Evan masih berada di dalam ruangannya meski jarum jam sudah menunjuk angka enam. Hana sudah pulang sejak tadi. Sebenarnya ia merasa bersalah menolak ajakan Hana, tapi telepon dari Kevin benar-benar mengganggu pikirannya. Dan entah mengapa dia langsung berkata kepada Hana kalau ia memiliki janji. Padahal ia sendiri masih belum yakin untuk bertemu dengan Melinda.
Pukul 19.15, Evan tidak lagi sanggup untuk membagi pikirannya antara Melinda yang sedang menunggunya, berkas yang menggunung di mejanya, dan proposal tempat wisata baru yang akan digarap oleh travel agent-nya.
“Damn it!” Evan mengacak rambutnya, lalu mengambil kunci mobilnya yang ia simpan di laci meja.
Mungkin ia terlambat. Mungkin saja Melinda sudah pergi. Tapi dia kenal siapa Melinda. Wanita itu pasti masih menunggunya. Itu lah yang membuatnya resah. Melinda bisa saja tetap menunggunya sampai café itu tutup.
“Ok, dengerin aja dulu dia mau ngomong apa. Ini yang terakhir kalinya,” gumamnya sambil melajukan mobilnya menuju caf