Anna berdiri di sudut ruangan kantor polisi ibu kota. Matanya terpaku pada pintu yang masih tertutup rapat. Setiap detik terasa melambat. Kegelisahan semakin menggerogoti perasaan Anna. Ia menahan napas, cemas dan berharap. Keputusan yang ia ambil demi melunasi utang-utang Orion, kini berada di ujung harapan. Semua usaha itu hanya untuk satu hal, melihat adik kesayangannya itu berjalan keluar dari balik jeruji besi.
Ketika pintu akhirnya terbuka, Anna melihatnya—Orion, tanpa borgol, tanpa pakaian jingga pudar yang dulu membungkus tubuhnya. Dia bebas. Dan begitu melihatnya, air mata Anna meluncur tanpa bisa dibendung.
Orion memandang Anna, tanpa sepatah kata pun. Ia langsung melangkah maju, merangkulnya dalam pelukan erat. Anna tak ragu membalas pelukan itu, menggenggam tubuh Orion seolah takut kehilangan lagi. Mereka berdua saling berpelukan begitu dalam—pelukan yang penuh luka, tapi juga harapan.
“Bagaimana kabarmu, bocah nakal?” kata Anna, suara lembutnya penuh kasih sayang, meskipu