Pagi itu Feli terbangun dengan kepala yang terasa pening dan tubuh lemas. Ia menyingkap selimut, lalu duduk sambil memijat pelipis. Ia lantas terkejut begitu melihat jam di nakas yang sudah menunjukkan pukul delapan pagi.
“Aku kesiangan,” gumamnya sambil berdecak lidah.
Seakan teringat sesuatu, Feli lantas meraih gagang telepon kemudian menekan nomor telepon Cecilia. Sambungannya terangkat di dering kedua.
“Mbak Cecil, ini aku, Feli. Apa Mbak sibuk sekarang?”
“Yeah... ayahmu lagi membuatku sibuk untuk mengurus sengketa tanah yang akan jadi miliknya.” Cecilia terkekeh di seberang sana.
Feli hanya meringis.
“Tapi aku punya banyak waktu buat kamu. Ada apa? Archer memberikan surat yang sudah dia tanda tangani ke kamu?”
“Itu dia masalahnya.” Feli menghela napas panjang. Ia sempat melihat Kimberly yang masih terlelap di sampingnya. “Archer nggak terima, dia nggak akan menceraikan aku.”
“Itu artinya dia masih menginginkan kamu, Feli, terlepas dari apa yang selama ini dia lakukan padamu. Hati