Alma melangkah ke dapur, mengikuti Nadine yang terlihat pucat dan memegangi perutnya. Di dekat wastafel, Nadine kembali muntah-muntah meski Alma melihat tidak ada yang keluar dari mulutnya.
“Nadine?” Alma bertanya pelan “Kamu kenapa? Sakit apa?”
Nadine menoleh pelan, mengusap mulutnya dengan tisu. “Nggak tahu, Kak. Perutku mual dari tadi.” Nadine menjawab dengan suara lemah.
Arhan tiba-tiba muncul dari arah ruang tengah. Ia ikut mendekat, lalu berdiri di antara mereka dengan ekspresi gelisah.
“Dia dari tadi memang ngeluh soal lambungnya,” kata Arhan cepat, nadanya tegas seolah ingin menutup pembicaraan. “Mungkin karena belum makan dari siang.”
Nadine melirik Arhan dengan sudut mata. Tatapan tajamnya seolah ingin berteriak ‘Kenapa kamu nutupin?’ Tapi ia menahan diri, lalu menunduk pelan, pura-pura lemas.
“Oh …” Alma hanya mengangguk. Tetap terlihat tenang, padahal merasa ada yang tidak beres. Tapi ia memilih untuk tidak menunjukkan kecurigaannya.
Ia menduga Nadine memang sengaja ingin