Share

Bab 4

MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (4)

"Heh, Aira! Kamu dari mana aja sih! Sudah tahu ini hari pertama lebaran, bukannya ngurus kerjaan di dapur, malah kelayapan nggak jelas! Ke mana aja kamu tadi! Kamu nggak tahu ya kita semua jadi kerepotan karena gak ada yang ngelayani tamu! Dasar mantu pemalas, bisanya cuma bikin susah aja! Sana, cuci bersih semua piring kotor! Jangan berhenti sebelum semuanya selesai!" Gerutu ibu mertua saat aku dan anak-anak akhirnya pulang ke rumah.

Setelah hampir dua jam berkeliling mall, akhirnya Dino dan Dini pun mengajak pulang. Namun, baru saja masuk ke dalam rumah, mama mertua sudah menghardik habis-habisan.

"Maaf, Ma. Tadi Dino dan Dini kelaparan, sementara Mama melarang kami makan, jadi saya ajak anak-anak ke luar sebentar mencari makanan supaya nggak mengganggu makanan untuk tamu lagi," sahutku jujur apa adanya. 

Kupikir untuk hal seperti ini tak ada gunanya juga aku berbohong, toh hanya soal makan. Tapi reaksi mama mertua sungguh di luar dugaan. Beliau terlihat semakin emosi.

"Makan di luar? Di mana! Inilah kenapa mama nggak pernah suka sama kamu dan bikin sampai sekarang Indra belum juga bisa bangun rumah sendiri! Karena dia punya istri pemalas dan nggak tahu diri seperti kamu! Hidup susah! Tinggal aja masih numpang di rumah mertua, tapi sok-sokan makan di luar. Ngasibisin duit suami aja. Disuruh tahan sebentar sampai para tamu pulang saja, bilangnya nggak dikasih makan. Dasar menantu nggak tahu diuntung!" seru mama mertua lagi dengan nada keras.

Mendengar perkataan mama mertua itu, Dino, sulungku terlihat tidak terima. Bocah beranjak besar itu tiba-tiba maju ke depan sambil menatap tajam wajah mertua.

"Nek, Nenek bisa nggak sih sekali saja nggak ngomong kasar sama Mama? Mama ngajak aku sama Dini makan di luar karena nenek marah-marah terus, bilang aku sama Dini ngabisin makanan nenek aja, makanya kami nggak berani makan. Tapi kami makan di luar, nenek malah marah-marah begini. Mau nenek apa sih?" ujar Dino yang mungkin sudah bosan melihat neneknya marah-marah terus ke ibunya seperti ini.

Namun, mendengar perkataan sulungku, mama mertua terlihat tidak terima.

"Apa katamu? Nenek marah-marah terus? Wajar nenek marah, karena mama kamu ini nggak becus jadi menantu! Lagian kamu kecil-kecil, bisanya protes aja! Apa ini hasil didikan mama kamu ke kalian hah? Sama nenek sendiri berani membantah? Awas ya kalian, nenek adukan ke papa kalian nanti, biar kalian dihukum!" jawab mama mertua dengan nada tinggi.

Mendengar hal itu, aku menggelengkan kepala dengan nada gusar. Heran sendiri dengan sikap mama mertua yang bukan saja terhadapku saja bersikap antipati, tapi juga terhadap kedua cucunya sendiri, tega membenci.

"Ma, mama boleh saja mengadukan aku ke Mas Indra sesuka hati mama seperti yang sudah mama perbuat selama ini, tapi tolong jangan Dino dan Dini juga mama jadikan sasaran, Ma! Mama musuhi, karena mereka juga cucu mama sendiri! Darah daging di keluarga ini!" sentakku tak terima.

"Apa kamu bilang! Hak mama dong mau ngomong apa sama mereka! Kalau kamu nggak suka dan nggak terima, kalian boleh kok pergi dari rumah ini sekarang juga! Mama juga nggak butuh kalian di rumah ini! Dengar!" bentak mama lagi. Bukannya menyesal sudah bicara buruk pada kedua cucu beliau sendiri tetapi malah mengusir kami begini. Ya Allah teganya ..., bisik hatiku perih.

"Mama? Ada apa, Ma? Kok marah-marah ke Aira?" 

Sedang kami bertengkar, tiba-tiba dari arah pintu rumah terdengar suara Mas Indra bertanya. Rupanya suamiku itu baru saja pulang. Tampak matanya menatapku dan mama mertua bergantian. Penuh tanya.

"Indra? Syukurlah kamu sudah pulang. Ini istri kamu, kasih tahu dia supaya bisa bersikap sopan dan menghargai mertua, jangan suka membantah terus! Kesel mama! Kamu juga kenapa sih milih istri model begini, nggak bisa ngasilin apa-apa, bisanya cuma nyusahin aja!"" jawab mama mertua dengan nada ketus.

Mas Indra menghembuskan nafas.

"Ya sudahlah, Ma. Nggak usah marah-marah terus. Sekarang Indra bawakan calon menantu baru buat mama. Selvi namanya. Dia seorang pemilik toko pakaian dan perhiasan, Ma. Orang kaya. Dia ada di luar, tapi kalau mama marah-marah begini, Indra nggak enak mau nyuruh dia masuk, Ma," ucap Mas Indra lagi sambil menatapku dengan pandangan sekilas. Lelaki itu kemudian meneruskan ucapannya.

"Ra, di luar ada calon istri muda Mas. Kamu nggak usah protes atau marah-marah ya. Hak Mas mau nikah lagi. Dia juga mau kok jadi yang kedua. Jadi nggak ada alasan buat kamu nggak terima."

"Dia ke sini mau kenalan sama mama dan kamu serta anak-anak. Jadi terima kehadiran dia dengan baik ya. Nggak usah komplain atau nuntut cerai karena kalau kita bercerai, kamu mau tinggal di mana? Makan dengan siapa? Kamu yatim piatu, keluarga gak punya. Mas nggak akan ngurusin kamu kalau kamu milih berpisah dan bertingkah laku yang membuat mas kesal. Oke?" ucapnya dengan nada saklek, seolah ucapannya adalah perintah yang tak bisa dibantah lagi. 

Mendengar perkataan ayah dari dua anakku itu, aku merasa shock bukan main. Apa katanya barusan? Ia akan membawakan menantu baru buat Mama dan akan diperkenalkan juga padaku sebagai calon istri muda? Apa dia sudah gila? Segampang ini memutuskan untuk menikah lagi dan seenteng itu pula menyampaikannya padaku, sebagai istri sahnya? Ya, Tuhan, tak salahkah pendengaranku?

Lalu perempuan itu, apakah dia perempuan yang sama yang tadi kulihat bersama suamiku itu di mall? Ya, Tuhan ...

"Apa, Ndra? Kamu bawain mama menantu baru? Seorang pemilik toko pakaian dan perhiasan? Yang benar aja, Ndra? Serius?" tanya mama dengan wajah berbinar.

"Tentu saja Indra serius, Ma. Buat apa Indra bohong? Jadi gimana? Suruh masuk atau gimana, Ma?" ujar Mas Indra lagi sok jumawa. 

"Ya suruh masuk dong,, Ndra. Calon menantu idaman gitu. Rugi dong kalau nggak disuruh masuk. Oke, mama setuju kamu nikah lagi. Gih, suruh dia masuk sekarang!" ujar mama mertua lagi sambil tersenyum gembira.

Melihat tingkah laku mama, aku merasa muak bukan main. Apalagi perlakuan Mas Indra yang seenak jidatnya. Sudah tidak menafkahi istri dengan baik, sekarang mau kawin lagi pula tanpa persetujuanku!

Cukup! Kurasa inilah batas terakhir kemampuanku mentolerir semua perlakuan semena-mena dari mereka ini! Aku tak bisa diam lagi sekarang! Kalau tadinya aku masih berniat untuk tetap tinggal di rumah ini sampai tabunganku cukup dan rumah baruku sudah selesai dibangun, tapi sekarang sepertinya tak bisa lagi.

Aku harus berani melangkah dan mengambil keputusan sendiri! Daripada makin makan hati dan tersiksa dari hari ke hari, lebih baik aku keluar dari rumah mertua ini sekarang juga!

Ya, aku harus berani memutuskan. Sekarang! Atau akan lebih lama lagi aku terluka!

Dan kurasa sekarang lah waktunya bagiku untuk menyelamatkan hidup dan harga diriku dari semua penghinaan mertua dan suami ini! Ya, aku harus pergi sekarang juga!

    

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Calo Gaming
mertua sangat arogan
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
sakiit ,biadabnya mertua dan suaminya,kuat tegar ra ALLOH akan menjagamu ,melancarkan rezekimu btul tinggalan suamimu yang dzolim ,oergi bersama anak "mu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status