Share

Proyek Memikat Hati Suami
Proyek Memikat Hati Suami
Penulis: jannahsaid

Di Paksa Pulang

"Nak, Abah minta kamu segera pulang ya? Ada hal penting yang ingin Abah sampaikan!"

 "Apaan sih, Bah? Kan aku baru seminggu wisuda. Dulu Abah ngebolehin aku nyari kerja disini lho? Abah lupa?"

 "Bukannya lupa, masalah pekerjaan nantilah kamu pikirkan. Sekarang nikmati dulu masa-masa bebas setelah wisuda!"

 "Emang nggak bisa di telpon ngomongnya, Bah?" 

 "Jangan lewat telpon, Abah mau bicara langsung sama kamu! Ummi juga sudah kangen katanya."

  "Baru juga minggu kemaren Ummi sama Abah ketemu sama Susan, masa udah kangen lagi? Abah bohong ya?"

"Pokoknya besok kamu harus pulang, Abah tunggu di rumah ya?"

 "Iya deh..", aku heran sama Abah tidak biasanya ngotot nyuruh aku pulang. Padahal aku sudah nyusun rencana untuk nyari kerjaan di kota ini. Tapi tak apalah, nanti setelah balek kampung baru aku nyari kerjaan.

 Aku baru turun dari angkutan umum saat seseorang menabrakku. Hingga menyebabkan handphone yang aku pegang jatuh dan retak layarnya.

 "Hei, jalan hati-hati dong! Nggak lihat apa badan segede ini malah ditabrak!" laki-laki yang menabrakku menoleh dengan santai, tanpa ada rasa bersalah sedikitpun.

 "Maaf, tidak sengaja!"

 "Gara-gara kamu hanphone aku rusak, ayo ganti rugi!"

 "Eh, enak saja minta ganti rugi. Yang salah tu kamu ngapain berdiri di tengah jalan!" dia malah nyalahin aku. Pengen sekali rasanya menjitak kepalanya. Udah salah malah nyalahin orang lain.

 "Tidak bisa gitu dong! Ini handphone aku rusak. Pokoknya kamu harus ganti rugi!"

 "Ya sudah, berapa?"

 "Satu juta!"

 "Enak saja, itu handphone cuma retak. Palingan di service cuma 200 ribu!" dia merogoh kantong celananya dan mengeluarkan uang 200 ribu.  Dan menyerahkannya padaku.

 "Nggak mau... ini pasti tidak cukup! Aku nggak mau rugi!"

 "Ya sudah, ambil uangnya dan ini kartu nama saya,nanti kalau biaya servicenya kurang hubungi nomor saya. Sekarang saya mau pergi, awas!"

 Dia malah melewatiku dengan kasar. Dasar laki-laki aneh untung saja tampan. 

 Kucoba menghidupkan handphone itu kembali, tapi sayang tak berhasil. Abah bilang ada mang Udin yang jemput aku ke terminal. Tapi gimana cara menghubunginya. Handphone ku mati. Dasar tak punya hati laki-laki tadi. 

 Karena tak menemukan mang Udin, akhirnya aku pulang sendiri memakai taxi. Hari ini apes sekali. Udah udaranya panas lengkap sudah.

 Sesampainya di rumah. Aku segera memasuki rumah.

 "Ummi....ummi... Susan pulang!" aku memasuki rumah tanpa mengucapkan salam.

 "Ya ampun anak gadis ini, masuk rumah nggak ngucapin salam malah teriak!"

 Abah yang sedang nonton televisi terkejut mendengar suaraku.

 "Eh, Abah. Assalamualaikum Abah!"

 "Waalaikumsalam, gitu dong. Baru namanya anak Abah!" Abah lalu memelukku dan mencium keningku.

 "Ummi mana Bah?"

 

 "Itu di dapur, lagi masakin makanan kesukaan kamu!"

 "Yeeee..... enak dong. Aku temuin Ummi dulu ya, Bah?"

 "Iya, sana ke dapur!" segera aku ke dapur dan mengejutkan Ummi. Ummi sedang mencuci peralatan dapur. Aku mengendap-ngendap lalu memeluknya dari belakang. Tanpa sengaja Ummi malah reflek memukul kepalaku dengan wajan yang ada di tangannya. Sontak aku kaget dan meringis kesakitan.

 "Ummiii....ini aku! Masa di pukul sih?"

 "Astagaa....Ummi kaget. Ngapain pake acara ngagetin Ummi segala sih?" Ummi malah menjewer telingaku.

 "Ummi nggak sayang sama Susan ya? Habis di tabok pake wajan sekarang malah jewer telinga Susan, Susan balek aja deh?" aku pura-pura berbalik dan hendak melangkah keluar 

 "Eh, ini anak malah ngambek? Sini peluk Ummi dulu!" aku langsung berlari kedalam pelukan ummi.

 "Benar ya Ummi kangen sama Susan makanya di suruh pulang?"

 "Kata siapa?"

"Abah yang bilang lewat telpon kemaren!"

"Abah tu yang kangen sama kamu bukannya ummi, ummi mah biasa aja!"

 "Ih, Ummi mulai lagi deh?"

 Ummi malah semakin erat memelukku. Aku tau Ummi pasti kangen padaku. Putri satu-satunya. 

 "Mang Udin mana? Kamu pulang sama mang Udin kan?"

 "Ya nggak ketemu tadi di terminal, Mi!"

 "Kok bisa? Kan kamu udah tau mau dijemput mang Udin?"

 "Tau sih, tapi handphone Susan tadi jatuh, rusak deh! Nggak bisa nelpon mang Udin jadinya Susan pulang sendiri aja!"

"Eee, kamu ini ceroboh sekali. Sekarang telpon mang Udin dulu, pasti dia masih di terminal nungguin kamu!"

 "Sip deh Mi!" akupun segera menelpon mang Udin menggunakan telepon rumah. Benar saja, dia masih di terminal nungguin aku. Segera kusuruh aja dia pulang.

 Malamnya setelah selesai makan malam, aku menemui Abah. Aku penasaran kenapa Abah ngotot nyuruh aku segera pulang.

 

 "Abah, sekarang Abah bisa bilang ke Susan. Kenapa Abah nyuruh Susan pulang cepet-cepet!"

 Terlihat Abah menarik nafas dengan panjang, sepertinya ini serius. 

 "Begini Nak, abah berencana menjodohkan kamu dengan putranya teman abah semasa kecil dulu" 

 Degg...jantungku seakan copot mendengar ucapan Abah.

 "Susan belum kepikiran untuk menikah, Bah. Lagian Susan baru saja wisuda masa langsung nikah sih? Susan mau nyari kerja dulu. Baru setelah itu mikirin pernikahan!"

 "Nggak apa-apa dong sayang, nyari kerja bisa nanti setelah kamu menikah!" Ummi yang duduk disamping Abah malah hanya diam. Tidak membelaku seperti biasanya. Kayaknya Ummi setuju aku menikah.

 "Nggak mau, Bah! Lagian aku juga belum kenal siapa calonnya! Emang Abah udah kenal? Jangan-jangan orangnya nggak baik lagi?" Aku berupaya memprovokasi Abah agar membatalkan perjodohan itu.

 "Abah pernah ketemu orangnya dulu, dia baik. Sudah mapan dan sepertinya juga bertanggung jawab!"

 "Pokoknya Susan nggak mau, Bah! Ummi bilangin Abah dong! Masa aku dipaksa nikah sih?" 

 "Sudah....nurut sama Abah mu, pilihan orang tua itu nggak pernah salah lho?"

 "Ummiiii.....!" Aki malah menangis keras. Aku tak mau menikah secepat ini. Dengan orang yang tidak aku kenal. Tanpa ada rasa cinta. Mana mungkin aku bisa bahagia. Ummi dan Abah pasti bercanda.

 "Sana, kamu pikirin dulu. Abah nggak nyuruh langsung nikah. Kamu boleh ketemu dulu dengan orangnya!"

 "Tapi, Bah?"

 "Nggak ada tapi-tapian, kamu harus nurut kata-kata abah!"

 Aku langsung berdiri dan lari menuju kamar. Aku membanting pintu dengan keras lalu menguncinya.

 Ku benamkan wajah di atas bantal. Aku tidak mau menikah dengan cara seperti ini. Aku memimpikan pernikahan yang dipenuhi dengan cinta. Dengan laki-laki yang aku cintai dan juga mencintaiku. 

 Tapi sekarang harapan itu pupus. Ingin rasanya menolak dan lari meninggalkan rumah, tapi aku tidak mau mengecewakan Ummi dan Abah.

 Aku tidak mau jadi anak durhaka. Mereka berdua adalah sumber kebahagiaanku. 

Dikamar mereka, Ummi mencoba bicara pada Abah. Dia tak tega melihat putri satu-satunya menangis menentang perjodohan itu.

"Abah, sepertinya Susan tidak mau di jodohkan, lalu bagaimana keputusan Abah?"

"Mi, Arga adalah anak yang baik. Abah pernah bertemu dengannya. Susan akan bahagia jika menikah dengannya!"

"Tapi Abah, coba lihat sendiri putrimu, dia menangis! Ummi tidak tega melihatnya!"

"Tidak akan terjadi apapun, Mi! Abah sangat yakin dengan pilihan Abah. Keluarga mereka juga baik, jelas bobot dan bibitnya. Kita bisa percaya kepada mereka!"

"Ya, sudahlah Bah! Tapi Abah harus membujuk putri Abah itu!"

"Iya, nanti kalau dia sudah tenang, Abah akan coba bicara!"

******

 Kenapa sih dengan Abah, kenapa dia tega menjodohkan aku dengan laki-laki yang tidak aku cintai bahkan mengenalpun tidak.

Aku tertidur karena capek menangis, hingga tak menyadari hari sudah menjelang pagi.

"Nak, bangun dulu! Sholat subuh dulu sana!" Ummi memcoba membangunkanku.

"Iya, Mi! Bentar lagi!"

"Ayo buruan, keburu siang nanti!" aku menggeliat bangun lalu beranjak mengambil air wudhu. Setelah sholat aku keluar kamar, di ruang tamu ada Abah yang sedang membaca koran pagi.

"Pagi, Abah!" kusapa Abah yang tengah asik dengan bacaannya. Melihat aku keluar kamar, Abah lalu melipat koran di tangannya. Lalu memanggilku duduk di sampingnya.

"Sini, duduk dengan Abah sebentar!"

"Iya, Bah!" Aku menurut dan duduk di samping Abah.

"Bagaimana? Sudah agak tenang?"

"Maksud Abah?"

"Kalau kamu sudah agak tenang, Abah mau bicara!"

"Bicara saja, Bah!"

"Begini, Abah bukannya memaksamu, cuma Abah berusaha mencarikan yang terbaik. Ummi dan Abah sudah tua, entah berapa lama lagi usia kami. Abah tidak akan tenang sebelum ada yang bertanggung jawab sama kamu. Abah ingin kamu cepat-cepat menikah!"

"Abah jangan bicara seperti itu, Ummi dan Abah akan selalu menemani aku!"

"Nurut perkataan Abah ya, Nak! Abah ingin kamu segera punya pendamping hidup!"

"Baiklah, Bah! Susan nurut perkataan Abah!"

"Nah, itu baru namanya putri abah!"

Abah lalu memelukku dengan erat. Aku terpaksa menuruti kemauan Abah. Aku tidak mau dia sedih. Selama ini dia sudah sangat memanjakanku. Sekarang waktunya aku berbakti padanya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
ainiekawati98
kebanyakan cerita di jodohin di panggil Abah tapi otaknya kolot
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status