Aeris berusaha melepas tangannya dari genggaman Leon."Kita harus kelihatan mesra di depan keluarga. Apa Tante lupa?" "Oh, iya. Aku lupa." Aeris sontak mengamit lengan Leon dengan mesra. Mereka berjalan bersama memasuki gereja seperti sepasang suami istri yang bahagia."Bagaiamana kabarmu, Sayang? Ibu kangen banget sama kamu." Hana memeluk Aeris dengan erat lalu mengecup kedua pipi gadis itu dengan penuh sayang.Aeris memutar bola mata malas mendengar ucapan sang ibu. "Ibu lebay banget, deh, perasaan tiga hari yang lalu Ibu baru ketemu sama Aeris."Hana terkekeh mendengar jawaban putri bungsunya. "Bagaimana? Apa sudah membuahkan hasil?""Maksud, Ibu?" tanya Aeris tidak mengerti."Cucu," jawab Hana sambil menunjuk perut Aeris.Aeris mengusap wajah kasar. Hana selalu saja menyinggung soal cucu jika mereka bertemu. "Belum.""Kok, belum? Kamu nggak ngikutin saran yang Ibu kasih?""Sudah." Dalam hati Aeris meminta maaf karena membohongi Hana lagi."Kenapa sampai sekarang kamu belum hamil?
Aeris tiba di rumah tepat jam sembilan malam. Gadis itu tampak heran melihat Leon tidur di sofa. Kemeja suaminya itu terihat sangat kusut, rambutnya berantakan, dan tubuhnya penuh keringat. Namun, entah kenapa Leon malah terlihat sexy di matanya. Apa Leon baru saja berlari mengelilingi lapangan? Malam-malam begini?"Leon," ucap Aeris sambil menguncang lengan Leon pelan. Leon mengerjabkan mata perlahan, kedua tatapan matanya seketika bertemu dengan Aeris. "Tante dari mana saja? Apa Tante tidak tahu kalau Leon mencari Tante seharian?" "Kamu nyari aku?" tanya Aeris sambil menunjuk diri sendiri."Aku tuh, khawatir sama Tante. Apa Tante tidak bisa minta izin dulu sebelum pergi?""Aku sudah minta izin sama kamu, tapi kamu malah mengabaikanku, Leon.""Apa Tante tidak bisa minta izin lagi?""Aku tuh, sudah berulangkali minta izin sama kamu.""Apa Tante tidak bisa mengabari Leon kalau mau pergi lama?""Aku tidak membawa ponsel, maaf," jawab Aeris takut-takut."Tante bisa meminjam ponsel oran
Aeris mengangguk. Seharusnya dia memberi tahu Leon jika ingin pergi lama dengan Krishna."Nah, jangan terlalu gengsi jadi orang, kamu harus minta maaf juga sama, Leon. Menahan rindu itu berat, kan?"Aeris tanpa sadar mengangguk. Sedetik kemudian kedua pipi gadis itu bersemu merah karena Anne menertawakannya."Cie, Aeris kangen sama Leon.""Anne!" Aeris menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan karena malu.Tawa Anne malah semakin keras. Sepertinya Aeris mulai menaruh hati pada Leon."Puas-puasin deh, tuh, nanti malam na ena sama Leon." Kebanyakan membaca fanfiction membuat Aeris dan Anne mengganti istilah bercinta dengan 'na e na'."Na e na gundulmu. Belah duren aja belum." Aeris sontak memukul mulutnya sendiri saat menyadari ucapannya barusan."What?!" pekik Anne lumayan keras. "Oh My God, Aeris. Kalian sudah hampir dua bulan menikah sampai sekarang belum na e na?"Aeris menggaruk tengkuk yang tidak gatal. "Belum," jawabnya malu-malu."Astaga!" Anne menepuk keningnya lumayan ker
Leon terus memikirkan ucapan Brian saat di kantor tadi. Apa benar yang dikatakan oleh sahabatnya itu jika dia mulai menyukai Aeris? Tapi bagaimana dengan perasaannya pada Alea?Tangan Leon perlahan terangkat, memegang dadanya sebelah kiri, tepatnya di bagian jantung. Entah kenapa jantungnya tidak lagi berdebar saat mengingat Alea. Apa mungkin dia sudah melupakan gadis itu?Leon mengusap wajahnya dengan kasar. Aeris tidak mungkin mampu menghapus nama Alea dari hatinya begitu cepat. Perasaan aneh yang dia rasakan saat ini mungkin karena dia terlalu merasa bersalah pada gadis itu.Ya, mungkin karena itu.Tin!Leon tergagap karena mendengar suara klakson mobil yang berada tepat di belakangnya. Dia pun melirik trafict light yang berada tepat di samping kirinya. Dia tidak sadar jika lampu sudah sudah menyala hijau karena terlalu asyik melamun. Leon pun segara menjalankan mobilnya sebelum tidak mendapat umpatan dari pengguna jalan lain karena berhenti terlalu lama.***Aeris berulangkali men
Aeris terkejut karena Leon tiba-tiba melepas jas yang dipakainya, lalu memakaikan jas tersebut di tubuhnya."Kenapa? Apa kamu tidak suka dengan penampilanku? Leon menggeleng pelan. "Aku tidak suka kalau ada orang lain yang melihat tubuhmu."Kata-kata yang keluar dari mulut Leon sukses membuat wajah Aeris memanas. Rasanya Leon ingin sekali menyeret Aeris ke atas ranjang. Lalu menelanjangi tubuhnya dan berbagi kehangatan hingga pagi menjelang. Rasanya pasti sangat menyenangkan.Leon tanpa sadar menggelengkan kepala dengan kuat untuk menyingkirkan pikiran kotornya barusan.***Aeris tercengang ketika memasuki restoran pilihan Leon. Bagian depan tempat makan itu mirip sekali dengan ballroom sebuah hotel bintang lima. Lantainya terbuat dari marmer yang berkilau jika terkena cahaya lampu. Penataan meja dan kursi begitu rapi dan dibatasi oleh pilar-pilar berukuran besar. Lukisan-lukisan kuno koleksi pemilik restoran membuat tempat makan itu terlihat klasik dan berkelas. Aeris seperti berada
Aeris terus memperhatikan jalanan yang ada di sampingnya sambil menyilangkan kedua tangan di depan dada. Makan malam yang dia pikir romantis bersama Leon ternyata tidak berjalan sesuai dengan harapannya karena Meeta kembali muncul setelah mereka selesai makan. Wanita itu terus saja mengajak Leon bicara, hingga Aeris merasa Leon mengabaikannya.Leon sesekali mencuri pandang ke Aeris sambil memperhatikan jalanan yang ada di hadapannya. Dia terus mencoba mengajak Aeris bicara, tapi gadis itu selalu saja mengabaikan ucapannya. Leon sadar Aeris pasti marah karena dia tadi lebih banyak bicara dengan Meeta.Aeris mengerutkan dahi karena mobil Leon tiba-tiba berhenti. "Kenapa berhenti di sini? Apartemen kita kan, masih jauh, Leon?""Mobilku mogok.""Apa?! Mogok?!" tanya Aeris tidak percaya. Gadis itu tidak menyangka mobil mahal yang Leon beli beberapa bulan yang lalu sudah mengalami kerusakan. "Apa aku boleh minta tolong?" Aeris berdecak kesal. "Jangan bilang kamu nyuruh aku dorong mobil."L
Aeris terus berbalik mencari posisi tidur yang nyaman. Gadis itu tidak bisa tidur padahal sekarang sudah lewat tengah malam. Helaan napas panjang berulang kali lolos dari bibirnya karena wajah Leon terus saja melintas di pikirannya setiap kali dia mencoba untuk memejamkan mata."Ya Tuhan, aku kenapa?" desah Aeris sambil mengacak-acak rambutnya hingga berantakan lalu melirik jam yang menempel di dinding kamar. Pukul dua dini hari tapi kedua matanya sulit sekali untuk dipejamkan. Entah sihir apa yang Leon miliki hingga bisa membuatnya tidak bisa tidur malam ini.Aeris mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja samping tempat tidur karena ingin menelepon Anne."Halo, Ai," ucap Anne di seberang sana. Suara wanita itu terdengar serak karea Aeris meneleponnya saat tidur."Kamu lagi ngapain, Ne?"Anne berdecak kesal mendengar pertanyaan Aeris barusan. "Menurutmu apa yang dilakukan orang di jam dua pagi?"Aeris malah terkekeh. "Ngeronda mungkin?"Anne memutar bola mata malas. "Ya, betul
Aeris mengerjabkan kedua mata perlahan karena cahaya matahari yang masuk melalui celah-celah tirai di dalam kamar jatuh mengenai wajah cantiknya. Entah kenapa dia merasa tidurnya sangat nyenyak semalam. Apa mungkin karena lelaki yang sekarang tidur di sampingnya?Wajah Aeris sontak memanas karena teringat kejadian yang dialaminya semalam. Saat Leon menggendongnya dari restoran sampai ke apartemen mereka. Perhatian yang Leon berikan telah berhasil mengetuk pintu hatinya. Aeris sekarang benar-benar jatuh hati pada Leon. Namun, bagaimana dengan Leon? Apa lelaki itu juga memiliki perasaan yang sama dengannya?Wajah Aeris seketika berubah sendu. Gadis itu tidak tahu apakah Leon memiliki perasaan yang sama pada dirinya. Inilah yang Aeris takutkan. Lagi pula pernikahan mereka terjadi karena paksaan. Bagaimana jika Leon menemukan gadis yang dia cintai? Apa lelaki itu akan pergi meninggalkannya?Aeris tanpa sadar menghela napas panjang. Padaha dia hanya membayangkan tapi entah kenapa oksigen di