Penduduk desa hanya mengetahui kalau pria aneh dan buta itu adalah pelindung desa dari gangguan bandit-bandit pendatang yang memeras penduduk desa. Tidak banyak yang mengetahui kalau pria buta ini adalah Pendekar tanpa tanding pada masanya. Pria yang sekarang disebut Ki Wicaksono ini merupakan Pendekar Naga generasi terakhir. Dengan gelar yang disandingnya sebenarnya dia bisa mengklaim tahta kerajaan Kamandaria tapi dia lebih memilih melindungi Desa Kabut Hitam dan menetap di desa ini.
Setelah meninggalkan Candaka, Ki Wicaksono melanjutkan perjalanan ke ujung desa dekat pegunungan. Terlihat dia cuman jalan biasa saja tapi dengan cepat dia sudah memasuki hutan di belakang ujung desa. Ini menunjukkan ilmu meringankan tubuhnya yang luar biasa.
Perlahan-lahan matahari mulai terbenam meninggalkan kegelapan yang menyelimuti hutan. Ki Wicaksono tiba di sebuah rumah yang unik yang menggabungkan konsep rumah dengan pepohonan.
“Kakek kemana saja, untung cepat sampai. Hari sudah gelap”, sahut seorang perempuan cantik yang usianya masih muda
Perempuan yang tampak anggun dan cantik itu bernama Gayatri. Dia adalah cucu satu-satunya dari Wicaksono.
“Kakek tadi cuman duduk-duduk di tempat makan Yatri”, jawab Wicaksono tenang
Dia tahu cucunya sangat mengkhawatirkannya sebesar dia mengkhawatirkan cucu perempuannya karena sudah banyaknya bandit-bandit pemeras yang menguasai desa tempatnya tinggal. Beruntunglah dia sudah mewariskan sebagian ilmu silat kepada cucunya untuk membela diri jika terjadi sesuatu pada dirinya.
“Tadi kakek ketemu pemuda perantau yang baru memasuki desa kita ini. Kakek dengar dia mencari ayahmu Yatri”
“Ada urusan apa dia mencari Ayah?”, tanya Gayatri sambil menyediakan makan malam buat kakeknya.
“Kakek tidak tahu, tapi dia bilang ayahmu adalah pamannya. Ini tidak mungkin karena Bibi kamu setahu kakek sudah lenyap ditelan Kabut Hitam saat berusaha menyelamatkan kamu dulu Yatri!!!”, cetus Wicaksono
Gayatri terdiam sejenak saat kakeknya mulai mengungkit lagi permasalahan saat dia masih kecil. Ibunya meninggal saat melahirkan dirinya, jadi yang merawatnya dari kecil adalah Bibinya Sri Ningsih. Sedangkan Ayahnya menghilang setelah kelahirannya, entah menyalahkan dirinya atau memang ada sesuatu yang lain yang tidak diketahuinya.
Saat itu sudah senja dan dia masih bermain-main di halaman rumah. Teriakan bibinya tidak terdengar olehnya. Kabut Hitam bergerak cepat seakan hendak menelan semua yang dilaluinya. Saking paniknya Ningsih nekad berlari menyambar Gayatri dan berlari cepat menuju ke dalam rumah. Gayatri selamat tapi dia tidak melihat bibinya lagi setelah kejadian itu.
Gayatri merasa dia sudah dikutuk sejak lahir. Siapapun yang dekat dengannya pasti meninggalkan dirinya hidup atau mati. Itulah yang membuat dia selalu mengurung diri dalam rumah di tengah hutan. Hanya kakeknya satu-satunya yang dia rasa belum meninggalkan dirinya.
“Iya kek, Yatri minta maaf. Gara-gara Yatri, bibi lenyap ditelan Kabut Hitam desa terkutuk ini dan ayah meninggalkan kita juga gara-gara aku, ssshhhh”, Gayatri terisak-isak mengingat semua kejadian masa lalunya.
Itu juga yang membuatnya tidak rela meninggalkan kakeknya seorang diri padahal dia sudah muak dengan semua kejadian yang menimpanya. Dia sudah muak terhadap desa terkutuk yang dirasa selalu mengutuk dirinya.
Pria tua itu menghembuskan nafas berat. “Kakek tidak menyalahkan kamu Yatri. Seandainya kakek tidak pergi saat itu mungkin kejadian tidak akan seperti ini”
“Besok coba kakek cari pemuda perantau itu biar tahu jelasnya kenapa dia tahu persis nama ayahmu Yatri”
Candaka barusan merasakan empuknya kasur di penginapan ketika tiba-tiba pintu kamarnya didobrak dengan keras. “Braaakkkk”Tampak puluhan orang menghampiri dirinya. “Mana kakek tua teman kamu itu”, tanya salah satu tukang pukul sambil mengcengkram baju CandakaCandaka sedikit gemetar melihat banyaknya tukang pukul yang mengerumuninya. “Aku tidak tahu, aku pendatang baru di desa ini”Belum sempat mereka menanyakan lebh lanjut tiba-tiba terdengar suara teriakan dari luar pintu kamar disertai beberapa orang tampak melayang seperti ditendang atau dilempar seseorang.. “Aduh ampun Tuan Putri”, terdengar suara tukang pukul tadi lirih“Beraninya kalian mengeroyok laki-laki yang tidak tahu apa-apa....!!!”, teriak wanita itu sambil muncul di hadapan puluhan tukang pukul yang masih berada di dalam kamarBelum sempat berkedip, semua berjatuhan dalam sekejab. “Bilang sama Bos kamu ya
Candaka terbangun pagi-pagi dengan kagetnya karena pendekar pedang kemarin entah bagaimana sudah berada di dalam kamarnya. “Ayo, cepetan bangun, aku mau menunjukkan sesuatu yang menarik ke kamu”, sahut Isyana dengan nada cuek dan tidak peduli dengan keadaan Candaka yang masih terkantu-kantuk. “Ada apa sih bangunin orang pagi-pagi, lagian tidak sopan banget kamu masuk begitu saja ke kamar aku”, seru Candaka dengan perasaan kesal Ia tidak mengerti dengan perempuan ini. Paras wajahnya cantik tapi kelakuannya serampangan dan tidak peduli sama sekali dengan perasaan orang lain. “Tuh, lihat ke bawah. Ramai banget kan ya’, tunjuk Isyana dari atas balkon penginapan ke arah jalanan di bawahnya yang dipenuhi aksi pawai silat “Itu orang-orang dari Perguruan Tapak Naga. Kamu harusnya belajar ilmu bela diri sedikit di Perguruan itu biar tidak gemetaran kayak kemarin, hahaha”, tawa Isyana tanpa merasa Candaka tersinggung dengan ucapannya. “Siapa yang gemeta
Sekelebat bayangan putih dan hijau tampak berseliweran. Wusssshhhh wussshhh. Daun-daun kering berterbangan saat dua sosok bayangan tadi lewat. Sesekali terdengar suara tawa perempuan di tengah gemuruh suara angin yang ditimbulkan oleh gerakan mereka. Gerakan mereka menimbulkan siluet putih dan hijau menambah keindahan pemandangan di kaki gunung Tiga Jari ini. Saat berhenti mulai terlihat sosok mereka yang ternyata Ki Wicaksono berjubah putih dengan Gayatri yang dibalut pakaian serba hijau. Gayatri tampak memegang tongkat panjang sedangkan Wicaksono hanya bermodalkan kepalan tangan. “Jurus Naga Putih Menari”, teriak Wicaksono sambil menggerakkan tubuhnya seperti orang yang sedang berdansa yang makin lama makin cepat sehingga tampak seperti naga putih yang sedang meliuk-liuk sedangkan tangannya terbuka seperti cengkraman naga. “Jurus Tongkat 8 arah”, Gayatri mulai memainkan Tongkat bambunya berusaha menggulung naga putih yang meliuk-liuk tapi serangannya selalu
Isyana langsung sungkem menyalami Ki Wicaksono sementara Candaka hanya membungkuk hormat.“Kek, ini ada teman Yana mau ketemu kakek katanya ada perlu”, kata Isyana kalem“Maaf kek, saya Candaka yang kemarin mau tanya ke kakek”, sambung Candaka sopan“Kamu yang kakek dengar kemarin mau mencari pamanmu Syailendra ya?”, tanya Wicaksono lagi“Sebenarnya ada hubungan apa kamu dengan orang yang bernama Syailendra ini. Setahu kakek dia tidak punya keponakan. Kalau boleh tahu nama ibu kamu siapa cu?”“Nama ibu saya Sri Ningsih kek”, jawab CandakaWicaksono terkejut bukan kepalang mendengar Candaka menyebut nama anak perempuannya yang lenyap ditelan Kabut Hitam“Tidaaak...Tidak Mungkin...Mana Mungkin Ningsih masih hidup setelah ditelan Kabut Hitam belasan tahun yang lalu’, gerutu Wicaksono“Kek..Kakek kenapa?”, tanya Isyana pelan“Tidak apa-
Candaka dan Isyana tiba pagi-pagi sekali di Perguruan Tapak Naga. Tampak Bram sudah siap dengan pelatihan pertama yang akan diajarkannya ke Candaka.Jurus Tapak Naga sangat terkenal di seluruh Desa kabut Hitam bahkan sampai ke desa-desa sekitarnya. Walaupun jurus ini bukan bagian dari Jurus 9 Kitab Sakti Naga tapi keampuhan jurus ini membuat Perguruan Tapak Naga sangat disegani semua pihak baik dari orang kaya, pejabat, rakyat jelata, bahkan kumpulan bandit-bandit tidak berani mengusik Perguruan ini terutama Keluarga Isyana yang mendirikan Perguruan ini puluhan tahun yang lalu. Itu juga kenapa bandit-bandityang mengganggu Candaka sebelumnya sangat takut terhadap Isyana.Jurus Tapak Naga hanya terdiri dari 8 Jurus tapi sangat efektif baik untuk pertarungan jarak dekat maupun jarak jauh. Untuk Candaka hanya akan diajarkan 2 jurus saja yaitu Jurus Cengkraman Naga untuk menyerang dan Perisai Naga untuk bertahan.Jurus Cengkraman Naga memiliki 18 gerakan menyerang da
Candaka lagi-lagi bermimpi, cuman kali ini dia bermimpi berada di sebuah hutan yang gelap dengan pohon-pohon besar mati berwarna hitam yang seakan hendak menelan dirinya bulat-bulat. Di tengah kegelapan dia melihat cahaya terang di ujung hutan yang menyinari sebuah air terjun yang turun dari perbukitan di atas hutan mati ini. Saat dia berusaha memasuki gua di belakang air terjun mendadak muncul sekelebat cahaya putih yang makin lama makin nyata menyerupai Naga. Mulut Naga terbuka menyemburkan Api berwarna putih ke arahnya, dan Candaka terbangun kaget dengan seluruh badan hitam oleh jelaga hitam yang menambah kedekilan dirinya, Dia masih berada di kamar penginapan tapi anehnya tubuhnya serasa habis dibakar api meninggalkan sisa-sisa pembakaran di tubuhnya yang masih bau hangus tapi badannya baik-baik saja. “Besok harus aku tanyakan ke Ki Wicaksono arti mimpi aku ini”, pikirnya lagi. Dia juga baru sadar kalau dia lupa menanyakan keberadaan pamannya kemarin. Can
Pagi-pagi buta, Candaka keluar dari penginapan berniat ke Pondok Hutan nya Ki Wicaksono. Dia memilih pagi yang masih gelap karena khawatir mimpinya jadi kenyataan, tapi harapan tinggal harapan. Begitu dia keluar dari penginapan langsung dihadang lagi oleh sekelompok bandit yang mengeroyoknya sebelumnya.“Hey pemuda dekil, kamu dipanggil Bos...!!!”, seru salah satu bandit yang wajahnya brewokan“Jangan melawan kalau kamu mau selamat”., lanjutnyaTimbul niat untuk menggunakan Jurus yang baru diajarkan Bram tapi diurungkan niatnya karena Candaka juga penasaran ingin mengetahui siapa bos bandit-bandit ini yang sangat ingin ketemu dengannya.Candaka mengikuti rombongan bandit ini menuju ke sebuah bangunan mewah yang ada di desa ini. Halaman yang ada kolam ikan serta taman yang asri membuat Candaka merasa bukan memasuki rumah bos bandit.Si Brewok terus berjalan menuju ke ruang tengah bangunan ini. Tampak dari kejauhan sosok berba
Sambil berjalan cepat menuju ke arah pondok hutan Ki Wicaksono, Candaka terus berpikir, kenapa begitu banyak persoalan menimpa dirinya? Dia hanya ingin mencari pamannya mengikuti pesan terakhir ibunya, tapi yang dia temui malahan berbagai macam persoalan yang rumit bagi hidupnya.“Aku harus balik ke Pondok meminta penjelasan Ki Wicaksono mengenai semua ini”, katanya dalam hatiBerbeda dari sebelumnya saat dia dengan mudahnya memasuki pondok di hutan, kali ini Candaka tersesat dalam hutan tidak menemukan Pondok Ki Wicaksono. Hutan-hutan itu seakan hidup karena begitu dia memasuki jalan dalam hutan maka pepohonan di belakangnya menutup jalan masuk sebelumnya.Tiba-tiba ada sekelebat bayangan menarik tangannya sambil berseru, “Ayo pegang tangan aku seerat mungkin kalau kamu tidak mau ditelan hutan ini”Candaka yang masih dalam situasi yang kebingungan menuruti saran bayangan tadi karena dia mulai merasa ada yang tidak beres deng