“Cepat, Rachel! Mereka sudah di belakang kita!” suara Damar terdengar tegas, namun dibalut dengan kecemasan yang tak bisa ia sembunyikan. Rachel melirik ke belakang, melihat bayangan-bayangan besar bergerak cepat di lorong yang gelap itu. Napasnya sudah mulai terengah-engah, tubuhnya keringat dingin, namun ia terus berlari. Setiap langkah terasa semakin berat, seolah-olah seluruh dunia mengejarnya.
Langkah kaki berat anak buah Richard semakin mendekat, menggelegar di antara keheningan gudang tua yang penuh debu dan bau amis. Rachel menggigit bibirnya, berusaha mengendalikan ketakutan yang mulai merayap masuk ke dalam dirinya. “Damar… kita hampir sampai?” tanyanya, suara sedikit tercekat.
“Tidak ada yang namanya hampir sampai, Rachel. Kita harus bertahan hidup dulu!” jawab Damar, matanya terfokus pada pintu keluar yang mulai terlihat di kejauhan. Suara langkah kaki itu semakin jelas, semakin dekat. Rachel bisa merasakan detak jantungnya semakin cepat, semakin panik.
Tiba-tiba, sebuah t