“Mbak, dipanggil pak Harsa.”
Ucapan Joko tersebut, membuat Sinar tidak jadi menyuapkan juntaian mi ke mulutnya.
“Baru juga mau sarapan,” keluh Sinar dengan bibir yang mengerucut. Segera ia beranjak dari pantry, sambil membawa cup mi instan dan segelas teh hangat bersamanya.
Sinar meletakkan mi dan gelasnya di meja terlebih dahulu, barulah ia pergi ke ruangan Harsa.
“Pagi, Pak,” sapa Sinar berdiri di pintu ruangan yang terbuka lebar.
“Pagi.” Harsa langsung mengangkat tangan kanan dan membuka telapaknya. Menekuk jarinya satu per satu sambil menyebutkan nama penghuni redaksi. “Pak Abbas, Pak Haidar, sama kamu, besok ke cabang, ikut rapim*. Aro juga ke sana, tapi dia stay untuk rolling sampai tiga bulan ke depan. Tolong buatkan SPJ-nya sekarang, karena setelah rapat, saya pergi dan nggak ke kantor lagi.”
“Beneran rapim di cabang, Pak?” tanya Sinar memastikan. “Nggak di sini?”
“Pak Karni yang minta.”
Bibir Sinar membulat dan segera berpamitan. Jika direktur utama langsung yang meminta, baw