Terdengar gila memang sekarang, aku duduk di salon milik keluargaku dan membawa wanita asing bernama Yola untuk di rubah penampilannya. Melihat Yola aku seperti sedang melihat diriku dulu, di khianati suami yang begitu aku percaya. Masalah Yola bukan urusanku, tujuanku membantunya hanya untuk membuat wanita bernama Fani itu menyesali caranya menjalani hidup.Sejak dulu aku begitu kesal dengannya, namun masih terus bersabar menghadapi tingkahnya yang sangat tak tau diri, tapi sekarang rasanya dia sudah keterlaluan, lagi pula berapa kali kami bertemu, dia selalu membuat masalah baru."Urus wanita itu sampi semua selesai, pastikan pakaian dan semua yang terbaik!" Ucapku pada meneger salon, sementara aku memilih keluar sekarang.Yola masih di lantai tiga untuk perawatan, aku tak mau menghabiskan waktuku menunggunya."Man, aku mau ke hotel untuk bekerja, siapkan kamar!" Ucapku yang tak mungkin lagi kembali ke pabrik sekarang.Hotel milik bapak ada di dekat sini, aku jarang datang ke sana,
derrt... derrttt..Tak lama ponselku berdering, Satria menghubungi dan aku segera mengangkatnya."Ya Tri?""Aku sudah di bawah, turunlah!" Ucap nya membuat aku terkejut.Aku pikir Satria hanya bergurau untuk mencariku, tapi ternyata dia benar-benar ada di bawah sekarang."kamu tak bercanda Tri? kamu menemukan aku?" Tanyaku masih tak percaya kegigihan lelaki satu ini."Aku tak bercanda Sri, sejak kapan aku bercanda saat mencarimu!" Ucapnya terdengar tak main-main."Baiklah, tunggu di sana, aku akan segera turun." Ucapku lalu mematikan panggilan.Bergegas aku turun ke bawah, sungguh aku begitu penasaran apa benar lelaki itu sudah ada di sana sekarang.Keluar dari lif aku berjalan ke restoran, Satria memang sudah berada di sana, duduk di dekat jendela dan diam seperti sedang menunggu seseorang."Halo tuan Iyan!" Aku menyapanya dan dia tersenyum saat melihat aku berdiri di sisi meja.Dengan cepat dia berdiri dan menarik kursi untuk aku duduk."Terimakasih." Ucapku lalu duduk menghadap kur
Setelah berhasil menggodaku Satria duduk diam memperhatikkan aku bekerja, sejak tadi matanya tak beralih menatapku, membuat aku jadi canggung bahkan untuk sekedar menggeser pantat ini."Aku hampir selesai Tri, jam berapa sekarang?" Kucoba menguasai diri agar tak terlihat konyol di hadapannya."Jam dua lebih, apa kita akan jemput Lala sekarang?""Bisa, aku sudah selesai juga. Tapi sebelum kita jemput Lala, aku ingin melihat dulu drama di bawah." Ucapku tak sabar.Arman baru saja memberi pesan bahwa Yola sudah selesai dan hampir sampai di hotel, sementara mas Fandi dan ibu sudah di bawah sejak setengah jam yang lalu. Mereka masih menunggu aku yang mengundang mereka datang."Aku sudah menghubungi Fandi dan ibunya untuk datang melihat sendiri bagaimana wanita kebanggan mereka bertingkah.""Kamu mengundang mereka kesini? Kamu sungguh-sungguh?""Aku sungguh-sungguh Tri, jangan membuat aku terlihat jahat sekarang!" Aku berdiri dan berjalan meninggalkan kamar hotel bersama Satria, lelaki itu
Tok... Tok..."Room service!"Klek!Suara kunci terdengar sekarang dan kepala seorang lelaki nampak keluar, mengintip dari balik kamar yang remang."Aku nggak pesan apa-apa mas, salah kamar ya?""Aku yang mengantarkan kejutan mas!" Yola tiba-tiba saja menunjukkan wajahnya, dan lelaki itu membelalak seakan tersetrum sesuatu.Hampir saja pintu kembali di tutup, namun pegawai hotel berhasil menahannya agar tetap terbuka."Buka mas!" Teriakan Yola membuat lelaki itu panik, namun sesaat ia sempat terdiam menatap Yola dari ujung rambut hingga kaki."Kenapa kamu di sini?" Tanya Haikal dengan pelan."Aku kesini untuk memberi kalian pelajaran, buka!" Teriak Yola lagi dan mas Fandi dengan tak sabar ikut mendorong pintu kamar ini.Brak!Hantaman daun pintu dan tembok terdengar, aku mengusap kesal dada ini, berharap mereka semua tak merusak properti hotelku.Lelaki itu pasrah dan mundur teratur membiarkan para tamu tak di undang itu masuk ke dalam. Ya, aku,Yola, ibu dan mas Fandi masuk hampir ber
"Betul kamu mencintai wanita ini mas?" Yola dengan berani bertanya pada suaminya dan Haikal masih diam seperti sedang memikirkan banyak hal."Katakan mas, katakan saja sebenarnya pada istrimu itu, kamu muak kan dengan penampilan nya yang kampungan, jujur saja mas!" Fani bahkan tanpa rasa malu menghasut Haikal di depan kami semua."Oh, jadi kamu muak dengan penampilanku mas? Katakan mas, jangan diam saja!" Yola mencecar suaminya."Mas, kenapa diam!" Yola bertanya lagi dan kali ini Haikal menatapnya sayu.Bukan begitu Yola! Aku, aku_" Haikal kembali terlihat ragu."Aku apa mas, katakan dengan jelas! Jika kamu memilihnya hanya karena kamu muak dengan penampilanku, harusnya kamu sadar diri juga mas, kamu yang membuat aku sibuk mengurus anak hingga lupa bagaimana caranya mengurus diri!"Haikal masi diam dan membuat Yola semakin tak sabar."Knepa masih diam? Jadi untuk memutuskan siapa yang ada di hatimu saja begitu sulit mas? Jika begitu bilang pada kedua orang tuaku bagaama perasan mu sek
Aku diam menatap ke sekitar halaman sekolah, bagitu ramai orang tua menjemput anak-anaknya, aku tak melihat mbak Aini sejak tadi, Satria juga terlihat mencari wanita itu sekarang."Om Iyan!" Aku menoleh, melihat Mutia sudah bergelayut manja dengan Satria, senyumku mengembang melihat gadis kecil itu manja pada omnya.Lelaki bertubuh kekar itu berjongkok mensejajarkan wajahnya dengan sang keponakan. "Mutia, mama mana?""Nggak tau om, kayaknya nggak jemput." Ucapnya polos.Aku sedikit sangsi, masak iya mbak Aini tak menjemput anaknya? Padahal wanita itu tak pernah absen bila berurusan dengan anaknya. "Om Iyan mau antar Mutia pulang tidak?" Gadis kecil itu menarik tangan Satria.Sesaat Satria melihatku, aku diam tak memberinya jawaban apapun, aku memang tak membenci Mutia, namun bagiku menyebalkam saja bila Lala harus mengalah untuk gadis yang bahkan tak menganggapnya teman. Lagi pula Satria datang kesini karena janjinya dengan Lala, jika dia memilih Mutia ya berarti aku akan memastik
Satria menggenggam tanganku erat, membawaku masuk ke pelataran rumah mbak Aini. Tatapan wanita itu tajam sekarang, bahkan aku melihat dia mendengus kesal saat aku masuk melewati pagar rumahnya."Kita perlu bicara mbak." Satria kini bicara dengan nada dingin tangannya tak lepas dari genggamanku."Bicara apa lagi? Aku rasa tak ada lagi yang perlu di bicarakan." Dia membuang wajahnya."Bicara tentang sikap mbak di sekolah Lala, bicara tentang bagaimana mbak Aini membuat Lala di musuhi banyak anak lain.""Sudah mengarang cerita apa kamu?" Mbak Aini langsung mengarahkan pertanyaan padaku.Aku masih diam menghargai Satria yang sejak tadi belum selesai bicara."Enak sekali ya hanya cerita sebentar langsung saja dapat pembelaan. Percaya saja kami dengan wanita ini?""Kenapa aku harus tak percaya mbak?""Iyan, aku fannkamubsudah lama saling kenal, bahkan ketika aku dan mas Arka masih berpacaran, kamu tau aku kan?""Iya, aku sangat tau mbak, tapi sayangnya tak ada yang lebih mengenal Sri dari a
Lala memang menjadikan rumah bapak sebagai tempatnya mengumpulkan banyak anak-anak di sekitar rumah kami untuk bermain bersama. Bahkan beberapa kali sembako rumah habis berpindah tangan segera. Meski rumah bapak cukup jauh dari per kampungan, ada satu rumah kecil dekat jalan yang memberikan Lala akses untuk membawa teman-teman kecilnya itu. Dia tau rumah besar tak di oerbolehkan memasukkan orang asing, karenanya dia bawa barang-barang dari rumah besat ke pondok kecil di luar jalan ke hutan."Lala nggak mau beli buat lala sendiri?" Satria beritanya.Gadis kecilku menggelengkan kepalanya perlahan. "Lala sudah punya semua, jadi Lala cuma mau mama dan om Tri menikah saja." Kalimatnya terdengar lirih, namun aku masih bisa mendengarnya dengan jelas.Aku dan Satria saling pandang, ada getar bahagia mendengar langsung anakku memberikan restu nya."Segera sayang, om Tri akan jadi papa Lala." Ucapnya terdengar begitu bahagia, dia bahkan tersenyum-senyum sendiri"Papa Tri itu panggilan yang bagu