“Oom-oom.” Mita menyeret manajer keuangan perusahaanku, Samian Palupi. Lelaki yang diseret tampak risih dan tak senang. Sebentar-sebentar ia melepas tangan Mita yang memegangi lengannya.
“Ada salah satu staf rendahan di perusahaan ini yang sering jahat sama aku, Oom,” adu Mita. Perempuan berambut lurus itu lantas menunjuk-nunjuk ke arahku.
“Pecat aja dia, Oom!” Mita merengek macam anak kecil bibirnya mencebik sehingga kelihatan semakin ‘dower’.
Aku menggelengkan kepala, tetapi bukan karena terbawa irama musik dari panggung, bukan! Pecat saja kalau berani. Malah sebaliknya, aku yang akan memberhentikan lelaki macam Samian dari perusahaanku.
“Eeh, Mita, jangan pegang-pegang tangan Oom gini di tempat umum. Nanti kita ketahuan.” Lelaki bernama Samian itu berusaha melepas tangan Mita yang terus mengupil di hidungnya. Eh, maksudnya terus menarik lengannya.
Sementara Mita terus berusaha menggandeng Samian dan menyeret ke arahku. Samian menolak, tentu saja karena tahu kalau wanita yang dimaks