Share

Penghuni Bangunan Kosong

Syakia mempercepat langkahnya menuju ke rumah besar yang tampak tidak berpenghuni ini. Semakin mendekati bangunan besar ini, Syakia semakin merasakan hawa gelap yang sesak memenuhi tubuhnya,  membuatnya sulit bernafas.

“Siapa yang memiliki aura sihir hitam yang begitu besarnya sehingga sanggup membuat perisai sihir yang mengelilingi seluruh rumah Tuan Chandika?” tanya Syakia dalam hatinya.

Penyihir putih ini mulai merasakan ada yang tidak beres di rumah ini. “Tuan Chandika ... Nyonya Ardiyanti ...” teriaknya masih berusaha memanggil pemilik rumah ini. Hal ini dilakukan Syakia untuk mengelabuhi sekelompok mata-mata merah yang dia lihat berada di dalam bangunan yang sudah kosong ini

“Tuan Chandika ... aku Syakia datang berkunjung untuk menyampaikan kabar baik kepada Tuan," kata penyihir ini lagi sambil matanya berusaha melihat jelas sosok apa yang matanya begitu merah dalam gelapnya bangunan kosong ini.

Grrr ... Grrr ... Grr ....

Terdengar suara geraman yang cukup kencang dari dalam rumah kosong ini. Syakia masih berhati-hati pura-pura mencari Chandika untuk mengetahui posisi musuh. Dia tidak begitu menguasai teknik bertarung, jadi jika ada pendekar yang mempunyai teknik bertarung tinggi yang sembunyi di dalam bangunan kosong ini, keselamatannya bisa terancam.

Jika penghuni bangunan kosong ini hanya penyihir, mungkin dia masih bisa menghadapinya dengan sihir yang dipelajarinya. “Tuan Chamdika ...” panggilnya lagi sambil menetralisir sihir hitam yang begitu kuat menekan tubuhnya.

Suara geraman makin bertambah kencang seiring Syakia yang kian mendekati rumah ini. “Aku harus bergerak cepat masuk ke dalam rumah agar penghuni rumah kosong ini tidak sempat menyerangku," pikir Syakia.

Braaakkk!

Sebuah sinar putih langsung menghantam rubuh pintu masuk rumah Chandika. Dengan cepatnya Syakia langsung melesat memasuki bangunan kosong ini sambil bersiap melancarkan serangan keduanya.

Apa yang dilihatnya sungguh mengagetkan dirinya. Tampak di depannya pasangan tengkorak dengan baju yang sudah hancur lebur terduduk sambil berpegangan tangan. Di depan tengkorak ini tampak puluhan makhluk yang mirip serigala berwarna hitam dengan mata merahnya menjaga kedua tengkorak ini.

“Apa ini Tuan dan Nyonya Kalandra? Apa yang sebenarnya terjadi di rumah ini? Kalau ini benar mereka, siapa yang begitu tega melakukan semua ini, padahal Tuan Chandika sudah mundur dari dunia persilatan," pikir Syakia.

Grrrr ... Grrrr ... Grr ....

Puluhan Serigala Hitam ini masih menghalangi Syakia mendekati pasangan tengkorak ini. Penyihir putih ini tidak berniat melukai serigala hitam yang entah berasal dari mana ini, karena setahunya di Hutan Serigala Putih dan Lembah Serigala Putih ini hanya hidup kawanan serigala putih.

“Kenapa sekarang ada puluhan serigala hitam yang menjaga pasangan tengkorak ini? Sejak kapan kawanan ini berada di bangunan kosong ini?”

Tidak tampak Penyihir yang memasang perisai sihir yang bisa menghalangi siapa saja yang mencoba masuk ke bangunan kosong ini. "Siapa Penyihir Hitam ini? Kenapa dia memasang perisai sihir yang begitu kuat? Kalau saja aku tidak memiliki sihir yang kuat, aku juga tidak bisa mendekati rumah ini," pikir Syakia.

Serigala hitam ini juga tidak berniat menyerang Syakia, asalkan penyihir putih ini tidak mendekati pasangan tengkorak ini.

Penyihir Putih ini juga tidak mengerti kenapa serigala hitam begitu ketat menjaga pasangan tengkorak ini. Tapi bukan itu tujuannya menemui Chandika.

Syakia menyusuri bangunan yang luas ini untuk menemukan lagi petunjuk keberadaan Chandika dan keluarganya. Dia tidak yakin pujaan hatinya itu tewas mengenaskan di rumah ini. “Pasangan tengkorak tadi bisa siapa saja, tapi yang pasti bukan Tuan Chandika," tuturnya dalam hati.

Syakia tidak menemukan seorangpun di rumah yang besar ini. Hanya buku-buku dan barang yang berserakan seakan ada yang mengacak acak rumah ini mencari sesuatu yang mungkin tidak ditemukan oleh mereka.

Saat Syakia kembali ke ruang utama, kawanan serigala hitam ini sudah menghilang meninggalkan pasangan tengkorak yang semula dijaga mati-matian. “Siapa pasangan tengkorak ini? Kalau dilihat dari posturnya ini bukan Tuan Chandika dan Nyonya Ardiyanti, jadi siapa mereka? Kenapa kawanan serigala hitam tadi setia sekali menjaga pasangan tengkorak ini?" timbul beberapa pertanyaan di hati penyihir putih ini.

“Baiknya aku segera kembali ke Hutan Serigala Putih. Aku khawatir Kirana juga dalam bahaya jika memang ada yang mengincar Pendekar Serigala Putih!”

"Jangan-jangan serigala hitam ini sudah pergi ke Hutan Serigala Putih beserta penyihir hitam yang memasang aura sihir hitam yang kuat sekali di bangunan ini," cemas Syakia.

Syakia dengan rasa khawatirnya bergegas kembali ke hutan untuk melihat keadaan Kirana yang sudah dianggap sebagai putrinya sendiri ini. Harapannya semua baik-baik saja dan Kirana tidak dalam bahaya besar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status