"Bismillah dulu sebelum buka amplopnya."
Pandangan Karina yang semula tertuju pada amplop di tangannya sontak beralih pada sosok berjilbab itu. Dokter Rasya tersenyum begitu manis, membuat jantung Karina makin kencang berdegub. Di dalam amplop itu ada secarik kertas yang menentukan hidupnya setelah ini. Ah ... maksudnya menentukan nasib perjalanan pre-kliniknya yang sudah tiga setengah tahun dia lalui.
"Bismillah, ya Allah," desis Karina lirih lalu membuka amplop itu.
Ia mengambil kertas yang terlipat di dalamnya, membukanya perlahan-lahan dengan jantung yang berdisko ria. Harus lulus! Kalau tidak bisa habis Karina nanti. Mana dia harus izin nikah lagi, ah! Kenapa malah mikirin nikah sih? Karina memaki dirinya sendiri, semoga...
Karina tertegun, surat itu sudah dia buka dan tak selang lama terdengar suara teriakan riuh teman-teman yang berjuang sidang bersamanya hari ini. Karina LULUS! Dia sudah lulus dan berhak menyandang gelar Sarjana Kedokteran yang selama ini dia impikan.
Sontak Karina melonjak, memeluk Nindy yang duduk di sampingnya. Tangis mereka pecah bersamaan. Akhirnya setelah berdarah-darah berjuang, dia dinyatakan lulus!
"Selamat ya, jangan lupa setelah ini kalian masih harus ujian lagi untuk menempuh pendidikan pre-klinik. Jadi terus belajar lagi ya." sosok itu ikut berkaca-kaca melihat kebahagiaan mahasiswa dan mahasiswinya.
"Ingat, tidak seperti jurusan lain yang mana lulus dan mendapatkan gelar sarjana adalah akhir dari masa belajar, untuk anak kedokteran, jalan kalian masih panjang."
Karina menyeka air matanya, rasanya sungguh sangat bahagia sekali, walaupun setelah ini jalan yang harus ia lalui untuk menjadi dokter bakal lebih terjal dan menguras tenaga yang lebih dalam lagi, tapi Karina sudah bertekad bahwa dia harus menjadi dokter seperti kedua orang tuanya, seperti kakak laki-lakinya.
"Atau malah udah ada yang rencana mau nikah nih? Siapa yang sudah di lamar?" tanya dokter Rasya sambil tersenyum menggoda.
Seketika Karina seperti ditampar, terlebih beberapa temannya dengan kompak menyeletuk menyebutkan namanya.
"Karina, Dok. Sudah dilamar dia, otw married!" teriak mereka kompak yang langsung membelalakkan mata karena kesal.
"Oh ya?" dokter Rasya menatap Karina sambil tersenyum menggoda, "Betul? Dilamar siapa, Rin?"
Karina nyengir lebar, ia hendak buka suara ketika kembali teman-teman kurang ajarnya itu berteriak lebih dulu.
"Sama dokter Yudha, Dok!"
Tampak wajah itu terkejut setengah mati, sementara Karina menepuk jidatnya dengan kesal.
"Dokter Yudha? Yudha siapa?"
Tidak perlu Karina jawab, karena juru bicara Karina yang berjumlah enam orang itu langsung kembali menjawab dengan lantang.
"Dokter Yudha Anggara Yudhistira Sp. B, lah, Dok."
"Hah? Dokter Yudha Anggara?" wajah itu kembali nampak terkejut, sungguh rasanya Karina ingin membunuh enam cecungguk itu dengan tangannya.
"Jadi kalian selama ini pacaran, Rin? Kamu sama dokter Yudha?" kembali dokter Rasya menatap Karina dengan tatapan menyelidik, "Bukannya kalian selama ini terus berselisih satu sama lain ya?"
Memang! Ketidak akuran Karina dengan dosen satu itu sudah terdengar seantero dosen dan mahasiswa FK angkatan Karina. Sudah bukan pemandangan aneh jika melihat mereka bertemu tapi tidak saling tegur sapa, bahkan beradu argumen di ruang dekan, melihat Karina di hukum dokter Yudha, itu sudah sangat biasa sekali.
Tentu sangat mengejutkan tiba-tiba mendengar Karina hendak menikah dengan sosok itu.
"A-anu, Dok... jadi sebenarnya...."
"Karina kemakan sumpahnya sendiri, Dok." seru Tomi yang sontak diikuti anggukan kepala yang lain.
Karina mengeram, rasanya setelah ini ia perlu ke kedai kopi kenamaan membelikan teman-temannya itu kopi, setelah dicampur sianida pastinya. Kenapa mereka tampak bahagia sekali dengan penderitaan Karina?
"Eh?" dokter Rasya sontak menatap Tomi, "Kemakan sumpahnya sendiri gimana?" tentu ini membuat dosen patologi klinik itu penasaran, dan tentu saja bisa jadi berita heboh yang mengguncang fakultas.
Pasalnya dia tahu sejawatnya itu tampak tidak pernah dekat atau tertarik pada wanita. Banyak yang mengira bahwa dia punya kelainan seksual. Tapi tidak ada bukti yang mendukung jadi itu hanya sebatas rumor. Dan sekarang sosok itu dikabarkan hendak menikahi mahasiswinya yang masih begitu belia? Tentu ini sangat mengejutkan sekali!
Terlebih antara mereka tidak pernah terlihat akur. Tentu aneh sekali, bukan, kalau mereka tiba-tiba hendak menikah?
"Ya tadi kan si Karina itu flashdisk dia hilang, Dok, nah teriak dia-nya. Bilang kalau ada yang nemuin dan kasih balik ke dia, kalau dia perempuan bakal dijadikan saudara, kalau laki-laki bakalan dijadikan suami."
Kontan tawa seisi ruangan pecah, tidak terkecuali dokter Rasya.
"Oh begitu ya? Macam kisah Dayang Sumbi dan Tumang dong." seloroh dokter Rasya sambil tertawa. "Terus yang nemuin dokter Yudha gitu?"
"Iya Dok, beliau juga dengar teriakan nazar si Karin, nah langsung deh tadi bilang mau dilamar ke rumah."
Dokter Rasya sontak membulatkan mata, menoleh Karina yang wajahnya nampak merah padam itu.
"Nggak apa-apa, Rin. Dokter Yudha ganteng juga kok, mana sudah spesialis lagi. Masa depanmu terjamin pokoknya!"
Tawa seisi kelas kembali pecah, Karina hanya nyengir sambil mengumpat dalam hati. Menikah dengan sosok judes dan menyebalkan itu dikatakan masa depan Karina terjamin? Ah... tidak perlu menikah dengan dia selama kedua orang tua Karin masih praktek mah, masa depan Karin juga terjamin kok.
Karina mengusap wajahnya dengan kedua tangan, takdir macam apa ini?
***
Karina melangkah lesu keluar dari ruang sidang, ia sudah kenyang dijadikan bahan tertawaan teman-teman dajjal-nya perihal hal malang apa yang harus Karina lakoni efek dari asal bicara yang membuat dia harus terikat secara terpaksa dengan sosok itu.Karina hendak menjatuhkan diri di sofa yang ada di depan ruang sidang ketika suara dering ponsel mengejutkan dirinya.
"Siapa sih? Nggak tahu apa kalau lagi kesel?" Karina menggerutu, meraih ponsel itu dan terbelalak melihat siapa yang meneleponnya itu.
'My Lovely Husband'
Hah! Lovely husband katanya! Rasanya Karina ingin me-reject panggilan itu. Namun dia tahu ini bukan solusi! Tidak menyelesaikan masalah!
"Hallo," dengan malas Karina mengangkat panggilan itu.
"Selamat ya, lulus, kan?" suara itu begitu datar, membuat Karin mendecih kesal.
"Lulus, Dok. Terima kasih banyak." jawab Karin dengan sama datarnya, garing banget sih orang ini? Eh tapi memangnya Karin berharap dia bersikap yang seperti apa?
"Bagus, nanti malam siap-siap, saya jemput di kosan kamu."
Karina terkejut membelalakkan matanya mendengar apa yang dikatakan sosok itu. Dia mau menjemput Karina di kostnya? Untuk apa?
"Hah? Mau ngapain, Dok?" tanya Karina tidak mengerti.
"Sudah lah, siap-siap saja, jam tujuh tepat saya sampai sana."
Kembali Karina terbelalak.
"Memang Dokter tahu di mana kost saya?" mendadak Karina curiga, Jangan-jangan....
"Belum sih, nanti share lock ya? Saya jemput."
"Ta-tapi...."
TUT
Sambungan telepon terputus, membuat Karina sontak meremas ponselnya dengan gemas. Orang itu mau ngapain sih? Untuk apa dia menjemput Karina?
Yudha meletakkan ponselnya, sedetik kemudian senyum Yudha merekah sempurna. Wajah cantik yang nampak manyun tadi kembali terngiang di dalam benak Yudha. Dia harus menekan sosok itu agar membujuk sang ayah merestui lamaran Yudha. Kalau tidak, bisa dipastikan lamaran Yudha bakal ditolak mengingat Karina masih cukup belia dan baru saja lulus S1 kedokteran. Dan jangan lupa, usia Karina dan Yudha terpaut cukup jauh! Tiga belas tahun! Dan kalau lamaran Yudha ditolak, tahu kan apa yang akan terjadi pada Yudha ini? Dia akan dipaksa sang ibu menikahi Tere! Dan Yudha tidak mau itu terjadi. "Mau tidak mau, kita harus menikah, Rin! Dan kamu harus pastikan papamu setuju!" desis Yudha lirih. Dan malam nanti, dia harus bicara banyak hal pada Karina. Sebelum nanti Yudha datang ke rumah gadis itu dan memintanya langsung kepada sang ayah. Perlu dicatat, Yudha tidak mau pulang dengan tangan kosong dari sana. Tidak! Dia harus bawa Karina ikut pulang bersamanya, menjadi istrinya
"Dokter mau ngajar?" komentar Karina asal ketika sudah masuk ke dalam Pajero Dakar berwarna putih itu. Pasalnya penampilan Yudha begitu rapi malam ini, seperti ketika sedang mengajar di kelas.Celana bahan dan kemeja itu terus terang menampilkan kharisma yang begitu kuat, hanya saja di mata Karina, penampilan Yudha bapak-bapak sekali! Ah! Agaknya Karina lupa bahwa dia dan laki-laki ini beda generasi.Tampak sosok itu mendengus kesal, menoleh ke arahnya dan langsung mengomel."Ngajar katamu! Memang saya nggak boleh istirahat apa?" gerutunya dengan bibir manyun. "Saya mau ajak kamu makan malam, sekalian mau bahas masa depan."Karina tertegun sejenak, bahas masa depan? Bahas masa depan yang seperti apa? Kenapa dosen jutek dan menyebalkan ini jadi begitu bernafsu ingin menikahi dirinya? Jangan-jangan ..."Rin, tolong pakai sabuk pengamanmu!" titah Yudha membuyarkan lamunan Karina.Karina sontak nyengir, menarik seat
"Butuh yang bagaimana, Dok?"Tentu Karina terperanjat mendengar alasan Yudha ketika Karina tanya kenapa dia begitu bernafsu hendak menikahi dirinya."Saya butuh kamu untuk saya nikahi, untuk menyelamatkan masa depan saya, Rin."Kembali Karina terperanjat, dia syok dan terkejut luar biasa dengan kalimat demi kalimat yang keluar dari mulut laki-laki itu. Ini maksudnya gimana?"Pardon?" alis Karina berkerut, laki-laki ini benar-benar lain!Yudha nampak menghela napas panjang, sementara Karina masih menatap sosok itu dengan saksama. Sebenarnya ada apa sih? Kenapa jadi Karina dihubungkan dengan misi penyelamatan masa depan sosok dokter bedah umum itu? Memang ada apa dengan masa depan laki-laki jutek dan menyebalkan macam Yudha?"Jadi begini," Yudha menatap lurus ke dalam manik mata Karina, "Kamu tahu, kan, umur saya ini berapa?" tanya Yudha serius."Lah mana saya tahu, Dok? Memang umur Dokter berapa?" jawab Karina balik b
Yudha menepikan mobilnya, menghentikan mobil itu di trotoar yang cukup sepi dan agak gelap. Membuat Karina sontak merinding dan sedikit ketakutan."Dok, mau ngapain?" kontan Karina panik, mau apa lagi sih dosen absurb-nya ini? Kenapa juga dia tidak ada panggilan cito mendadak? Jadi Karina tidak bisa kabur melarikan diri."Membicarakan jalan keluar untuk masalah kita." Yudha menoleh, menatap Karina yang memucat itu dengan tatapan serius.Karina menelan ludahnya dengan susah payah, jalan keluar yang seperti apa sih? Memang dokter menyebalkan satu itu punya rencana gila apa lagi selain tiba-tiba mengajaknya menikah?"Ja-jadi jalan keluar yang seperti apa, Dok? Dokter hendak membatalkan rencana kita menikah?" tentu itu harapan Karina, bukan? Namun sepertinya tidak semudah itu.Yudha mengayunkan tangannya, mencubit pipi Karina sampai gadis itu terkejut dan berteriak kesakitan."A-aduh ... aduh! Sakit, Dok!" teriak Ka
Yudha memasukkan mobilnya ke dalam garasi, setelah mematikan mesin mobil dan melepas seat belt, ia bergegas turun dan melangkah masuk ke dalam. Ia baru hendak membuka pintu ketika pintu itu sudah terhempas terbuka."Gimana, Yud?"Yudha menghela nafas panjang, sebegitu inginnya sang ibu melihatnya menikah? Bahkan sampai rela menunggu Yudha pulang selarut ini?"Apanya yang bagaimana, Bu?" tanya Yudha mencoba membelokkan arah pembicaraan.Sontak tangan Ningsih terayun, mengebuk gemas pantat Yudha sampai laki-laki tinggi tegap itu melonjak kaget."Aduh ... sakit, Bu!"Yudha menatap gemas ke arah sang ibu, sungguh memalukan sekali! Untung sejawat dosen dan dokter serta mahasiswanya tidak ada yang melihat, kalau ada yang melihat? Bisa hancur reputasi Yudha dalam sekejap."Makanya, jangan suka bercandain orang tua!"Yudha menghela nafas panjang, "Yudha bercanda yang bagaimana sih, Bu? Baru aja pulang loh
Yudha tergelak ketika foto-foto selfie gadis menyebalkan yang notabene adalah calon istrinya itu masuk ke dalam ponselnya. Dari mulai foto resmi sampai foto selfie alay semua dikirim ke nomornya. Entah berapa jumlahnya, Yudha tidak hitung pasti, yang jelas foto-foto itu memenuhi galeri ponsel miliknya yang biasanya kosong."Lebay!" Yudha mencibir, sedetik kemudian senyumnya merekah. "Cantik juga tapi!"Tentu Yudha tidak berbohong, Karina memang cantik kok. Tubuhnya mungil, wajahnya cantik dengan kulit putih, intinya dia begitu menggemaskan! Hanya saja satu, sikapnya rese dan menyebalkan sekali yang kadang membuat Yudha naik darah menghadapi gadis satu itu.Yudha masih membuka-buka foto itu, sampai di salah satu foto, tampak Karina berpose full body dengan memakai blouse bercorak bunga dan celana yang sangat pendek. Celana yang mengekspos kaki putih mulus miliknya dengan begitu sempurna.Yudha mendengus pelan, ada gairah yang muncul dari
Mata Yudha melotot tajam melihat foto-foto apa yang di-posting gadis itu di laman akun In*tag*am-nya. Foto-foto itu ... Yudha mendengus kesal, segera men-screenshoot beberapa foto yang menurut Yudha tidak pantas ada di akun sosial media itu. Agaknya dia harus memperhatikan dan mengawasi Karina dengan seksama!Yudha segera mengirimkan hasil screenshot foto itu ke nomor Karina. Ada lebih dari 20 puluh file yang dia kirim. Setelah memastikan puluhan file itu centang dua alias sudah terkirim dan diterima, Yudha segera menekan nomor Karina, kembali menghubungi calon istri dadakan Yudha yang menyebalkan sekali itu."Apaan lagi sih, Dok? Apa lagi?" suara itu langsung nge-gas begitu panggilan Yudha dia angkat.Yudha menghela napas panjang, mencoba sabar menghadapi Karina yang sejak dulu Yudha tahu betul tidak pernah akur ketika berhadapan dengan dirinya."Sudah buka chat saya?" Yudha mencoba tetap sabar. Melatih diri untuk sabar sebelum na
Karina sontak merinding dengan kalimat yang Yudha bisikkan kepadanya itu. Secara refleks Karina mendorong wajah itu menjauhi wajahnya. Sebuah tindakan yang membuat wajah Yudha berubah masam seketika.“Dokter jangan macam-macam sama saya, ya! Ingat perjanjian apa yang sudah kita buat kemarin?” Karina tentu ingat betul janji apa yang sudah Yudha berikan kepadanya, sebuah janji yang membuat Karina lantas setuju dengan semua rencana gila yang Yudha jabarkan itu.Nampak Yudha mendengus perlahan, ia lantas menutup pintu mobil Karina dan merebut kunci mobil dari tangan gadis itu. Karina melotot, terlebih ketika kemudian Yudha menarik tangan Karina dan membawanya keluar dari halaman parkir kost.“Eh ... eh ... apa-apaan ini, Dok?” tentu Karina protes, hendak dibawa kemana lagi sih?“Ikut saya ke kampus! Setengah jam lagi saya ada kelas.”Mendengar hal itu, Karina sontak melotot. Dia harus ikut dosen rese ini ke kampus? N