tak mungkin membiarkan Mommy bicara dengan Reyna.Setelah mendapatkan apa yang diinginkannya Mommy keluar ru
Keadaan Jessica pasca kecelakaan sudah berangsur membaik. Dengan terpaksa Hans mengajak Jessica dan Joane tinggal di rumahnya. Sikap Hans juga sudah kembali seperti dulu apalagi ada Joane di antara mereka. Apa yang diinginkan bocah itu selalu diturutinya.Tentu saja Jessica senang, musibah membawa berkah, itu yang selalu diucapkannya. Pagi ini ia masuk ke kamar Hans untuk membantu pria itu menyiapkan keperluannya. Hans menolak untuk tidur sekamar dan hal itu belum bisa diterima Jessica. Namun wanita itu tidak menyerah."Kenapa kita tidak tidur satu kamar aja sih, Hans?" pagi ini Jessica mencoba peruntungannya kembali."Ini Indonesia, Je. Bahkan sebenarnya kita tidak bisa tinggal satu rumah apalagi satu kamar," terang Hans."Tapi mereka kan gak tahu," timpal Jessica.Hans menggeleng," Tidak Je. Keluarlah, aku mau mandi dan bersiap ke kantor.""Aku bantu menyiapkan keperluanmu ya, Hans?""Tidak perlu. Aku bisa sendiri," Hans
"Hans, apa... ada... lowongan pekerjaan di kantormu?" tanya Jessica ragu- ragu saat tengah makan malam."Kenapa?""A... aku ingin bekerja.""Apa uang yang kuberi masih kurang?" tanya Hans dengan mengerutkan kening, pasalnya selama ini ia sudah memberikan 1 atm dan 1 kartu kredit untuk memenuhi keperluan Jessica dan Joane."Bukan begitu. Aku tidak mau terus bergantung padamu?" balas Jessica, sebenarnya ia ingin mengetahui kegiatan Hans di luar rumah dan mencari tahu wanita yang pernah dekat dengan Hans hingga menyebabkan pria itu berubah."Joane?""Aku berencana mencari baby sitter untuk menjaganya," jelas Jessica."Coba nanti aku tanyakan bagian SDM. Kalau ada aku kasih tahu.""Begitu?" Jessica terdengar tidak puas mendengar jawaban Hans."Iya. Harus ikut prosedur, kalau ada pun kamu harus mendaftar seperti karyawan lain," terang Hans."Kamu gak bisa bantuin aku gitu? Aku kan warga asing jadi takut aja gak s
Reyna terlihat murung dan tidak bersemangat akhir- akhir ini dan itu tidak luput dari perhatian Rayan. Ia sering melihat Reyna yang melamun, bahkan tadi pagi jari sahabatnya itu teriris pisau saat memasak sarapan. Dan sekarang ia kembali melihat Reyna yang berdiri di depan kompor. Terlihat normal memang tapi air yang dia masak sudah mendidih dan kompor yang tidak dimatikannya, menandakan bahwa ia tengah melamun.Rayan menarik Reyna menjauhi kompor dan mematikannya. "Eh... sudah mendidih ya, Ray?" Reyna terkaget dengan apa yang dilakukan Rayan padanya. "Kamu duduk sana. Biar aku buat coklat panas untuk kita," suruh Rayan. Reyna menuruti perintah Rayan, tapi tidak langsung menuju meja makan atau ruang tamu melainkan balkon. Malam ini begitu terang, bintang terlihat bertaburan. "Kamu ada masalah, Rey?" tanya Rayan sambil mengulurkan segelas coklat panas ke arah Reyna yang diterima dengan senang hati. "Enggak, kenapa?" sangkal