Aku termenung sejenak, meneliti huruf inisial yang tertera di cincin. Namun, tiba-tiba saja Baby AN nangis, aku langsung menggendongnya, cincin itu digenggam Mas Arlan.
Kami semua masuk dan menuju kamarku, pernak pernik bayi sudah terukir di sudut kamar, "Ah senangnya memiliki bayi, seperti punya kehidupan baru lagi," ucapku sambil menghela napas dan menyoroti ruangan.
Tangan Mas Arlan berada di bahu, ia menepuk pundak ini pelan, lalu menciumi keningku dan Baby AN.
"Kesayanganku, kalian ini jantung hatiku," ungkap Mas Arlan.
Aku tersenyum sambil menyandarkan kepala di bahunya.
Inilah keluarga kecilku, setelah beberapa purnama mengharapkan kehadiran sang buah hati, kini bayi mungil berada di pangkuan kami.
Mama keseringan bolak-balik karena tidak bisa mendengar Baby AN nangis, ia langsung buru-buru datang ketika tangisan cucunya memekikkan telinga. Padahal hanya buang air besar, mamaku sudah khawatir padanya.
"Kalau lihat dia ngejan langsung buru-buru salin dong jangan sampai lecet," s