Sebuah mobil mewah terparkir di halaman restoran. Penumpangnya semua turun. Freddy, Brianna dan Ainsley memasuki restoran dan langsung menuju pada ruang VIP yang sudah dipesan sebagai tempat pertemuannya dengan keluarga Hamilton.
"Dad, bisakah aku pulang sekarang? Aku sungguh tidak ingin bertemu dengannya. Aku tidak ingin," rengek Ainsley yang sejak awal tidak setuju dan tidak ingin datang.
"Kau sudah sampai disini dan kau akan pulang? Lagipula apa kau tidak menyayangkan dandananmu yang secantik ini? Sangat jarang kau berdandan cantik seperti ini. Ayolah masuk," bujuk Freddy.
"Tidak, Dad. Aku tidak akan masuk atau aku mungkin akan mengacaukan makan malamnya. Aku akan kesal jika melihat wajahnya. Sungguh, lebih baik aku pulang saja."
"Jika kau tidak memiliki masalah dengannya seharusnya kau tidak keberatan untuk makan malam bersamanya. Kecuali jika kau memiliki perasaan yang spesial untuknya," celetuk Brianna kini.
"Apa? Kau bercanda, Mom? Demi apa, membahasnya saja membuatku gerah. Aku akan—"
"Kau akan kemana, Ainsley?"
Saat Ainsley berbalik tiba-tiba seorang pria muncul di hadapannya membuat Ainsley mundur beberapa langkah karena spontan.
"Kau?" seru Ainsley.
"Tuan dan Nyonya Ashton, ayah dan ibuku sudah menunggu kalian di dalam. Silakan masuk." Pria itu tak menghiraukan seruan Ainsley.
"Oh, jadi kau putranya Hamilton? Siapa namamu?" tanya Freddy.
"Namaku Dixon, Tuan."
"Oh iya iya, Dixon. Ainsley sudah menyebutkan namamu tadi tapi aku lupa."
"Apa Ainsley menjelek-jelekkan aku, Tuan?" tanya Dixon dengan sengaja.
"Tentu saja, kau tidak ada baik-baiknya!" seloroh Ainsley ketus.
"Janyan panggil aku dengan sebutan itu. Panggil paman saja. Paman Freddy dan Bibi Brianna," balas Freddy.
"Hallo, Dixon, senang bertemu denganmu," sapa Brianna.
"Senang bertemu denganmu juga, Bibi," balas Dixon sopan.
"Kalau begitu ayo masuk. Tidak baik membuat ayah dan ibumu lama menunggu," kata Freddy.
"Iya, Paman, silakan," balas Dixon mempersilakan mereka masuk.
Freddy dan Brianna sudah masuk lebih dulu namun Ainsley masih saja enggan untuk masuk.
"Apa kau tidak ingin masuk? Atau kau menunggu aku menggandeng tanganmu?" celoteh Dixon. Kemudian tanpa permisi Dixon meraih tangan Ainsley dan menggandengnya. "Seperti ini?" lanjutnya.
"Tidak, lepaskan tanganmu!"
"Sudahlah, ayo masuk. Jangan membuat mereka menunggu lama." Dengan seenaknya Dixon menarik Ainsley masuk ke dalam ruangan. Mau tidak mau Ainsley mengikuti langkah Dixon.
"Ngomong-ngomong, kau sangat cantik malam ini," bisik Dixon memuji dengan tulus. Namun Ainsley tetap saja Ainsley, dia selalu menerimanya dengan tidak baik. Menganggap itu hanyalah omong kosong belaka.
"Oh ya, apa kau sudah memeriksakan telingamu ke THT?" lanjut Dixon lagi.
"Diam atau akan ku potong lidahmu!" kata Ainsley lirih dengan nada ketus. Ainsley menghentakkan tangannya lalu memilih duduk di sebelah ibunya.
"Perkenalkan, ini putriku, Ainsley," kata Freddy memperkenalkan putrinya.
"Selamat malam, Tuan—"
"Panggil paman saja. Aku dan ayahmu sudah berteman baik sejak lama. Jadi jangan memanggilku tuan, itu akan membuat kita terasa jauh," tutur Kendrick Hamilton—ayah Dixon.
"Baiklah, Paman," kata Ainsley mengangguk.
"Hallo, Bibi, selamat malam," lanjut Ainsley.
"Hai, Ainsley, kau sangat cantik. Persis ibumu," puji Britney.
"Terima kasih atas pujianmu, Bibi. Kau terlalu menyanjungku."
"Tentu saja dia sangat cantik, Mom. Kalau tidak, dia tidak akan menjadi primadona di kampus," celetuk Dixon.
"Oh ya? Ternyata kalian satu kampus? Oh ternyata dunia ini memang sempit," kelakar Kendrick.
"Ya benar, meraka memang satu kampus," imbuh Freddy menimpali.
"Oh ya, ngomong-ngomong, sebenarnya kerjasama yang kalian jalin tadi itu adalah bagian dari rencana kami. Kami sengaja menguji kalian. Maksudku aku menguji Dixon dan Freddy menguji kau, Ainsley," tutur Kendrick membongkar rencananya sendiri.
"iya, tapi kami sama-sama tidak tahu kalau anak kita akan bertemu. Setelah tahu itu kami langsung merencanakan maka malam ini. Hitung-hitung sebagai reuni. Karena kami sudah sangat lama tidak saling bertemu," lanjut Freddy.
"Aku senang bisa makan malam bersama kalian, Paman, Bibi, Ainsley," celetuk Dixon.
'Tapi aku sama sekali tidak merasa senang,' gerutu Ainsley dalam hati namun matanya menatap tajam pada Dixon. Sedangkan Dixon sama sekali tidak terpengaruh dengan tatapan tajam Ainsley. Dixon tetap bersikap santai.
"Karena kita sudah sama-sama saling kenal, bagaimana kalau kita menjodohkan anak-anak kita?" celetuk Kendrick.
"Itu merupakan ide bagus," kata Freddy menimpali.
"Apa?" seru Ainsley terkejut.
"Ssttt ... Jaga sikapmu, Sayang," bisik Brianna mengingatkan putrinya akan sopan santun.
"Itu akan mempererat hubungan kita, bukan?" lanjut Kendrick lagi.
"Bagaimana? Apa kalian setuju, Dixon, Ainsley?"
"Aku setuju."
"Tidak!"
Balas Dixon dan Ainsley bersamaan dengan jawaban yang berbeda. Lalu setelah itu Dixon dan Ainsley sama-sama memancarkan tatapan menyorot tajam. Ada aura permusuhan dari tatapan Ainsley.
"Oh, ternyata kau sudah menyukai Ainsley, Dixon?" goda Freddy yang hanya berniat menggoda saja. Tidak ada yang menyangka Dixon akan menjawabnya dengan jawaban yang serius.
"Itu benar, Paman. Aku memang menyukai putrimu. Siapa yang tidak akan jatuh hati pada putrimu itu, Paman?" kata Dixon serius.
Ainsley mendelik menatap Dixon. 'Omong kosong apa lagi ini? Dasar tidak waras! Awas saja, aku akan mengahajarnya jika kita bertemu lagi besok,' umpat Ainsley sangat geram.
"Dixon, apa kau serius?" tanya Freddy yang juga menanggapinya dengan serius.
"Tidak, Dad, jangan percaya padanya, dia hanya beromong kosong," potong Ainsley cepat.
"Kenapa aku hanya beromong kosong? Kau tidak percaya dengan perasaanku?" balas Dixon menimpali.
"Hei, Dixon. Apa kau tidak ingat bagaimana kelakuanmu padaku? Kau hanya bisa membuatku kesal. Kau menumpahkan jus pada pakaianku, menyiram laptopku, membasahi lembar tugas ku, dan kau selalu membuatku menjadi tontonan semua orang. Apa kau tidak menyadari kalau aku membencimu? Kau memang sangat tidak tahu diri!" maki Ainsley tanpa ragu meski di depan kedua orang tuanya maupun di depan orang tua Dixon.
"Ainsley! Kenapa kau bicara seperti itu? Jaga bicaramu! Tuan Hamilton adalah klien penting daddy-mu. Lagipula kau harus sopan di depan siapapun, bukan?" bisik Brianna dengan penuh penekanan. Ainsley semakin kesal karena ibunya tidak bisa mengerti keadaannya, malah terus menasehatinya.
"Hei, kau tahu? Jika seorang pria melakukan itu, mengganggu wanita, itu berarti pria tersebut tertarik pada wanita itu. Dia selalu mencari alasan untuk bisa dekat dengan si wanita meskipun dengan cara bertengkar. Apa kau tidak tahu itu, Ainsley?" balas Dixon.
"Kau dapat teori itu dari mana?" cibir Ainsley dengan nada cuek.
"Itu bukan hanya teori saja, tapi bisa dibuktikan. Jika kau tidak mempercayai apa yang aku katakan maka kau boleh tanyakan itu pada ayahmu, atau pada ayahku, hm?" balas Dixon seolah menantang.
Ainsley menatap ayahnya dengan lekat.
"Dad, katakan itu tidak benar."
***
"Kau dapat teori itu dari mana?" cibir Ainsley dengan nada cuek."Itu bukan hanya teori saja, tapi bisa dibuktikan. Jika kau tidak mempercayai apa yang aku katakan maka kau boleh tanyakan itu pada ayahmu, atau pada ayahku, hm?" balas Dixon seolah menantang.Ainsley menatap ayahnya dengan lekat."Dad, katakan itu tidak benar," kata Ainsley dengan penuh harap. Menampakkan wajah harap-harap cemas.Freddy menggeleng pelan. "Yang dikatakan Dixon itu benar, Ainsley. Pria yang mengganggu wanita biasanya menganggap wanita itu spesial."
Dixon mengambil tissue untuk membersihkan saus dari ujung bibir Ainsley. Namun tak hanya itu, Dixon terus maju, semakin dekat dan semakin dekat lagi hingga wajah mereka hampir menempel. Dixon memiringkan wajahnya dan entah mengapa Ainsley malah memejamkan matanya. Hal itu membuat Dixon merasa memiliki akses. Namun itu tidak pernah terjadi karena,Plak!Ainsley menampar pipi Dixon dengan sangat kuat. Ainsley merasa sangat puas karena akhirnya ia memiliki kesempatan untuk menampar Dixon. Ini kesempatan yang sangat langka."Aw, apa yang kau lakukan, Ainsley? Ini sangat sakit," protes Dixon.
Drrtt ... Drrtt ....Ponsel Ainsley berdering saat Ainsley tengah mengeringkan rambutnya menggunakan hair dryer. Ainsley mematikan dulu hair dryer tersebut lalu mengangkat telepon masuk dari Emily."Hallo, Emily sayang. Ada apa pagi-pagi menelponku?""Ainsley, apa kau ada waktu hari ini? Ayo kita bertemu, aku merindukanmu. Biasanya kita selalu melakukan apapun berdua, tapi sekarang aku hanya melakukan semuanya sendiri saja. Itu sangat membosankan, Ainsley," kata Emily merajuk."Aku bilang juga apa, cepat selesaikan kuliahmu, lalu kau akan menjadi asistenku dan
Freddy mendengarkan nada sambung sambil menunggu telepon terhubung. Namun betapa terkejutnya Freddy ketika dia mendengar suara lelaki sebagai penerima telepon."Hallo," suara laki-laki di seberang sana."Siapa kau?" tanya Freddy dengan perasaan terkejut, takut dan cemas bercampur menjadi satu.Bagaimana jika Ainsley diculik? Bagaimana jika Ainsley dalam bahaya? Pikiran Freddy sudah liar kemana-mana."Paman Freddy, ini aku, Dixon.""Astaga, Dixon. Aku pikir kau adalah seo
"Permisi, ada kiriman bunga untukmu, Nona Ainsley." seorang pelayan datang untuk menyerahkan kiriman bunga mawar merah untuk Ainsley."Bunga? Siapa yang mengirimnya?" tanya Ainsley mengerutkan kening. Sebelumnya dia tidak pernah menerima kiriman bunga dari siapapun."Dari tuan Hamilton. Jika Nona ingin menemuinya dia masih ada disana," jawab pelayan itu."Hamilton?" tanya Ainsley."Maksudnya Dixon?" imbuh Emily.Kemudian Ainsley dan Emily sama-sama mencari keberada
"Apakah sudah masuk pada tahap produksi? Kapan kira-kira produk kita akan launching?" tanya Freddy lagi. "Tahap produksi sudah sampai sekitar 40%. Kita berharap semuanya lancar. Target kita bulan depan sudah akan launching, mungkin pertengahan bulan. Karena sebelum memasarkannya kita harus melakukan uji coba terlebih dahulu, melakukan demo baru kita pasarkan ke masyarakat. Aku membayangkan orang-orang memakai produk kita dan mereka puas sehingga akhirnya mereka ketagihan," jelas Ainsley. "Hm, daddy juga jadi tidak sabar menantikannya," kata Freddy. "Baiklah, sudah malam, kau istirahatlah. Jangan tidur larut-larut malam, itu tidak akan bagus untuk kesehatanmu dan juga kesehatan kulitmu," lanjut Freddy. "Baikl
Ainsley sudah mencoba memejamkan mata tetapi ia tidak bisa. Dia yang tadinya mulai mengantuk jadi tidak mengantuk lagi setelah menerima telepon dari Dixon."Dasar tidak waras! Apa sebenarnya yang dia inginkan? Mengapa dia membuatku terus memikirkannya? Tidak benar, ini tidak benar," lirih Ainsley."Ya Tuhan. Mengapa aku terus terpikirkan dia? Tidak tidak, pergilah dari kepalaku. Kau tahu, aku sangat membencimu. Aku sudah merasa kesal setiap kali aku bertemu denganmu dan sekarang kau mengikutiku sampai kesini, terus membayang-bayangiku. Apa yang kau inginkan, hm? Pergilah! Pergi sana. Aku ingin istirahat." Susah payah Ainsley mengusir bayangan itu namun dia sama sekali tidak berhasil.
"Jangan berbuat macam-macam. Jangan lakukan hal buruk pada klien penting kita, kau mengerti? Jangan campurkan apapun pada minumannya, ingat itu!" bisik Mattew.'Ck, aku tidak akan melewatkan kesempatan emas ini.' batin Jennifer yang berniat untuk berbuat licik."Aku permisi." kata Jennifer.'Aku ingin lihat kemampuanmu, Tuan Ashton. Apakah semempesona ketampananmu?'***Jennifer turun ke dapur sendiri. Ini kesempatan bagus baginya.