Olivia berjalan mondar-mandir di ruang loker sembari menggigit kuku jarinya. Entah kenapa dia seperti merasa serba salah. Gadis itu mencoba meredam emosinya yang entah sebab apa. Dia bahkan tak tahu kenapa hatinya begitu jengkel saat Ronan muncul di ruangan tadi."Kau masih di sini!" Ronan tiba-tiba saja masuk. Membuat Olivia buru-buru memakai maskernya kembali. "Bersiaplah! Aku antar kau pulang.""Bagaimana anda bisa masuk ke sini? Ini ruangan khusus karyawan!" Olivia terkejut dengan kehadiran Ronan."Tempat mana yang tidak bisa aku masuki, heh?" Ronan tersenyum jengkel.Olivia mendengus kesal. Merasa dirinya tak lagi memiliki privasi atas dirinya sendiri."Bergegaslah! Aku tak punya banyak waktu." Ronan melirik arloji mewah di pergelangan tangannya."Tidak, Tuan Ellyas. Aku belum menyelesaikan jam kerjaku." Olivia berucap dengan angkuh.Ronan mengernyit mendengar panggilan Olivia yang berubah padanya. Gadis itu terlihat begitu menjaga jarak, dengan memanggilnya dengan sapaan yang be
"Apa yang kau bicarakan, Ronan? Kau tidak percaya pada Ibu? Ibu sedang mempersiapkan semuanya." Laura tampak kecewa mendengar ucapan putranya."Kau tidak berpikir bahwa Ibu sengaja mengulur waktu, bukan?""Tidak, Bu. Bukan seperti itu. Tapi aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi."'Gadis itu harus secepatnya tinggal bersamaku.'Laura tersenyum getir. Di antara harus kecewa ataukah bahagia melihat putra kesayangannya sedang tergila-gila pada seorang gadis. Hingga merasa tak sabar ingin cepat-cepat memilikinya.Laura merasa terabaikan. Namun di sisi lain, baru kali ini Ronan terlihat begitu bersemangat dalam urusan wanita. Dan Laura bahagia karena akhirnya anak laki-lakinya sembuh dari luka hatinya."Baiklah! Kau akan menikah minggu depan." *Silvia langsung melemparkan tas tangannya ke atas rajang dengan kuat. Dia begitu kesal dan merasa frustasi dengan apa yang baru saja terjadi di restoran tadi. Dia bahkan meremas rambutnya sendiri.'Olivia dan Ronan sudah tidur bersama?' Dia histe
"Ceritakan masa kecilmu dengan ibumu, Silvia. Apa ibumu masih suka menyanyi?" Martin mencoba mengenang kembali masa lalunya bersama Lea.Tentu saja Silvia merasa terkejut. Dia bahkan tak pernah bertemu dengan ibunya Olivia. Apa lagi sampai mengenalnya. Dan itu membuatnya salah tingkah."Ma_maaf, Ayah. Kurasa aku masih terlalu kecil saat itu. Aku... aku lupa." Silvia menjawab dengan gugup."Lupa? Kau tidak ingat apa pun tentang ibumu?" Silvia merasa terjebak. Dia bingung harus menjawab apa. Tentang bagaimana kehidupan bersama ibunya, Olivia hampir tak pernah bercerita. Yang Silvia tahu, Olivia selalu saja menangis di dalam kamar. Dan Silvia hanya mengabaikan dan tak berniat bertanya atau menenangkannya."Ayah, sebenarnya aku....""Ada apa, Silvia?" Martin menatap putrinya lekat."Aku... aku sengaja melupakannya, Ayah. Aku tak ingin mengingat tentang ibu lagi. Dia sendiri telah melupakan dan meninggalkanku di panti asuhan. Untuk apa lagi aku mengingatnya? Itu hanya akan menyakitiku saj
Usai makan malam, Ronan datang ke kediaman keluarganya. Martin dan Laura menunggunya di ruangan kantor tempat biasanya Martin memeriksa dokumen-dokumen dari perusahaan."Apa yang kau lakukan dengan cincin peninggalan nenek buyutmu, Ronan? Gadis itu benar-benar meminta kau membuangnya ke tempat kotoran? Hah?!" Martin tak bisa menyembunyikan amarahnya.Ronan yang sudah menduga hal itu akan terjadi, mencoba bersikap tenang. Bagaimanapun juga dia harus bertanggung jawab atas kecerobohan Olivia yang selalu saja membuat masalah."Cincin itu mengingatkan pada masa laluku, Ayah. Aku benci saat melihatnya. Aku hanya tak ingin Olivia menjadi sasaran kemarahanku tiap kali melihat benda itu melingkar di jarinya. Tidak bisakah Ayah mengerti dengan apa yang aku rasakan?" Ronan beralasan.Pria itu juga melirik ke arah ibunya. Laura terdiam, menatap sendu putranya."Kau bisa membicarakannya baik-baik dan mengembalikannya pada ibumu. Tak perlu menghina benda leluhurmu seperti itu!" Alasan Ronan tidak
"Bukankah hari ini kau shift pagi? Kenapa pulang begitu larut?" Suara seorang pria membuat Olivia menaikkan bola mata ke atas, tahu bahwa Ronan sedang menunggunya di teras kamar.Saat berjalan hendak memasuki halaman rumahnya, Olivia melihat mobil Ronan. Kim yang berdiri di samping kendaraan mewah itu memberi hormat, begitu melihat Olivia datang."Salah satu rekanku berhalangan hadir. Aku menggantikannya hingga selesai." Olivia menjawab seadanya."Kau bisa meminta Kim untuk menjemputmu. Atau kau bisa berhenti__.""Aku tidak akan berhenti, Tuan! Ingat perjanjian kita." Olivia langsung menyela ucapan pria di hadapannya.Ronan menatap sinis pada Olivia."Ini sudah larut malam. Untuk apa anda kemari?" "Tentu saja ada hal penting yang ingin aku katakan.""Katakan saja. Aku terlalu lelah untuk berdebat dalam waktu yang lama dengan anda.""Memangnya siapa yang menyuruh kau lembur, hah?" Olivia melotot ke arah pria arogan itu."Tentu saja kebijakan dari atasan, Tuan. Apa anda pikir itu kein
Mata Olivia membesar mendengar ucapan dari mulut Ronan. Matanya liar menatap ekspresi pria itu yang sepertinya tidak main-main."Kau senang?" ejek Ronan. "Apa kau sudah merasa tidak sabar menjadi bagian dari keluarga Ellyas?""A__apa yang anda katakan?" Olivia sampai terbata saking terkejutnya.Ronan menyeringai. Lalu berjalan perlahan mendekati tubuh mungil itu. Olivia menelan ludah karena gugup. Lalu tanpa sadar kakinya melangkah mundur."Haruskah aku mengulanginya lagi agar kau merasa yakin?" Ronan terus mendekat meski dia melihat gadis itu mencoba menjauh darinya.Ada rasa senang di hati pria pemarah itu mendengar bahwa Olivia menyambut baik rencananya. Ronan berpikir, Olivia akhirnya dapat menerima pernikahan dengannya tanpa paksaan."Kau bisa mengatakan pada seluruh dunia bahwa kau juga seorang Ellyas. Kau bisa memanfaatkan nama besar itu untuk melindungimu dari apa pun. Juga pada orang-orang yang selama ini menghina dan ingin melecehkanmu. Aku sama sekali tidak akan menghalangi
Setelah kembali dari rumah orang tuanya, Ronan meminta Kim untuk berbalik arah dan menyinggahi tempat tinggal tunangannya. Ronan berpikir bahwa gadis itu pasti sedang berada di rumah karena jadwal kerjanya di pagi hari.Ronan merasa tidak sabar menunggu besok untuk memberitahukan bahwa tak ada masalah pada orang tuanya tentang jadwal pernikahan. Pria itu merasa tidak sabar melihat ekspresi terkejut pada Olivia yang membuatnya tampak begitu lucu di hadapan Ronan.Ya. Melihat Olivia merasa kesal menjadi hiburan tersendiri bagi Ronan. Namun kenyataannya, gadis itu malah berharap pernikahan itu batal dan membawa-bawa Cleo dalam masalah mereka.Ronan sempat berpikir, bahwa bisa saja, baik Cleo ataupun Olivia saling memanfaatkan untuk membuatnya membatalkan pernikahan itu.'Mereka tidak boleh bertemu lagi.'"Suruh orang mengawasi gadis itu! Laporkan padaku siapa saja orang yang bersamanya!""Baik, Pak!" Kim tak berani banyak bertanya.Olivia terduduk lemas di tepi dinding. Tiba-tiba saja ai
Silvia tersentak mendengar ucapan dari Cleo. Lututnya bergetar, gontai hingga hampir jatuh dan berlutut. Matanya menatap Cleo dengan penuh ketakutan.'Wanita itu, bagaimana dia bisa tahu tentang aku?'Melihat wajah ketakutan Silvia, Cleo semakin tergelak. Dia beranjak dari atas ranjang, kemudian berjalan mendekati gadis yang wajahnya sudah pucat pasi."Kau sudah ketahuan, Silvia. Kau ingin memanfaatkanku agar Ronan membatalkan pernikahannya, bukan? Sayang sekali karena kau melakukan itu bukan demi aku, tapi demi dirimu sendiri. Dasar gadis licik!" Cleo tersenyum sinis."Tidak. Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan, Cleo." Silvia masih berusaha mengelak. "Bagaimana mungkin aku jatuh cinta pada kakakku sendiri."Cleo tertawa semakin keras. Menganggap basa-basi Silvia tak lagi berguna di hadapannya."Aku melihat cara kau menatap pria itu, Silvia. Matamu berbinar penuh cinta. Dan kau terluka saat orang yang kau suka begitu membela gadis lain. Apa kau pikir aku bodoh?"Silvia tampak be