“Fia, kamu sudah makan?” tanya Umi.
“Belum, Umi. Meyda rewel terus. Nggak seperti biasanya dia tidak mau lepas begini.”
“Sini coba biar sama Umi dulu.“
Lima hari berlalu dan besok adalah acara aqiqahan Meyda. Entah mengapa semenjak Gus Azam pergi ke toko, Meyda seperti sedang gelisah. Padahal sebelumnya dia tidak apa-apa meski Abinya pergi ke pondok cukup lama. Aku takut terjadi sesuatu dengan suamiku.
“Kenapa nggak mau diam, ya, Fia? Biasanya kalau ditimang langsung anteng.”
Aku menggeleng. “Fia tidak tahu, Umi. Hari ini dia rewel, padahal tidak panas.”
Mendadak perasaanku menjadi tidak enak. Gus Azam pamit ke toko untuk mengambil beberapa bahan yang akan digunakan untuk acara aqiqah besok, tetapi sudah dua jam dia pergi dan tidak kunjung pulang.
“Ya sudah, kamu makan aja. Umi sudah siapkan sayur daun katuk, biar asi kamu makin lancar dan melimpah.”
Aku segera makan selagi ada Umi yang membantu menggendong Meyda. Aku merasa tubuhku semakin kurus dan tidak terawat. Lingkar mata