Frank menoleh. Mulutnya terkatup rapat sejenak.
"Tidak ada. Biarkan saja Barbara tetap pada keputusannya. Kalian masih bisa bersabar menghadapi ibuku?"
Philip menghela napas lelah. Kara pun menepuk-nepuk lengannya. "Tolong bersabarlah, Phil. Demi Barbara."
Alis Philip terangkat maksimal. "K-kenapa demi Barbara?"
Frank dan Kara saling lirik. Senyum mereka berubah misterius.
"Bersemangatlah." Frank menepuk pundak Philip, lalu merangkul pinggang Kara. Bersama-sama, mereka masuk ke rumah. Philip berkedip-kedip mencerna keadaan.
"Apakah mereka sudah tahu?" gumam pria muda itu. Selang beberapa saat, ia mendesah pasrah. "Louis tidak bisa dipercaya."
Sementara yang lain mulai melupakan apa yang tadi terjadi, Melanie mondar-mandir di dalam kamarnya. Sesekali ia menggigit jari, sesekali ia mendesah.
"Gawat! Ini benar-benar gawat." Sambil menggertakkan gigi, Melanie membanting dirinya di kursi. "Kalau Barbara tidak di sini malam ini, aku bisa gagal mendapat warisan."
Sambil berkedip-k