Jam sepuluh pagi, aku, Senja, Papa, Mama, dan Kak Cepi sudah duduk manis di dalam pesawat.
Andrew, Bang Aidan dan Bang Fikri tidak bisa ikut. Karena mereka masih memiliki tanggung jawab kerja, yang tidak bisa ditinggalkan. Kalau aku sendiri, ya bisalah mengandalkan wakilku Abeng.
Senja sudah tidak menangis lagi, tapi dia hanya diam saja. Hanya bicara secukupnya, kalau ada yang bertanya.
Aku duduk di sebelahnya, dan selama di dalam pesawat Senja hanya diam sambil memandang keluar jendela.
Setelah satu jam perjalanan, akhirnya kami sampai di Bandar udara Hananjoedin.
Aku ikut melihat keluar jendela, dan ternyata tanah disana banyak terdapat lubang-lubang. Karena penasaran, aku tanya pada Senja.
"Nja, kenapa tanahnya banyak berlubang dan terisi sedikit air begitu?"
"Itu bekas galian orang ngelimbang timah. Kalau masalah air, sekarang sedang musim kemarau. Tanah di Belitung mengandung timah dan kaulin, jadi tidak menyerap air. Makanya setiap musim kemarau, pasti akan mengalami keker