Frank mematung. Keceriaan si Kembar tidak lagi memengaruhinya. Menyaksikan hal itu, Kara yang baru saja turun dari limosin langsung menyentuh pundaknya. “Ada apa, Frank?”
Louis dan Emily pun berhenti tertawa. Mereka memeriksa wajah sang ayah, lalu mengikuti arah pandangnya. Si wanita bergaya bangsawan ternyata sudah berhenti dua langkah dari mereka.
“Halo, Frank.” Raut wanita itu sangat berbeda dari yang tadi. Alisnya turun dan matanya berkaca-kaca.
Frank menelan ludah. Bibirnya bergetar mengumpulkan kata. “Mama?”
Semua orang membeku, bahkan si Kembar. Bola mata mereka bergerak-gerak mencari penjelasan.
“Mama? Nenek sihir itu memang nenek kita?” desah Louis tipis.
Emily cepat-cepat berdesus. Telunjuknya teracung di depan bibirnya yang menguncup. “Jaga bicaramu, Louis.”
Sementara itu, Kara mendesah samar. Tanpa menunggu perintah, ia mengambil si Kembar dari lengan Frank. “Kemarilah, Sayang.”
Frank menyerahkan dua balita itu dengan tatapan hampa. Ekspresinya datar dan wajahnya a