Sienna berdiri di depan cermin besar walk-in closet, menatap pantulan dirinya dalam balutan gaun satin warna sampanye. Kainnya jatuh mengikuti lekuk tubuhnya dengan anggun, sementara belahan punggung yang terbuka nyaris membuatnya berpikir dua kali untuk melangkah keluar.
Namun bukan karena malu. Tapi karena ia tahu ada mata yang akan memperhatikannya lebih dari siapa pun malam ini.
Dari ambang pintu, Sebastian menyandarkan tubuhnya santai sambil menyilangkan tangan di dada. Matanya tidak bergerak barang satu inci pun dari tubuh istrinya.
“Kalau kau terus menatapku seperti itu, gala amal malam ini akan batal karena satu alasan,” gumam Sienna tanpa menoleh. Ia hanya menatap Sebastian melalui cermin.
Sebastian melangkah mendekat. Ia berhenti tepat di belakang Sienna.
Tangannya tidak menyentuh wanita itu—belum. Tapi napasnya sudah menyapu kulit telanjang di punggung Sienna seperti sentuhan tak kasatmata.
“Kau tahu apa yang paling berbahaya dari gaun ini?” bisiknya, bibirnya hampir menyen