Malam ini Hayu tidak bisa tidur, pikirnya berkelana memikirkan semua perkataan ibunya, tapi esok hari dia sudah berjanji dengan kekasihnya untuk datang ke rumahnya. Entah kenapa mereka mengundang Hayu untuk datang.
Hayu masih nekat untuk datang ke sana besok hari. Dia memejamkan matanya, mengistirahatkan pikirannya yang sama lelahnya dengan tubuhnya saat ini.Keesokan harinya, ibunya mengetuk pintu kamarnya, “Hayu, bangun, Nduk, Bisma menunggumu di bawah, katanya dia datang menjemputmu, cepat bangun, Hayu.”Hayu yang mendengar teriakan ibunya segera bangun dan membuka pintu kamarnya. “Iya, Bu. Tolong katakan padanya, Hayu masih mandi dan bersiap-siap, terima kasih, Bu.”Ibu Hayu mengangguk dan melangkah meninggalkan kamar Hayu, turun ke bawah, mengatakan pesan Hayu pada Bisma, dia juga hari ini sibuk sekali, pesanan kue kering bulan ini melonjak, mungkin karena menjelang tahun baru.Gegas Hayu mandi, menggunakan pakaian terbaiknya yang pernah dia beli di salHayu diam, perasaannya sudah tak enak. Dia menunduk, meremas kedua tangannya. Dia berusaha menekan emosinya, tak mau terpancing dengan omongan Bu Ayu. “Jadi kita akan makan malam dengan menu rendang, dan karena kamu kekasihnya Bisma, jadi kamu juga harus belajar memasak menu makanan yang akan di makan suamimu. Apa mentang-mentang dia banyak uang kamu berharap hanya duduk saja di rumah tanpa melakukan apapun?” Hayu diam, dia selalu saja dipojokkan seperti itu, dia tak mengerti dengan jalan pikiran wanita di depannya, sebentar menaikkan dirinya, tapi kemudian menghempaskannya tanpa perasaan. “Maksud saya bukan begitu, Bu. Saya bisa memasak, jadi kalau memang saya yang harus membuat rendang itu juga tidak apa-apa, hanya saja, saya kurang pandai melakukannya. Jadi saya takut kalau tidak enak,” ucap Hayu beralasan. “Bagus, saya tidak suka dibantah, jadi sebaiknya kamu menurut apa yang akan saya katakan. Sekarang letakkan barangmu di situ dan ikutlah denganku.” Hayu me
Jelita kesal, dia bermaksud membuat Hayu emosi, tapi sekarang malah dia yang tersulut emosi.“Jadi kamu bilang aku murahan!”Aku tak mengatakan itu, bukankah kamu sendiri yang mengatakannya. Jelita menyandarkan tubuhnya, tersenyum mengejek ke arah Hayu.“Kamu punya cermin di rumahmu? Seharusnya kamu berkaca, aku yang murah atau kamu yang murahan.”“Cukup Hayu! Jangan membalas lagi, Sebaiknya kamu tahu posisimu, seharusnya kamu tahu diri, aku hanya menyuruhmu ke sini untuk membantu pekerjaan kami dan mempersiapkan makan malam. Jangan berharap aku akan menyanjungmu dan mengelu-elukan kamu, kamu harus tahu diri, kamu bukan bagian dari kami. Kamu berbeda dengan kami!” seru mami Bisma pada Hayu.Hayu tersenyum miris, matanya berkaca-kaca tak seharusnya mami Bisma mengatakan itu padanya, sebagai orang tua yang baik, dia harusnya bisa mengatakan dengan bahasa yang halus, bukankah mereka memiliki pendidikan yang tinggi dan memiliki manner yang lebih baik ketimbang d
Hayu melempar celemek yang dia pakai dan mengambil tasnya, meninggalkan Jelita dan Bu Ayu yang melongo menatapnya“Berhenti Hayu!”Mengabaikan teriakan Bu Ayu yang terdengar nyaring, membuat gendang telinganya bergetar. Dia tidak peduli dengan raungan mami Bisma itu, yang ada di pikirannya saat ini adalah segera pergi meninggalkan rumah keluarga Adibrata, dia sudah tidak peduli lagi hubungannya dengan Bisma. Mungkin rasa cintanya yang menggebu sudah hilang terkikis, semenjak dia datang ke kediaman rumah Adibrata.Dengan langkah gontai, dia menuju jalan raya, mencoba menghentikan taksi yang lewat di depannya. entah kenapa dia sama sekali tak menangis, mungkin hatinya kini sudah mati rasa, telanjur terluka dan kecewa hingga membuatnya melupakan rasa yang menyayat-nyayat hatinya. apalagi mengingat mereka sudah keterlaluan pada ibu Hayu.“Bodoh,” umpatnya pada dirinya sendiri.Ponselnya berdering, dia sudah tahu siapa yang meneleponnya, tapi mau tak mau, dia ha
“Goddammit!” umpat Hayu terdengar jelas di telinga Candra. Sepertinya dua anak manusia di depannya sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Tidak biasanya Hayu mengumpat, meski dia jengkel atau kesal dengan sesuatu.“Selesaikan urusan kalian di luar kantor, kamu mengerti Bisma. Kamu baru saja mengundurkan diri dari sini, itu artinya kamu bukan pegawai di sini, jadi jangan sembarang masuk ke sini tanpa ijin.”Bisma mendengus kesal, sejak kapan sahabatnya itu menjadi seformal itu, bukankah biasanya dia akan membiarkan Bisma berkeliaran di ruangannya.“Kamu berubah!”“Karena kita rival dalam pekerjaan kita harus profesional Bisma, aku tidak mau jika mencampurkan hubungan pekerjaan dengan masalah pribadi,” jawab Candra memberikan alasan yang masuk akal pada Bisma.“Hayu, ikut aku, kita harus bicara!”“Enggak, aku mau hubungan kita berakhir.”“Jangan kekanakan Hayu, ayo ikut aku, banyak yang aku ingin tahu tentang kejadian yang sebenarnya. Apa kamu
Hayu kembali ke kantor, pembicaraan mereka terhenti karena Bisma bertemu dengan salah satu kliennnya. Mau tak mau mereka menghentikan pembahasan pribadi. Hayu mengundurkan diri dan berpamitan. Bagaimanapun dia harus menjaga sopan santun di depan klien Bisma, meski saat ini Hayu sangat membencinya. Hayu yang baru saja mendudukkan dirinya di kursi, terjengit kaget saat suara Candra menginterupsinya. “Sudah kembali, secepat itu, apa urusan kalian sudah selesai?” “Ish, Bapak kebiasaan, suka kepoin saya. Pak, ingat, ini kantor. Dilarang mengurus urusan pribadi di kantor.” “Ya, iya.. aku mengerti. Jika kamu butuh bersandar, kamu bisa menggunakan bahuku yang lebar ini untuk bersandar.” Candra menatap serius ke arah Hayu, dia tahu saat ini Hayu sedang berusaha tegar, dia tak tahu apa yang terjadi antara mereka berdua, tapi dia sudah bisa mengira jika saat ini, Hayu sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. “Nanti saya ukur dulu bahu Bapak, kalau belum lebar
“Bisma , jangan keterlaluan! Dia perempuan tidak seharusnya kamu memperlakukannya seperti itu! Lepaskan tangannya, jangan egois Bisma!” perintah Candra dengan nada tinggi naik tujuh oktaf. Dia terlanjur kesal dengan sahabatnya itu semenjak mengetahui Bisma menginap di apartemen Jelita. Dia bukan lelaki bodoh, dia sudah bisa menebak apa yang terjadi dengan mereka berdua.“Jangan ikut campur, Ndra, ini tidak ada hubungannya dengan kamu!”“Aku tidak ikut campur, hanya saja, aku tidak suka kamu memperlakukan perempuan dengan kekerasan, apalagi dia pernah mengisi hidupmu selama beberapa tahun, apa seperti ini kamu memperlakukannya selama ini. Dimana hati nurani kamu Bisma. Kapan kamu merubah temperamen kamu?”“Cukup! Aku tidak mau mendengar apapun dari kamu, bukankah kamu senang kalau hubunganku berakhir, kalian bisa bersenang-senang di atas penderitaanku, kamu bisa lari ke pelukannya setelah meninggalkan aku bukan?”plak! Plak!Hayu menampar Bisma, baru kali in
Bisma menatap kepergian Hayu dan Candra. Dia kesal, ditendangnya mobilnya beberapa kali, tak menyangka jika hubungannya dengan Hayu akan berakhir sampai di sini.Dia masuk ke dalam mobilnya, dia harus segera pulang, mereka pasti sudah menunggunya untuk makan malam. Sebelum maminya menelepon dan mengomelinya, dia bergegas menghidupkan mesin mobilnya. Baru saja dia memundurkan mobil yang dikendarainya, ponselnya berdering. Nama Jelita terpampang di layar ponselnya. Dengan enggan dia menjawabnya, dia ingat jika Jelita sedang berada di rumahnya, yang dia yakini Jelita sekarang sedang berkumpul dengan kedua orang tuanya. Jadi dia tidak punya alasan untuk tidak menjawab telepon dari Jelita.“Halo.”“Kapan kamu pulang? Semua orang sudah menunggumu.”“Sebentar lagi, aku sedang di jalan menuju ke rumah, katakan saja pada mami dan papi lima belas menit lagi aku sampai."“Baiklah, hati-hati.”Bisma tak menjawab, hatinya masih kesal mengingat pertengkarannya dengan
Bisma diam tak menjawab, dia tahu dia tak sanggup melakukannya, bernaung sebentar di rumah Hayu saja, membuatnya tak betah, apalagi tinggal di sana.“Kenapa diam, jawab! Sanggup kamu tinggal di sana?”“Nggak, Bisma tidak sanggup. Tapi Bisma bisa membeli rumah untuk kami tinggali. Bisma bekerja, Bisma punya uang untuk melakukan itu.”Jelita yang mendengar perkataan Bisma sejak tadi merasa jengkel, dia kesal, betapa tak dihargainya dirinya, padahal mereka telah menghabiskan malam berdua, dia anggap apa dirinya, perempuan murahan yang bisa dipakai sewaktu dia membutuhkan.“Kamu masih bisa membantah rupanya, kamu mau fasilitas yang kamu pakai Mami tarik semua, yakin kamu bisa hidup kekurangan seperti mereka. Kamu bisa berpikir, sejauh ini gunakan logika kamu untuk memikirkan segala kemungkinan ke depan, menikah itu untuk seumur hidup, bukan satu, dua hari, mungkin kamu bahagia satu hari, tapi lain hari, kamu akan mengalami masalah rumah tangga yang lebih kompleks, a