“Kamu tidak pulang, Anin?”
“Besok pagi aku baru pulang. Lia juga masih di sini. Masuk, yuk!”
Kami masuk ke kamar tempat biasa kami saling curhat. Kamar ini sempit, tetapi masih cukup untuk kami bertiga. Kami duduk di karpet yang digelar di lantai. Bantal dan guling berserakan di atasnya.
“Eh, wajah kamu kenapa? Aku dengar kamu sudah menikah. Apakah itu bukti KDRT?” tanya Lia.
Lia sedang membereskan pakaian ke dalam koper. Sepertinya dia akan pulang kampung.
“Bukan! Ini luka cambukan dari tua bangka itu. Beruntung Gus Azam datang dan menyelamatkanku. Sekarang aku sudah menjadi istri Gus Azam.”
“What?” Anin membelalakkan mata. “Kamu dah nikah dan gak ngasih tahu kami?”
“Baru kemarin.”
“Cie cie cie! Berarti baru pecah perawan dong!” Aku segera membekap mulut Anin kala dia mengucapkan kata-kata itu. Dia adalah cewek paling barbar di antara kami. Namun, tidak dipungkiri jika dia adalah anak yang cerdas.
“Hais! Kalau kalian lihat keadaanku seperti ini, kira-kira malam pertamanya bagaiman