Share

Bab 4

Bab 4

07082022

“Tumben pagi-pagi ke rumah, Pak?” sapa Wahyu yang sedang menyiram tanaman.

“Bapak mau sarapan di rumahmu. Amina apa sudah selesai memasak?” Jazuli langsung masuk ke dalam rumah.

Wahyu menghentikan kegiatannya dan mengikuti langkah Bapak. “Ma, ada Bapak datang,” teriaknya dari garasi.

“Iya!” jawab Ajeng dari kamar dan cepat-cepat menyelesaikan memakai make-upnya. Kemudian menemui bapak mertuanya di ruang tamu.

Mata Ajeng mengerling curiga melihat penampilan Jazuli yang perlente. Gaya berpakaian koboi, celana jeans, kemeja flannel, sepatu bots dan topi koboi. Mertuanya tampak gagah sekali.

“Mau ke mana Pak?” tanya wanita itu.

“Mau ke sini setelah itu ke toko. Kenapa? Kamu aneh melihat mertuamu ganteng begini?” tanya Jazuli dengan tergelak. Lelaki itu lalu duduk di sofa.

Ajeng mesem dan melihat ke suaminya. “Pa, tuh lihat gaya pakaian Bapak, modelnya kekinian. Lihatnya enak, gak kayak kamu, jadul!” ucapnya masam. Ia berubah membandingkan cara berpakaian kedua lelaki itu.

Wahyu tak merespon. Ia akui, bapaknya lebih paham fashion daripada dirinya. “Iya, nanti aku belajar sama Bapak.” Dia hanya mau menyenangkan hati istrinya.

“Ajeng, apa kamu gak menawari Bapak minuman atau sarapan kek, malah ngajak ngobrol.” Mata Jazuli menyisir rumah anaknya. Dia berharap bisa melihat Amina.

“Oh, maaf Pak sebentar saya buatkan minuman dan menyiapkan sarapan untuk Bapak.” Ajeng langsung ke dapur.

Telinga Jazuli mendengar suara bunyi kompor dinyalakan. “Kok Ajeng yang membuatkan minuman. Amina mana?”

“Amina sudah berangkat kerja tadi.” Wahyu menjawab pertanyaan Bapak.

“Eh, kok gak nunggu Bapak?” Muka Jazuli kelihatan kecewa. Padahal tujuannya ke rumah Wahyu adalah untuk menjemput Ajeng.

“Memangnya siapa yang tahu Bapak akan ke sini?” celetuk Ajeng membawakan kopi untuk mertuanya. “Amina, pagi-pagi berangkat biar dia gak telat kerja. Toko Bapak kan jaraknya jauh dari rumah kami, sedangkan Amina gak ada motor.”

Wahyu kaget mendengar jawaban istrinya. “Lho, kok Papa gak tahu Ajeng pindah ke toko Bapak?” tanyanya dengan nada kesal.

“Sebelum Papa marah ke Mama, sebaiknya Papa nanya dulu ke Bapak?” Ajeng meletakkan kopi di atas meja.

“Toko Bapak lebih membutuhkan karyawan baru daripada tokomu. Kalau kamu butuh, kamu nyari karyawawan lagi, gampang kan? Amina buat Bapak saja.” Jazuli menyeruput kopinya. Tapi dia langsung menyemburkannya. “Kopi apa ini? Asin banget!”

Ajeng buru-buru meminta maaf. “Maaf Pak, sepertinya Ajeng salah masukin garam.”

Jazuli marah. “Ah, kamu memang sembrono. Masak bikin kopi saja gak bisa!”

Ajeng diam.

Sementara Wahyu tertawa terbahak-bahak mentertawakan kemalangan bapaknya. “Syukurin, itu akibat menyerobot karyawan anaknya!” Lelaki itu lalu pergi mandi.

Jazuli kesal diledek anaknya. “Bapak mau langsung ke toko saja.” Dia lalu berdiri dan mengambil langkah keluar.

“Lho katanya mau sarapan di sini, Pak,” tanya Ajeng.

“Gak jadi, perut Bapak langsung kenyang mendapat kopi asin.” Jazuli cemberut. “Ajeng sini sebentar.” Dia meminta menantunya itu mendekat kepadanya.

Ajeng mendekat.

Jazuli menyalakan rokok kreteknya kemudian menghisapnya pelan.

"Bapak mau membicarakan masalah penting denganmu. Tapi ini antara kita saja."

Ajeng menautkan kedua alisnya. Ia lalu mengamati mertuanya itu dengan pandangan menyelidik.

Mertuanya tampak seperti lelaki yang sedang jatuh cinta. "Apa ini soal adik saya?"

"Cerdas!" Jazuli mengagumi kecepatan menantunya dalam berpikir.

Hidung Ajeng membaui uang besar. Otak bisnisnya langsung mencari jalan keluar.

"Ajeng bisa membantu apa, Pak?"

Jazuli melongok ke dalam. Wahyu belum selesai mandi. Ia berkata setengah berbisik kepada menantunya.

"Bapak jatuh cinta pada adikmu dan berencana menyunting Amina sebagai istri ke dua Bapak?" Jazuli berkata dengan mimik serius.

Ajeng menyunggingkan senyum lebar. Bau uang semakin kuat di depan hidungnya.

"Soal itu gampang Pak. Semua bisa diatur asal ada uangnya," kata Ajeng tanpa basa basi.

Wanita itu tahu, mertuanya kaya dan mau melakukan apa saja, termasuk mengeluarkan banyak uang untuk mendapatkan apa yang ia inginkan.

"Bapak mau kasih kamu 50 juta, asalkan Amina mau sama Bapak?"

"Beres Pak!" Senyum Ajeng menyeringai. Matanya mengerling licik.

Wanita itu sama sekali tak punya hati mau menukar adiknya dengan uang 50 juta kepada mertuanya.

Baginya uang lebih menarik daripada menjaga persaudaraan.

"Tapi ini hanya rahasia kita lho, jangan sampai ketahuan Ibu dan suamimu. Kalau ketemu, awas! Bapak tak segan menyingkirkan kamu di rumah ini!" Ancam Jazuli.

"Tenang Pak, serahkan semuanya pada saya." Ajeng begitu percaya diri.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status