Matahari mulai tenggelam di balik pegunungan, memancarkan cahaya jingga yang lembut namun misterius. Udara di istana terasa lebih berat dari biasanya, seolah-olah alam sedang menahan napas. Di ruang singgasana, Rakai Wisesa duduk dengan wajah muram, sementara para penasehat dan panglima perang berkumpul dalam suasana tegang.
Tiba-tiba, pintu besar ruang singgasana terbuka dengan suara berderit pelan. Semua mata tertuju pada sosok tua yang melangkah masuk—Resi Agung Darmaja. Ia tampak lebih rapuh daripada biasanya, tetapi matanya bersinar dengan kekuatan spiritual yang luar biasa. Jubah putihnya bergoyang lembut, seakan angin gaib mengiringi setiap langkahnya.
"Yang Mulia," kata Resi Agung Darmaja dengan suara rendah namun penuh otoritas. "Aku membawa kabar penting yang tidak bisa ditunda lagi."
Rakai Wisesa menegakkan tubuhnya, matanya menyipit. "Apa yang kau maksud, Resi?"
Resi Agung Darmaja maju beberapa langkah, lalu berhenti di depan takhta. "Kita membutuhkan perlindungan lebih kua