Share

Kirana Sasmaya

Hutan Serigala Putih tampak tidak terganggu oleh kejadian di Pulau Iblis. Suasananya masih tenang dengan panoramanya yang menakjubkan mata. Berbeda saat malam hari, hutan ini sangat indah di pagi hari dengan cahaya matahari yang sedikit memasuki hutan menambah indahnya hutan ini. Andai tidak ada serigala putih sebagai penghuni hutan ini, mungkin banyak penduduk yang bisa sekedar melepas lelah menikmati indahnya hutan ini.

Wusshhh! Wussshhh! Wusshh!

Tampak sosok anak perempuan kecil berlari lincah bersama kawanan serigala putih yang ukuran badannya jauh lebih besar darinya. Tapi tampak anak perempuan ini tidak terganggu sama sekali. Dia malahan asyik berlari seakan berlomba berpacu dengan waktu, melompati suluran akar pohon maupun cabang pohon yang menghalangi jalannya sambil tertawa penuh kegirangan.

Kirana Sasmaya, nama anak perempuan itu tampak cantik jelita dengan rambutnya yang ditutupi bandana kain biru. Matanya yang berwarna biru lebih menunjukkan dia lebih berbakat di ilmu sihir dibandingkan ilmu silat. Perawakannya yang masih kurus kering tidak membuatnya lemah, kelincahannya tidak tertandingi oleh makhluk manapun di hutan ini.

Sebuah busur panah tersanding di punggungnya dengan beberapa anak panah di dalamnya. Kirana mahir dalam memanah yang sudah dipelajarinya sejak berumur 4 tahun.

Hahaha ... hahaha ....

Terdengar tawanya yang membahana ke seluruh hutan termasuk ke telinga Syakia yang sedang berada di pondokan hutan.

“Kirana, jangan jauh-jauh mainnya!” teriak Syakia dari kejauhan dengan perasaan cemas.

Suara Syakia yang kencang langsung masuk ke dalam rimbunnya hutan untuk memperingati gadis kecil ini.

Tentu saja penyihir putih ini tidak salah mencemaskan gadis kecil di tengah kerumunan serigala putih berbadan besar ini. Lain halnya dengan gadis kecil ini, dia tidak khawatir sama sekali terhadap serigala liar ini. Alih-alih menjauhkan diri, dia menempel erat di punggung serigala putih besar berwarna putih dan menungganginya laksana menunggangi kuda pada umumnya.

“Uwais! Jaga Kirana baik-baik!" teriak Syakia lagi kepada serigala putih yang berlari menemani Kirana dengan lincahnya.

Kirana mencengkram erat leher Uwais agar tidak terjatuh karena serigala putih ini berlari sangat kencang melompati segala rintangan yang ada. Uwais sendiri tampak garang bagaikan pemimpin serigala, tapi serigala ini tidak terusik dengan sahabatnya Kirana yang sedang menduduki punggungnya.

“Kamu tidak usah terlalu mencemaskannya. Anak itu bahkan lebih gesit dari serigala larinya!” tegur peri hutan Thetis menanggapi kecemasan Syakia.

“Bukannya aku cemas! Tapi dia masih kecil, Thetis! Bagaimana kalau terjadi apa-apa dengannya? Tanggung jawabku besar terhadap kedua orangtuanya," jawab Syakia masih dengan nada penuh kecemasan.

Sementara itu yang sedang dibicarakan sudah asyik lagi berlari dari satu batang pohon ke batang pohon lainnya dengan mudahnya tanpa merasa khawatir terjatuh.

Di usianya yang baru 5 tahun ini, Kirana sudah banyak belajar dari  untuk ilmu meringankan tubuhnya. Dari punggung Uwais, dia langsung lompat ke depan beradu lari dengan serigala-serigala putih lainnya, disusul oleh Uwais yang tidak mau kalah dengan sahabatnya ini.

Pertumbuhan gadis kecil ini tidak seperti kebanyakan anak pada umumnya. Kirana sudah tampak seperti gadis kecil berumur 8 tahun di usianya yang baru menginjak 5 tahun. Dia juga sudah bisa berbicara bahasa manusia dan serigala. Hal ini juga tidak terlepas dari kegigihan Syakia mendidik anak gadis ini.

“Bibi! Lihat Bi ... aku menang lari melawan Uwais! Horee!" teriaknya saat kembali ke pondokan di hutan ini.

Wajah Kirana penuh lumpur dan dedaunan, tapi dia santai saja menghadap bibinya karena dalam hati dia mengetahui kalau bibinya ini sangat sayang padanya. Malahan dia langsung memeluk bibinya sehingga mengotori baju putih bibinya ini, tapi tampak Syakia tersenyum saja melihat kelakuan Kirana.

Kirana belum mengenali siapa orangtuanya. Dia hanya tahu dari bibinya kalau orangtuanya adalah pendekar terkenal dan juga orang yang sangat disegani. Bibinya berjanji nantinya dia akan bertemu orangtuanya kalau sudah sehat dan tidak sakit-sakitan lagi seperti yang sering dideritanya saat dia masih  kecil.

“Bibi ... aku sudah bisa lari kencang seperti yang Bibi ajarin ke aku ... Uwais saja kalah adu lari samaku!” kata Kirana penuh semangat.

“Sudah Bibi bilang berulangkali jangan pergi jauh-jauh dahulu. Kamu masih kecil!” Syakia memeluk balik gadis kecil ini yang sudah dianggapnya seperti putrinya sendiri dengan rasa kasih sayangnya.

“Aku kan dijaga sama Uwais, Bi! Jadi Bibi tidak usah khawatir ya ...” jawab Kirana dengan tenangnya.

Tampak Uwais juga mengangguk-anggukan kepalanya seakan mengerti apa yang dikatakan Kirana kepada bibinya.

“Ya sudah, kamu mandi dulu sana di kolam belakang pondok biar energi kamu terisi kembali!” perintah Syakia meminta Kirana mandi di kolam khusus dekat pondokan yang bisa memperkuat stamina tubuh.

“Siap Bibiku yang cantik!” kata gadis kecil ini sambil berlari ke belakang pondok.

Byuuurrr!

Terdengar suara gadis cilik ini menceburkan dirinya begitu saja di kolam air hangat yang fungsinya memulihkan stamina siapa saja yang masuk ke dalam kolam ini.

Kirana bahkan sudah dimandikan di kolam ini sejak dia masih bayi, karena selain susu serigala putih, khasiat kolam ini turut memulihkan dirinya yang sangat lemah saat dilahirkan.

Syakia hanya tersenyum melihat anak didiknya ini sangat ceria dan raut wajahnya mirip majikannya Tuan Chandika. “Andai bukan penyihir putih ...” pikirnya. Tidak tahu pikiran apa yang berkecamuk di otaknya, tapi yang pasti penyihir ini sangat melindungi Kirana bahkan dengan mempertaruhkan nyawanya.

“Aku minta maaf sudah meragukan penilaianmu saat kamu bilang gadis kecil ini adalah Sang Terpilih yang akan memberantas iblis yang berusaha masuk ke dunia kita," ujar Thetis.

Kali ini tampak Thetis, peri hutan yang tertinggal ini tersenyum pada Syakia sambil menawarkan minuman padanya.

Syakia melihat pada peri hutan ini, “Aku sudah tidak permasalahkan masalah itu Thetis ... aku sendiri juga tadinya ragu dengan penilaianku sendiri. Tapi gadis ini lebih kuat dari bocah laki-laki manapun yang memiliki tulang pendekar.”

“Kapan akan kamu kembalikan gadis kecil ini ke orangtuanya? Kenapa orangtuanya tidak datang menjemputnya?” tanya Thetis padanya.

“Tadinya mau aku kembalikan sekarang tapi aku berubah pikiran begitu melihat kebahagiaan di wajahnya. Lebih baik anak ini berada di Hutan Serigala satu tahun lagi untuk melatih ketahanan staminanya, juga kerjasamanya dengan serigalanya agar bisa lebih baik lagi," jawab Syakia.

"Baru terpikir olehku ... kenapa Tuan Chandika tidak datang sekarang untuk menjemput Kirana ya? Hari ini tepat sudah lima tahun Kirana berada di Hutan serigala Putih ini," ujar Syakia.

“Kamu bisa jaga Kirana sebentar saja. Aku mau ke rumah Tuan Chandika untuk meminta ijinnya agar Kirana bisa kita rawat setahun lagi di sini. Kamu setuju tidak denganku?” tanyanya kepada peri hutan ini.

“Tidak masalah! Terserah kamu saja! Kamu yang bisa lebih bijaksana dalam mengambil keputusan. Kamu pergi saja sekarang mumpung anak itu lagi asyik berendam di kolam bersama serigalanya," jawab Thetis menyetujui usul Syakia.

Thetis yang awalnya tidak begitu menyukai Kirana, lama kelamaan makin sayang dengan bocah perempuan ini karena Kirana sangat menghormatinya dan menganggapnya sebagai pamannya sendiri. 

Thetis juga yang mengajari Kirana ilmu memanah karena peri hutan sangat terkenal dengan ilmu memanahnya yang selalu tepat sasaran.

“Baiklah kalau begitu! Terima Kasih banyak ya kamu sudah turut serta merawat Kirana sampai bisa sehat kembali seperti sekarang," tutur Syakia.

Perkembangan Kirana di luar dugaan Syakia. Ilmu sihir putihnya berhasil diserap Kirana tanpa cacat membuat penyihir putih ini kagum kepadanya. Seharusnya dia tidak boleh mengajarkan sihir ini karena Kirana bukanlah penyihir putih melainkan calon pendekar.

Kecintaannya terhadap gadis kecil ini yang sangat menyerupai dirinya membuatnya melanggar aturan penyihir yang bisa berakibat dia dihukum berat karenanya.

Andai Kirana bukan Sang Terpilih, tentunya sudah dia kirim ke Negeri Awan Putih untuk menempuh pendidikan awal di sana sebagai Penyihir Putih.

“Apa yang aku lihat Penyihir Terpilih, bukan Pendekar Terpilih? Entahlah ...  biar waktu saja yang memutuskan ke arah mana anak ini nantinya melangkah. Atau bisa juga dia menjadi Pendekar Terpilih sekaligus Penyihir Terpilih?" Syakia mengguman sendiri dalam perjalanannya ke rumah orangtua Kirana.

Apa sebenarnya yang terjadi dengan Chandika Kalandra sehingga dia  tidak datang untuk menjemput Kirana sesuai janjinya kepada anaknya lima tahun yang lalu?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hwat703
Misteri persilatan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status