Share

Kepanasan Jin Ceramah

Mampus, begini kan jadinya hangout gak tau waktu. Padahal awalnya aku santai-santai aja, tapi entah kenapa pas aku lihat jam tangan udah pukul sepuluh malam, aku langsung kalang kabut dan meminta Reza untuk mengantar aku pulang.

Walaupun awalnya aku sempat diketawain Clara dan Nadine karena udah ngacir ketakutan, tapi mau gimana lagi kehidupan aku hari ini dan minggu lalu udah beda drastis kayak akhlak ku dan akhlak Husein.

"Berhenti di mana?" tanya pacarku saat mobil yang dia kendarai sudah hampir sampai di dekat gerbang pondok. Aku jelas minta dia berhenti lebih jauh supaya orang-orang sana gak ada yang lihat aku sama Reza.

"Di sini aja Za, aku perlu sembunyi-sembunyi dulu," jawabku gemetar. Pandangan ku berpusat ke seluruh area gerbang karena takut ada yang memergoki kita berdua.

"Kamu serius mau menjalani kehidupan seperti ini? Aku aja gak tega loh Rey lihatnya!"

Aku yakin dengar dia bilang apa barusan, tapi aku seperti bodo amat karena sangking sibuknya mengkhawatirkan nasibku beberapa menit ke depan. "Mau gimana lagi, udah kejadian. Aku turun dulu ya sayang, bye! Nanti langsung pergi ya, entar ada yang datang!" kataku sedikit mengusirnya.

Tapi Reza menahan tanganku, dan aku reflek menoleh. "Kiss nya?"

OMG! Lupa ya, kalau Reza biasanya kiss aku pas mau berpisah begini.

Tapi, seakan ada yang menahan ku begitu saja, aku langsung menolaknya. "Aku buru-buru ya, next time. Bye!" Terpaksa aku abaikan permintaannya dan segera turun dari mobil, lalu berjalan mengendap-endap sampai ke depan pintu gerbang. Emang bener sih kata si Husein, gerbang udah dikunci kalau jam 10.

"Mampus, gue tidur di mana nih malam ini?" Aku mencoba sekuat tenaga ngakalin gembok supaya bisa kebuka walaupun hasilnya bakal nihil, tapi setidaknya usaha dulu lah.

Sampai akhirnya, kemunculan seseorang berhasil bikin jantung aku hampir copot, salah! Hampir meledak!

"Ke kunci ya?" Sempet merinding sehabis denger suaranya, tapi begitu dia mendekat, aku langsung lega.

"Hus, eh Mas!" Telan ludah.

"Kekunci yah? Kan sudah saya bilang, jam 9 sudah ditutup gerbangnya. Kamu kenapa ngeyel?"

Iya sih, aku ngeyel banget. Habis, di sini itu membuat aku stress, belum lagi dengar celotehan mereka tentang akhlak aku, benar-benar memusingkan.

"Sorry, tadi tuh aku diajak temen-temen main dulu. Tapi ini kan sudah di sini, yang penting aku pulang kan?"

Duh, bukannya dibukain malah ngajak debat, kalau gak debat ya ceramah. Gitu aja terus hidupnya sampe kiamat.

Dia membuang nafasnya kasar, tapi setelah itu dia buka kunci gembok dan akhirnya aku bisa masuk.

"Tunggu!" Dia menahan tubuhku yang baru saja hampir meninggalkannya. "Baju kamu? Kenapa berubah?"

O ow, sangking buru-buru aku sampe lupa ganti baju lagi kan! Ketahuan deh. Ah bodo amat lah, iya emang gue ganti baju, napa emang? Andai bisa nge gas kayak barusan.

"Ya.. ya, aku kan...." Duh, kenapa mendadak gagap gini sih, lagian ini gak ada tempat lain apa kok harus debat di luar. "Bajunya tadi ke tumpahan minyak, mau gak mau harus ganti!" Untung pinter!

"Benar? Berbohong itu dosa loh, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Jauhilah kebohongan, sebab kebohongan menggiring kepada keburukan, dan keburukan akan menggiring kepada neraka. Dan sungguh, jika seseorang berbohong...."

"Masss!" Panas, jin gue kepanasan nih rupanya denger ceramah. "Iya saya salah, and sorry for it! Tapi bisa gak sih apa-apa jangan diceramahi? Aku emang jemaah kamu Mas?" Dengan kesal, aku meninggalkan dia yang masih bertahan di depan gerbang. Aku menggerutu sepanjang jalan akibat kebiasaan nya yang gak tahu-tahu mau ceramah di mana. Iya ngerti, dia itu ustad dakwah, tapi masa iya ke istrinya juga? Bener-bener ya, bikin aku darah tinggi aja.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status