"Zoe?"
Suara Hazel nyaris tak terdengar. Tapi dia tetap mencoba. "Aku tahu kau ada di dalam."
Angin musim gugur berembus pelan, menyapu helai-helai rambut Hazel yang tergerai dari sanggul kecil di tengkuknya. Ia berdiri di depan pintu kayu rumah itu untuk kedua kalinya. Masih sama seperti kemarin: senyap, tak berbalas.
Ia menoleh ke samping. Tak ada mobil di halaman. Tak ada suara dari dalam. Tapi entah mengapa, hatinya menolak percaya bahwa Zoe benar-benar pergi begitu saja.
Hazel menghela napas dan melangkah lebih dekat. Ia mengetuk pintu lagi, lebih pelan, kali ini lebih seperti permohonan.
"Kalau kau dengar... izinkan aku bicara, walau hanya sebentar. Aku—"
Ia terdiam. Kata-kata tak selesai. Bukan karena ia tak tahu harus berkata apa, tapi karena suara Zoe masih hidup di kepalanya, menggema: "Kau tidak sendiri, Hazel. Aku ada untukmu."
Ucapan itu yang membuat Hazel kembali datang. Meski sebelumnya ia bersumpah takkan pernah menginjakkan kaki di rumah ini lagi.
Setel