Kampus bukan lagi tempat yang terasa aman. Setiap lorong seolah penuh bayangan. Setiap tatapan mengiris. Beberapa teman lama hanya menunduk saat berpapasan, tak berani menyapaku. Yang lain berpura-pura tak mengenal, menyingkir seperti aku membawa penyakit. Namun, yang lebih melukai adalah yang tersenyum sinis seolah tahu seluruh ceritaku tanpa pernah duduk bersamaku, mendengar langsung suaraku.
Setelah artikel di "Suara Kita" tayang, hidupku seperti diputar dari kaset yang berbeda. Bukan lagi tentang kuliah, atau lomba, atau organisasi. Tapi tentang bertahan hidup.
Hari Sidang Etik
Ruangan itu dingin. Bukan karena AC, tapi karena atmosfernya. Aku duduk di kursi tengah, diapit oleh Rina dan Dimas. Di seberangku duduk Reza, dengan setelan formal dan tatapan penuh percaya diri. Di sisi kanannya, duduk seorang pria berjas gelap pengacaranya.
Komisi Etik Mahasiswa duduk memanjang, lima orang: tiga dosen, satu perwakilan BEM, dan satu staf akademik. Di belakangku, Ardi duduk sebagai pema