Ibra: Han, aku udah di parkiran ya.
Hana: Ok, aku turun Bang.
Hana melirik pintu ruangan Evan yang belum terbuka lagi sejak Evan membantingnya. ‘Ah udah lah, udah gede ini, bisa cari makan sendiri,’ batinnya.
“Sorry, Bang. Lama ya nunggunya? Liftnya suka rame kalo jam istirahat,” ucapnya begitu memasuki mobil yang dikendarai Ibra.
“Nggak kok. Ready? Mau makan di mana?”
Hana melirik Ibra takut-takut. “Junk food boleh nggak?”
Ibra balas melirik Hana sambil mulai menekan pedal gasnya. “Kamu beneran pengen junk food? Nggak bisa diganggu gugat?”
“Sebenernya aku pengen waffle ice cream-nya.”
“Ya udah kalo gitu. Yang penting sarapan sama makan malammu makanan sehat kan?” Ibra memastikan sekali lagi, walaupun sebenarnya masa pemulihan Hana ini tidak ada hubungannya dengan kondisi fisik, karena yang harus dipulihkannya adalah kondisi mentalnya.
“Jelas makan sehat lah, Bang. Kan di rumah Tante Letta.”
“Oh iya bener. Kamu kapan balik ke apartemen?”
“Belum nanya lagi bolehnya kapan. Sebenernya ak