“Shafia, ya?” tanya perempuan berambut putih.
“Inggeh, Mbah.”
“Mbah Rukmi dolan mahe Pak Irul. Lagi hajatan.” (Mbah Rumi sedang berkunjung ke rumah Pak Irul. Sedang ada hajatan.”
Pantas saja rumah sepi. Ternyata mereka pergi ke rumah pakde. Syukurlah, kupikir mereka sakit.
“Makasih, Mbah.” Wanita itu pergi setelah memberikan informasi kepadaku.
“Mas Azam mau ke rumah pakde?” tawarku kepada Gus Azam. Aku tidak mau memaksanya karena dia pasti sudah capek.
“Ke rumahmu saja! Aku mau istirahat.”
Akhirnya kami pulang ke rumahku. Baru dua hari aku meninggalkan rumah, tetapi rasanya sudah lama tidak datang. Banyak dedaunan berserakan di depan rumah dan bunga milik Ibu berjatuhan. Aku harus rajin ke sini supaya rumahku tidak seperti kapal pecah. Rumah ini sudah khas seperti rumah hantu.
“Aku akan bantu beresin rumah kamu.” Tiba-tiba Gus Azam berdiri di sampingku seolah mengerti apa yang ada dalam pikiranku.
Mataku berbinar mendengarnya hingga tanpa sengaja kupeluk tubuhnya. “Terima kasi