Hatiku memanas melihat suamiku sedang berbincang dengan seorang wanita. Dia bukan lelaki yang suka memberikan senyuman di depan wanita. Bahkan dengan santrinya pun dia selalu bersikap dingin.
Aku ingin segera sampai di rumah. Gemuruh dalam hati ini seakan mau meledak. Bisa dihitung berapa kali dia memberikan senyumnya untukku, tetapi kenapa kini dia berikan kepada wanita lain?
Aku ingin berteriak, tetapi sepertinya percuma. Dia tidak akan mendengar suaraku. Dengan kesal aku pulang ke rumah umi.
“Assalamu’alaikum,” ucapku kala memasuki rumah.
Jawaban salam dari seorang lelaki yang duduk di ruang tamu membuatku tercengang. Gus Anam ada di rumah. Dia sedang rebahan di kursi dan hanya memakai kaos dalam sehingga membuatku berteriak sekencang-kencangnya.
“Aaa!” Aku dan Gus Anam sama-sama berteriak hingga abah dan umi keluar dari kamar.
“Astaghfirullah, ada apa ini?” tanya Umi Hanifah.
Aku tidak berani membuka mata sebelum Gus Anam pergi. Bisa-bisanya dia mempertontonkan tubuhnya di d