POV ANA
Aku masih bingung kenapa bisa ada di tempat dokter Mirza, yang kuingat aku beli kopi dan pusing di depan cafe.
"Arrgh ... yang penting aku masih perawan," kataku mengacak rambut frustasi, aku kesal karena tak ingat apapun.
Notifikasi pesan masuk di ponselku yang kuletakkan pada nakas di samping tempat tidur.
888xxx :
[sudah bisa buka pintu, jangan lupa dimakan supnya keburu dingin. Jangan lupa kunci pintu kalau berangkat kerja.
Mirza]
Kubaca pesan, ternyata dari dokter Mirza. Aku menghela napas panjang dan tak berselang lama, pesan kembali masuk di ponselku
Aryo: [An, mana helm ku, mau pulang, nih.]
"Waduh, tadi dokter Mirza lupa bawa helmnya nggak, ya?" gumamku. Segera kuhubungi nomor dokter Mirza. Ia pun mengangkatnya.
"Halo dokter?" sapaku
"Ya."
"Dok, Aryo cari helmnya, dokter bawa nggak helmnya?" tanyaku panik.
"Saya lupa, An. Saya masih di luar ini, kamu kirim nomor Aryo sama saya, biar saya sendiri ya